Pantang Menyerah, Anak Unik Berhasil Selesaikan Pendidikan Kesetaraan Paket A
GIANYAR, NusaBali.com - Kerja keras ‘anak unik’ di bawah Yayasan Anak Unik menuntaskan pendidikan pendidikan akhirnya terbayar.
Sebanyak 15 orang tuna grahita ini dinyatakan lulus pendidikan non formal kesetaraan Paket A yang setara dengan Sekolah Dasar (SD).
Pada Sabtu (19/6/2021) lalu, sebanyak 15 anak unik mengikuti seremoni pengumuman kelulusan pendidikan kesetaraan Paket A bertempat di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Widya Gupta, Banjar Tengkulak Kaja Kangin, Desa Kemenuh, Kabupaten Gianyar.
Di akhir tahun pelajaran ini peserta didik anak tuna grahita yang disebut ‘Anak Unik’ tersebut akhirnya mampu mengikuti ujian paket kesetaraan setara SD. Walaupun dari segi usia mereka sudah tergolong remaja, namun itu bukanlah menjadi kendala sepanjang ada niat dan usaha solusi pasti selalu ada.
Ni Gusti Putu Parmiti, pendiri Yayasan Anak Unik sekaligus pendiri PKBM Widya Gupta menyampaikan rasa syukur tak terhingga saat pemberian rapor serta pengumuman kelulusan tahun ini.
“Berkat kegigihan para orang tua dan para guru selama bertahun-tahun akhirnya membuahkan hasil mampu mengantarkan peserta didik ini ke jenjang yang lebih tinggi yaitu pendidikan kesetaraan setara SMP di awal tahun pelajaran berikutnya,” ungkap Parmiti.
Menurut Parmiti, ‘anak unik’ adalah sebutan terhormat bagi anak-anak keterbelakangan mental ini, memiliki makna lebih positif, berdaya dan lebih manusiawi dibandingkan dengan menyebut mereka anak cacat, idiot atau sebutan negatif lainnya.
Sebagaimana yang diungkapkan juga oleh Pembina Yayasan Anak Unik Prof Dr dr Luh Ketut Suryani Sp KJ, bahwa kata-kata adalah ‘sabda’. Oleh karena itu bagi para orang tua dimohon untuk selalu berhati-hati dalam berkata-kata kepada anak-anak mereka agar jangan berkata negatif karena hal itu akan terbawa ke memori anak sampai mereka dewasa dan menjadi trauma.
“Jika perkembangan anak hanya diukur dari segi kognitif saja ibarat kita mengukur tinggi badan, seperti tidak kunjung tinggi dan akhirnya merasa tidak berhasil tinggi, menyerah dan stress. Begitu pula jika para guru dan orang tua menilai anak unik ini dari satu sudut pandang saja akan terlihat perkembangan yang lambat setiap harinya,” ujar Prof Suryani.
Karena itu, jika dilihat dari perkembangan lainnya anak unik telah mencapai perkembangan yang luar biasa di antaranya mereka disiplin belajar, semangat datang ke sekolah serta telah mengikuti berbagai acara berskala nasional dan internasional seperti ajang Inclusive World Dance Vision secara virtual ke Moscow dan disiarkan ke 40 negara peserta.
Tahun ini pun Yayasan Anak Unik telah mendaftarkan diri untuk ikut yang kedua kalinya di ajang yang sama, yang diselenggarakan setiap bulan Desember untuk memperingati Hari Disabilitas Internasional.
Sementara itu, ada yang unik pada saat pengumuman kelulusan di PKBM Widya Gupta, mereka tidak merayakan kelulusan dengan corat-coret, konvoi, ataupun merayakan di tempat mewah tetapi mengajak para orang tua anak unik, saudara kandung anak unik, perangkat desa, para guru serta undangan lainnya untuk mengikuti meditasi bersama di halaman sekolah.
Suasana begitu hening dan fokus saat meditasi berlangsung, bahkan ada beberapa orang tua terlihat menitikkan air mata tanda di dada mereka masih ada beban, rasa takut akan masa depan anaknya.
Setelah acara meditasi para orang tua diajak berdiskusi mengenai perkembangan anak-anak mereka dan mengajarkan agar para orang tua ini tegar, berani dan menerima keberadaan anak-anak mereka.
Mengajar dan mendidik anak berkebutuhan khusus memang tidak selalu mudah, dibutuhkan kesabaran ekstra dan kebesaran hati untuk menerima keberadaan anak-anak ini. Yayasan Anak Unik yang berdiri sejak tahun ajaran baru 2014 hingga saat ini telah mendidik anak berkebutuhan khusus tuna grahita atau keterbelakangan mental hingga puluhan orang.
Tentu bukan tugas mudah bagi seorang guru dalam mengajarkan materi pembelajaran, terlebih lagi di yayasan ini tidak saja peserta didik yang menjadi prioritas tetapi juga merangkul para orang tuanya agar ikhlas dan berlapang dada menerima keberadaan anak-anak mereka.
Jadi bisa dikatakan anak dan orang tua adalah satu paket, artinya ketika anak penyandang tuna grahita ini belajar setiap harinya di sekolah, para orang tua juga dibekali ilmu seperti mengadakan workshop, konseling serta pembinaan lainnya untuk mereka terapkan di rumah masing-masing sehinga apa yang disampaikan para guru di sekolah dilanjutkan oleh para orang tuanya di keluarga tersebut.
Sementara selaku pendiri PKBM Widya Gupta, Ni Gusti Putu Parmiti mengungkapkan bahwa PKBM Widya Gupta bermaksud memberikan solusi kepada warga masyarakat untuk menuntaskan pendidikan mulai pendidikan setara SD (Paket A), SMP (Paket B) dan SMA (Paket C).
“Pesertanya tidak dibatasi dari segi umur, strata sosial dan lain-lain, sepanjang mereka mampu menjangkau tempat ini mereka akan dilayani,” terang Parmiti
Ia menambahkan saat ini warga masyarakat yang mau mencari pekerjaan ataupun berniat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi tetapi terkendala belum memiliki ijazah sebagai salah satu persyaratan utama akhirnya memilih bergabung di rombongan belajar kejar paket di PKBM Widya Gupta yang memiliki motto ‘Menjangkau yang Tak Terjangkau, Melayani yang Tak Terlayani’. *adi
1
Komentar