Blok Lindung Diusulkan Menjadi Blok Pemanfaatan
Tahura Ngurah Rai Buka Ruang Pengelolaan Hutan Mangrove
MANGUPURA, NusaBali
Beberapa blok taman hutan raya (tahura) Ngurah Rai yang membentang dari wilayah Sanur sampai ke Tanjung Benoa, akan diusulkan untuk diubah statusnya, dari blok kawasan lindung menjadi blok pemanfaatan dengan tetap berstatus kawasan konservasi.
Hal ini agar bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya. Kepala UPTD Tahura Ngurah Rai I Ketut Subandi, mengatakan kawasan hutan mangrove yang membentang dari wilayah Sanur hingga Tanjung Benoa merupakan kawasan konservasi mangrove Tahura Ngurah Rai yang pengelolaannya berada di bawah Gubernur Bali, melalui Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali, yang secara teknis pelaksanaanya berada di UPTD Ngurah Rai. Rencananya ke depan, kawasan tersebut akan dikelola dengan tetap memperhatikan kaidah konservasi, sehingga bisa bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat.
“Di kawasan tahura itu ada masyarakat kelompok nelayan di sana. Ini yang perlu diberikan ruang untuk meningkatkan kesejahteraannya, toh mereka juga ikut menjaga kawasan,” kata Subandi, dikonfirmasi, Rabu (16/7).
Selama ini, kata Subandi, kawasan hutan mangrove tersebut sudah dijaga dari segi keamanan oleh masyarakat sekitar. Baik itu dari aktivitas penebangan kayu maupun perambahan kawasan. Hal itu tidak terlepas dari meningkatnya kesadaran masyarakat sekitar, akan manfaat dan fungsi dari mangrove itu sendiri. Berkaca dari kondisi itu, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup memberikan ruang agar hutan mangrove selain berfungsi menjaga ekologi, juga dapat bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat. “Kami mengusulkan agar kawasan mangrove bisa dikelola oleh masyarakat yang berkelompok nelayan di sana, dengan tetap menjaga kelestarian kawasan konservasi,” ucapnya.
Masih menurut Subandi, konsep pengelolaan tersebut ditegaskannya harus mengikuti kaidah konservasi, tidak merubah dan menganggu hutan mangrove, namun meningkatkan fungsinya. Adapun aktivitas pengelolaan yang dimaksud bisa berupa kegiatan budidaya ikan, memanfaatkan buah mangrove (hasil hutan bukan kayu), mengambil ikan secara terbatas dan pengembangan wisata alam ecomangrove. Salah satu desa yang siap akan hal itu diakuinya adalah Desa Adat Kedonganan, yang berencana mengembangkan hutan mangrove menjadi eco mangrove voyage. Selain itu, ada juga daerah lainnya yang juga akan disejahterakan melalui program tersebut. Mereka merupakan 12 kelompok nelayan yang berada di kawasan Tahura Ngurah Rai Sesetan, Pemogan, Tuban, dan Jimbaran.
Diterangkannya, untuk dapat melakukan pengelolaan tersebut, diperlukan penataan dengan revisi status dari blok lindung menjadi blok pemanfaatan. Namun, perubahan status blok tersebut bukan berarti merubah status kawasan konservasi itu sendiri, melainkan merubah status blok yang ada di kawasan konservasi. Usulan untuk merevisi status blok tersebut sudah dilakukan sejak kunjungan kerja Wamen LHK ke Bali, yang telah ditindaklanjuti oleh Dirjen KSDA. Pada akhir Juni atau awal Juli 2021, pihaknya akan melaksanakan konsultasi publik, dengan meminta masukan dari stakeholder dan masyarakat yang mengacu pada ukuran teknis satuan penilai. Setelah itu pihaknya akan menyampaikan maksud dari pengelolaan tersebut kepada Dirjen KSDA. Setelah itu disetujui, barulah akan berproses kepada pengesahan revisi blok.
“Dengan revisi blok menjadi pemanfaatan, itu baru bisa masuk program pemanfaatannya. Salah satu harapannya adalah pemanfaatan dengan mengembangkan wisata eco mangrove. Semoga dalam akhir tahun ini sudah disahkan penataan blok ini oleh Menteri Kehutanan melalui Dirjen KSDA,” tandasnya. *dar
Komentar