Khawatir Kerusakan Hutan Makin Masif dan Menjaga Nilai-nilai Leluhur
Krama Adat Catur Desa Dalem Tamblingan Memohonkan Kembali Pengelolaan Hutan
Wilayah Alas Mertasari Dalem Tamblingan yang dimohonkan untuk dikelola adat seluas 1.312 hektare, yang meliputi hutan dan Danau Tamblingan.
SINGARAJA, NusaBali
Krama Adat Catur Desa Dalem Tamblingan yang terdiri dari Desa Munduk, Desa Gobleg, Desa Gesing di Kecamatan Banjar dan Desa Umajero di Kecamatan Busungbiu, Buleleng, kembali memohonkan pengelolaan hutan kepada pemerintah pusat. Permohonan pengelolaan hutan catur desa yang dinamai Alas Merta Jati Dalem Tamblingan itu, karena muncul kekhawatiran kerusakan hutan yang lebih masif, setelah terjadi degradasi dengan berbagai kerusakan hingga musnahnya satwa endemik.
Ketua Tim Sembilan Catur Desa Dalem Tamblingan, Putu Ardana usai peluncuran Program Desa Wana Edukasi di kawasan Danau Tamblingan, Sabtu (26/6) mengatakan permohonan pengelolaan hutan catur desa ini sebenarnya sudah dilakukan dua tahun yang lalu. Hanya saja pengusulan yang memerlukan penetapan pengakuan keberadaan krama adat catur desa melalui SK Bupati terkendala regulasi kelengkapan administrasi, sehingga buntu.
Namun krama catur desa tak mau menyerah dan kemudian melanjutkan perjuangannya datang langsung ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI pada Februari 2021 lalu. “Pengusulan ke KLHK itu kami buat skema kerjasama empat desa adat, kemudian bersama memohon hutan ini menjadi hutan desa adat. Kelengkapan administrasinya sudah kami lengkapi semua termasuk peta kawasan hutan yang juga kami buat serius dengan menggandeng Yayasan Wisnu. Kementerian sangat merespon, sementara masih kurang tandatangan Bupati Buleleng saja, karena kemarin saat kami mintakan TTD ditangani Asisten I, di sana buntu,” kata Ardana yang juga mantan Bendesa Adat Munduk ini.
Dia pun menegaskan kembali Catur Desa Dalem Tamblingan ingin mengambil alih pengelolaan hutan yang saat ini berstatus hutan negara, hanya karena alasan sederhana menjaga nilai-nilai leluhur. Wilayah Alas Mertasari Dalem Tamblingan yang dimohonkan untuk dikelola adat seluas 1.312 hektare, yang meliputi hutan dan Danau Tamblingan. Kawasan hulu Buleleng ini memang sejak dulu disucikan krama catur desa. Mereka mempercayai keberadaan hutan catur desa merupakan sumber kehidupan mereka karena berfungsi menjaga suplai air danau yang menjadi obat kehidupan.
“Kami hanya ingin menjaga nilai leluhur kami yang memuliakan air dan hutan ini sebagai sumber kehidupan. Beda dengan motif permohonan hutan desa lainnya yang mengarah ke motif ekonomi,” ucap dia. Terlebih menurut tokoh dan pengerajeg catur desa hutan yang disucikan sudah mengalami degradasi. Mulai dari pembalakan liar, banyak pohon yang ditebang. Krama catur desa pun tak bisa berbuat banyak, karena tak memiliki legal standing untuk mencegah perusakan hutan.
Kerusakan hutan juga diklaim Ardana sudah terjadi sejak puluhan tahun lalu. Bahkan salah satu flora endemik berupa Anggrek Tricolor Tamblingan, sudah tak ditemukan lagi saat ini, karena habis diburu. Kerusakan hutan ini pun menurutnya juga mulai berdampak pada air Danau Tamblingan yang menjadi sumber air wilayah Buleleng tengah dan juga beberapa wilayah Kabupaten Tabanan. Penurunan air danau sejak delapan bulan terakhir terjadi setinggi 4 meter.
Ardana pun mengatakan jika ke depannya catur desa dapat memenuhi kekurangan administrasi yang diperlukan, skema pengelolaan hutan adat itu pun sudah dirancang dengan matang. Pengelolaan Alas Mertajati akan dilakukan oleh 6 divisi yang dibentuk catur desa yang disebut Baga Raksa Alas Mertajati. Divisi Jaga Baya khusus menjaga keamanan hutan, divisi ekonomi dan konservasi,
Sementara itu Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana diwakili oleh Asisten Ekonomi dan Pembangunan Ni Made Rousmini dalam sambutannya mengatakan pemerintah daerah dalam upaya merespon permohonan pengelolaan hutan menjadi hutan adat sangat diapresiasi Bupati Agus Suradnyana. “Saya sepakat dengan semangat memelihara air, tanah dan alam ini, sebagai fungsi hutan sangat vital sebagai sumber kehidupan sejati yang harus tetap dijaga dan dilestarikan,” kata Rousmini membacakan sambutan Bupati Buleleng.
Terkait dengan kendala adminstrasi yang masih dialami masyarakat Catur Desa Dalem Tamblingan, mantan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Buleleng ini mengaku akan segera berkoordinasi kepada bupati. “Nanti akan kami sampaikan kendala yang dihadapi masyarakat catur desa dalam upaya permohonan pengelolaan hutan menjadi hutan desa adat. Ini akan kami cek kembali di mana tersumbatnya,” jawab Rousmini.
Sedangkan Ketua DPRD Buleleng, Gede Supriatna yang hadir dalam acara tersebut mengatakan dewan dan pemerintah sejauh ini sangat berkomitmen dan sepakat soal konservasi. Hal tersebut dimunculkan dengan disterilkannya kawasan Danau Tamblingan sebagai kawasan yang disucikan oleh masyarakat catur desa. “Kalau saya dari DPRD simpel saja. Sepanjang hal yang tujuannya positif, apalagi urusan konservasi pasti akan kami dukung. Harapannya dari apa yang masih menjadi kendala agar segera dicarikan jalan keluar oleh Pemkab dan dinas terkait. Sehingga keinginan masyarakat catur desa ini bisa terealisasi,” kata Supriatna yang juga Sekretaris DPC PDIP Buleleng ini. *k23
Ketua Tim Sembilan Catur Desa Dalem Tamblingan, Putu Ardana usai peluncuran Program Desa Wana Edukasi di kawasan Danau Tamblingan, Sabtu (26/6) mengatakan permohonan pengelolaan hutan catur desa ini sebenarnya sudah dilakukan dua tahun yang lalu. Hanya saja pengusulan yang memerlukan penetapan pengakuan keberadaan krama adat catur desa melalui SK Bupati terkendala regulasi kelengkapan administrasi, sehingga buntu.
Namun krama catur desa tak mau menyerah dan kemudian melanjutkan perjuangannya datang langsung ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI pada Februari 2021 lalu. “Pengusulan ke KLHK itu kami buat skema kerjasama empat desa adat, kemudian bersama memohon hutan ini menjadi hutan desa adat. Kelengkapan administrasinya sudah kami lengkapi semua termasuk peta kawasan hutan yang juga kami buat serius dengan menggandeng Yayasan Wisnu. Kementerian sangat merespon, sementara masih kurang tandatangan Bupati Buleleng saja, karena kemarin saat kami mintakan TTD ditangani Asisten I, di sana buntu,” kata Ardana yang juga mantan Bendesa Adat Munduk ini.
Dia pun menegaskan kembali Catur Desa Dalem Tamblingan ingin mengambil alih pengelolaan hutan yang saat ini berstatus hutan negara, hanya karena alasan sederhana menjaga nilai-nilai leluhur. Wilayah Alas Mertasari Dalem Tamblingan yang dimohonkan untuk dikelola adat seluas 1.312 hektare, yang meliputi hutan dan Danau Tamblingan. Kawasan hulu Buleleng ini memang sejak dulu disucikan krama catur desa. Mereka mempercayai keberadaan hutan catur desa merupakan sumber kehidupan mereka karena berfungsi menjaga suplai air danau yang menjadi obat kehidupan.
“Kami hanya ingin menjaga nilai leluhur kami yang memuliakan air dan hutan ini sebagai sumber kehidupan. Beda dengan motif permohonan hutan desa lainnya yang mengarah ke motif ekonomi,” ucap dia. Terlebih menurut tokoh dan pengerajeg catur desa hutan yang disucikan sudah mengalami degradasi. Mulai dari pembalakan liar, banyak pohon yang ditebang. Krama catur desa pun tak bisa berbuat banyak, karena tak memiliki legal standing untuk mencegah perusakan hutan.
Kerusakan hutan juga diklaim Ardana sudah terjadi sejak puluhan tahun lalu. Bahkan salah satu flora endemik berupa Anggrek Tricolor Tamblingan, sudah tak ditemukan lagi saat ini, karena habis diburu. Kerusakan hutan ini pun menurutnya juga mulai berdampak pada air Danau Tamblingan yang menjadi sumber air wilayah Buleleng tengah dan juga beberapa wilayah Kabupaten Tabanan. Penurunan air danau sejak delapan bulan terakhir terjadi setinggi 4 meter.
Ardana pun mengatakan jika ke depannya catur desa dapat memenuhi kekurangan administrasi yang diperlukan, skema pengelolaan hutan adat itu pun sudah dirancang dengan matang. Pengelolaan Alas Mertajati akan dilakukan oleh 6 divisi yang dibentuk catur desa yang disebut Baga Raksa Alas Mertajati. Divisi Jaga Baya khusus menjaga keamanan hutan, divisi ekonomi dan konservasi,
Sementara itu Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana diwakili oleh Asisten Ekonomi dan Pembangunan Ni Made Rousmini dalam sambutannya mengatakan pemerintah daerah dalam upaya merespon permohonan pengelolaan hutan menjadi hutan adat sangat diapresiasi Bupati Agus Suradnyana. “Saya sepakat dengan semangat memelihara air, tanah dan alam ini, sebagai fungsi hutan sangat vital sebagai sumber kehidupan sejati yang harus tetap dijaga dan dilestarikan,” kata Rousmini membacakan sambutan Bupati Buleleng.
Terkait dengan kendala adminstrasi yang masih dialami masyarakat Catur Desa Dalem Tamblingan, mantan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Buleleng ini mengaku akan segera berkoordinasi kepada bupati. “Nanti akan kami sampaikan kendala yang dihadapi masyarakat catur desa dalam upaya permohonan pengelolaan hutan menjadi hutan desa adat. Ini akan kami cek kembali di mana tersumbatnya,” jawab Rousmini.
Sedangkan Ketua DPRD Buleleng, Gede Supriatna yang hadir dalam acara tersebut mengatakan dewan dan pemerintah sejauh ini sangat berkomitmen dan sepakat soal konservasi. Hal tersebut dimunculkan dengan disterilkannya kawasan Danau Tamblingan sebagai kawasan yang disucikan oleh masyarakat catur desa. “Kalau saya dari DPRD simpel saja. Sepanjang hal yang tujuannya positif, apalagi urusan konservasi pasti akan kami dukung. Harapannya dari apa yang masih menjadi kendala agar segera dicarikan jalan keluar oleh Pemkab dan dinas terkait. Sehingga keinginan masyarakat catur desa ini bisa terealisasi,” kata Supriatna yang juga Sekretaris DPC PDIP Buleleng ini. *k23
Komentar