Ketua KPU Buleleng Kena Sanksi
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) jatuhkan sanksi atas pelanggaran kode etik di Pilkada Buleleng 2017
Ketua Panwas Juga Di-Sanksi DKPP
SINGARAJA, NusaBali
Sanksi kode etik dijatuhkan untuk Ketua KPU Buleleng I Gede Suardana, Ketua Panwas Buleleng Ni Ketut Ariyani, dan anggota Petugas Pemungutan Suara (PPS) Desa Bila (Kecamatan Kubutambahan) I Ketut Dipa Wirya.
Putusan sanksi ini merupakan tindaklanjut atas laporan dugaan pelanggaran kode etik yang diadukan oleh Ketua Dewan Pembina Forum Pemerhati Masyarakat Kecil (FPMK), Gede Suardana, 27 Oktober 2016 lalu. Selanjutnya, DKPP menyidangkan dugaan pelanggaran kode etik Pilkada Buleleng 2017 ini di Gedung KPU Bali, Jalan Tjokorda Agung Tresna Niti Mandala Denpasar, 30 November 2016 lalu.
Sebetulnya, ada empat pihak yang diadukan ke DKPP terkait dugaan pelanggaran kode etik dalam tahapan Pilkada Buleleng 2017 ini. Selain trio Gede Suardana, Ketut Ariyani, dan Ketut Dipa Wirya, juga turut diadukan anggota Panwas Buleleng Putu Sugi Ar-dhana. Namun, Putu Sugi Ardhana luput dari sanksi DKPP.
Putusan DKPP yang menjatuhkan sanksi untuk Ketuya KPU Buleleng, Ketua Panwas Buleleng, dan anggota KPPS Desa Bila ini dibacakan dalam sidang di Jakarta, 21 Desember 2016 lalu, namun baru tersiar ke media, Jumat (23/12). Putusan dibacakan Ketua Majelis Kehormatan (Ketua DKPP) Prof Dr Jimly Asshiddiqie, dengan anggota Anna Erliyana, Pdt Saut Hamonangan Sirait, Nur Hidayat Sardini, dan Ida Budhiati.
Ada enam poin isi putusan Majelis Kehormatan DKPP terkait pelanggaran kode etik di Pilkada Buleleng 2017 ini. Pertama, mengabulkan sebagian pengaduan teradu. Kedua, menjatuhkan sanksi peringatan kepada Ketua KPU Buleleng Gede Suardana, Ketua Panwas Buleleng Ketut Ariyani, dan anggota PPS Desa Bila Ketut Dipa Wirya. Ketiga, memerintahkan KPU Kabupaten Buleleng untuk menindaklanjuti putusan paling lama 7 hari sejak putusan dibacakan. Keempat, memerintahkan KPU Provinsi Bali untuk menindaklanjuti putusan paling lama 7 hari sejak putusan dibacakan. Kelima, memerintahkan Bawaslu RI menindaklanjuti putusan paling lama 7 hari sejak putusan dibacakan. Keenam, emerintahkan kepada Bawaslu RI mengawasi pelaksanaan putusan tersebut.
Terungkap, kesalahan Ketua KPU Buleleng Gede Suardana adalah ketika pada 16 Oktober 2016 menyatakan pendukung bakal pasangan calon jalur Independen, Dewa Nyoman Sukrawan-Gede Dharma Wijaya (Paket Surya), yang belum hadir saat verifikasi factual di tingkat desa (PPS), dapat dihadirkan saat rapat pleno di tingkat PPK per 18 Oktober 2016. Kebijakan diambil, semata-mata untuk menyelamatkan hak konstitusional warga negara yang dukungannya tidak dapat diverifikasi, karena diintimidasi oleh pihak-pihak tertentu.
Namun belakangan, kebijakan itu ditarik kembali oleh KPU Buleleng dengan me-ngeluarkan Surat Edaran (SE) yang tidak mengizinkan verifikasi factual terhadap pendukung Paket Surya yang tidak datang saat verifikasi factual di tingkat PPS. SE tersebut dikeluarkan setelah KPU Buleleng berkoordinasi dengan KPU Bali dan KPU Pusat.
Ternyata, kebijakan itu diambil tanpa diawali koordinasi dengan semua anggota KPU Buleleng. Kebijakan yang ditempuh sesungguhnya berangkat dari motivasi dan niat yang baik untuk menyelamatkan hak konstitusional warganegara, baik hak pemilih dalam memberikan dukungan kepada pasangan calon yang didukung maupun hak bakal pasangan calon untuk memperoleh dukungan dari pemilih.
Oleh Mejelis Kehormatan disebutkan, lahirnya suatu kebijakan tidak cukup hanya dengan motivasi dan niat baik, melainkan senantiasa memperhatikan ketentuan-ketentuan hukum sebagai kerangka kerja tugas, fungsi, dan wewenang diselenggarakan.
Sedangkan pelanggaran Ketua Panwas Buleleng, Ketut Ariyani, yang bersangkutan dianggap kurang responsif terhadap berbagai laporan masyarakat atas dugaan berbagai pelanggaran yang terjadi dalam tahapan Pilkada Buleleng 2017, khususnya intimidasi saat verifikasi factual dukungan. Seharusnya, tindaklanjut atas laporan atau pengaduan yang diterima, tidak sekadar memeriksa syarat formal suatu laporan, tapi laporan tersebut dapat dijadikan sebagai informasi awal untuk menelusuri terjadi pelanggaran Pemilu dan menjadikan sebagai temuan, sesuai Pasal 33 ayat (3) Peraturan Bawaslu Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilu.
Menurut Majelis Kehormatan, seharusnya Ketua Panwas lebih proaktif sebagai lembaga yang diberi tugas dan wewenang oleh peraturan perundang-undangan dalam melakukan pengawasan dan tindakan nyata di tengah meluasnya informasi mengenai terjadinya intimidasi pada masyarakat pemilih di beberapa tempat dalam tahapan proses Pilkada.
Sedangkan anggota PPS Desa Bila, Ketut Dipa Wirya, dianggap melanggar karena terkesan melakukan pembiaran atau menangani dengan tindakan seadanya, sebagai mekanisme menggugurkan kewajiban dan tanggung jawab sebagai penyelenggara Pilkada. Tindakan itu tidak menunjukkan sikap profesional dan berkomitmen tinggi sebagai penyelenggara Pilkada dalam menjamin kualitas layanan kepada pemilih dan peserta Pemilu, sesuai dengan standar pengawasan penyelenggaraan Pilkada.
Sementara itu, Ketua KPU Buleleng Gede Suardana enggan berkomentar saat dikon-firmasi NusaBali terkait sanksi yang diganjarkan DKPP, Jumat kemarin. Demikian halnya Ketua Panwas Buleleng, Ketut Ariani. Menurut Ariyani, tidak etis mengomentarai sebuah putusan lembaga lain.
Namun, sebagai lembaga pengawas pemilihan, kata Ariyani, pihaknya selaku Ketua Panwas akan selalu berpegang pada aturan yang telah ditetapkan melalui Undang-undang dan peraturan lainnya dalam melakukan pengawasan Pilkada Buleleng 2017. “Saya tidak berkomentar,” elak Ariani di Singaraja, Jumat kemarin. * k19
1
Komentar