OBH KPPA Buka Pos Pelayanan Konseling
Tingginya Kasus Perceraian di Karangasem
AMLAPURA, NusaBali
Organisasi Bantuan Hukum Kelompok Peduli Perempuan dan Anak (OBH KPPA) Karangasem buka pos pelayanan konseling untuk mencegah perceraian di rumah tangga.
Dari catatan OBH KPPA, kasus perceraian sejak pandemi Covid-19 sangat banyak. Pada Januari-Juni tercatat 80 pasangan bercerai telah diputus Pengadilan Negeri Amlapura. Belum lagi daftar tunggu 20 kasus perceraian. Kebanyakan istri mengajukan gugatan cerai karena suaminya tidak punya pemasukan.
Pendiri OBH KPPA Karangasem, Ni Nyoman Suparni, membuka pos pelayanan konseling untuk memberikan bimbingan dan konseling guna mencegah terjadinya perceraian. Sebanyak 80 kasus perceraian yang telah diputus PN Amlapura selama Januari-Juni yang ditanganinya, lebih banyak istri menggugat karena suami tidak lagi kerja, kesulitan berikan nafkah. “Rata-rata penyebabnya faktor sosial, di rumah tangga rentan terjadi ketersinggungan karena tidak adanya biaya hidup,” ungkap Nyoman Suparni di Sekretariat OBH KPPA Karangasem, Lingkungan Jasri Tengah, Kelurahan Subagan, Kecamatan Karangasem, Jumat (25/6)
Nyoman Suparni mengungkapkan, mereka yang telah bercerai itu ada pasangan suami istri baru menikah enam bulan, istri berumur 20 tahun. Ada juga bercerai telah berusia 60 tahun. “Tak hanya perceraian yang marak, juga rawan terjadi KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) dan kasus bunuh diri,” katanya. OBH KPPA menyarankan agar ada teman curhat, kedua pihak bisa memahami situasi yang sangat susah, sehingga membatalkan niatnya bercerai. Jika keduanya saling menahan diri, harapannya ada solusi untuk berusaha mencari pendapatan untuk menyambung hidup. “Jika belum bisa hidup serumah dengan suami, OBH KPPA bersedia menampung sementara dengan harapan agar rujuk kembali,” ungkap Suparni.
Ketua PN Amlapura I Wayan Suarta saat dikonfirmasi mengaku masih ada acara di Pengadilan Tinggi Denpasar. “Silakan hubungi Humas PN Amlapura,” pintanya. Humas PN Amlapura, Cok Gde Suryalaksana mengakui kasus perceraian cukup banyak, lebih banyak dibandingkan kasus-kasus lainnya. Hal itu diketahui dari jadwal sidang yang didominasi kasus perceraian. “Hanya saja, saya belum menghitung berapa jumlah kasus perceraian sebelum pandemi Covid-19 dibandingkan dengan masa pandemi Covid-19,” ungkap Cok Gde Suryalaksana. *k16
1
Komentar