Desa Kamasan Tuntaskan Ngodak dan Masupati Tapel Berusia Ratusan Tahun
SEMARAPURA, NusaBali.com - Akhirnya prosesi ngodak yang dilakukan krama Desa Kamasan, Kabupaten Klungkung sejak 21 Mei 2021 dituntaskan pada 23 Juni 2021.
Tuntasnya prosesi ngodak yang berlangsung selama sebulan itu bertepatan dengan hari Kajeng Kliwon dan langsung dilanjutkan dengan prosesi ngerajah (menuliskan huruf/aksara suci) dan masupati (memberikan taksu melalui prosesi upacara).
“Prosesi ngodak dan masupati tersebut adalah wujud bakti warga Desa Kamasan kepada sosok pelindung (sesuhunan) yang telah memberikan keselamatan dan kerahayuan kepada warga Desa Kamasan,” kata I Putu Eka Swastika, Prajuru/Kelian Pura Bale Batur, Desa Kamasan, Kabupaten Klungkung.
Dengan telah dilaksanakan prosesi ini, diharapkan segala kegiatan upacara piodalan dan kegiatan adat di Desa Kamasan dapat berjalan dengan lancar. “Dan kami berharap warga Desa Kamasan senantiasa dikaruniai kesehatan dan keselamatan dalam melaksanakan kewajiban sebagai umat Hindu di Bali,” kata I Putu Eka Swastika.
Prosesi ngodak sesuhunan ini adalah sebuah kegiatan adat umat Hindu di Bali di mana warga desa yang memiliki sesuhunan (sosok yang diusung di sebuah pura dan biasanya disimbolkan menggunakan tapel/topeng dan barong) akan melaksanakan kegiatan pembenahan (ngodak) dalam waktu kurun tertentu.
“Prosesi ngodak dan masupati tersebut adalah wujud bakti warga Desa Kamasan kepada sosok pelindung (sesuhunan) yang telah memberikan keselamatan dan kerahayuan kepada warga Desa Kamasan,” kata I Putu Eka Swastika, Prajuru/Kelian Pura Bale Batur, Desa Kamasan, Kabupaten Klungkung.
Dengan telah dilaksanakan prosesi ini, diharapkan segala kegiatan upacara piodalan dan kegiatan adat di Desa Kamasan dapat berjalan dengan lancar. “Dan kami berharap warga Desa Kamasan senantiasa dikaruniai kesehatan dan keselamatan dalam melaksanakan kewajiban sebagai umat Hindu di Bali,” kata I Putu Eka Swastika.
Prosesi ngodak sesuhunan ini adalah sebuah kegiatan adat umat Hindu di Bali di mana warga desa yang memiliki sesuhunan (sosok yang diusung di sebuah pura dan biasanya disimbolkan menggunakan tapel/topeng dan barong) akan melaksanakan kegiatan pembenahan (ngodak) dalam waktu kurun tertentu.
Prosesi ngodak yang dilakukan adalah membenahi tapel sesuhunan atau barong berbahan kayu. Dan dikarenakan usia kayu yang semakin menua, maka wujud tapel mengalami perubahan warna hingga muncul retakan.
“Pada saat itulah warga yang memiliki sesuhunan harus menentukan hari baik dan melakukan prosesi ngodak untuk membenahi warna dan wujud dari topeng sesuhunan tersebut,” ujar I Nyoman Selamat, yang bertugas melaksanakan prosesi ngodak di Pura Bale Batu, Desa Kamasan, Kabupaten Klungkung.
Tantangan dalam prosesi ini, kata Selamat, adalah kondisi kayu yang sudah berumur puluhan hingga ratusan tahun. “Apalagi sesuhunan di sini kayunya sudah ratusan tahun. Jadi wajar saja mengalami sedikit retakan, maka dari itu proses awal ngodak yakni menghilangkan warna awal dari tapel sesuhunan, dengan cara mengamplas, lalu memperbaiki retakan-retakan dengan lem khusus, kemudian diberikan warna dasar sedikit demi sedikit,” ujar pria asal Desa Puaya, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar ini.
Proses ngodak pada material yang sudah tua juga terkendala dengan daya serap kayu yang berkurang, sehingga prosesi pewarnaan akan membutuhkan waktu yang lama karena warna harus ditumpuk berkali-kali agar mendapatkan hasil yang maksimal.
Sesuai permintaan, warga Desa Kamasan ingin penggunaan warna alami Bali. “Dari segi bahan baku warna, ada beberapa warna yang sudah mengalami perubahan bentuk. Dulu ada beberapa warna yang masih bersifat batangan (padat), namun saat ini berbentuk bubuk. Jadi di sanalah kami tim ngodak yang berjumlah empat orang melakukan penyesuaian bahan baku,” ungkap Selamat.
Durasi yang dibutuhkan dalam prosesi ngodak yakni satu bulan. Hal tersebut disebabkan prosesi ngodak harus dilakukan dengan sangat teliti, mengingat tapel sesuhunan tersebut bersifat sakral dan disucikan oleh para penyungsung atau warga setempat.
Krama Desa Kamasan sendiri dikenal piawai dalam kegiatan berkesenian. Karena seperti diketahui, Desa Kamasan terkenal dengan lukisan wayang tradisional khas Kamasan. “Hal tersebut juga yang membantu kami sebagai tim dalam prosesi ngodak sesuhunan ini,” kata Selamet.
Adapun pelawatan (nama) sesuhunan dalam prosesi ngodak dan masupati ini yakni sosok rangda (Ratu Nini), barong (Ratu Lingsir), Ari Sugriwa dan Raka Subali.
“Pura Bale Batur ini merupakan Pura Kahyangan Desa, yang disungsung oleh kurang lebih 300 kepala keluarga yang berasal dari Banjar Sangging dan Pande Mas, Desa Kamasan, Kabupaten Klungkung. Seingat saya sesuhunan di sini sudah beberapa kali melalui prosesi ngodak, yakni di tahun 1991 dan 2003, dari dulu memang menggunakan warna tradisional sebagai wujud pelestarian budaya karena Desa Kamasan sendiri yang terkenal dengan lukisan wayang Kamasannya mempertahankan ciri khas tersebut,” kata Selamat. *rma
1
Komentar