Air Danau Buyan-Danau Tamblingan Surut 200 Meter
SINGARAJA, NusaBali
Dua danau kembar di Kabupaten Buleleng, yakni Danau Buyan (di Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada) dan Danau Tamblingan (di Desa Munduk, Kecamatan Banjar) mengalami penyurutan cukup drastis.
Selama 8 bulan terakhir, air di Danau Buyan dan Danau Tamblingan surut sejauh 200 meter dari daratan.
Ketua Bendega Adat Dalem Tamblingan, Kadek Andi Restawan, mengatakan surutnya air Danau Tamblingan sudah terjadi sejak 8 bulan lalu, tepatnya Oktober 2020. Menurut Kadek Andi, kemarau panjang tahun 2020 dan intensitas hujan yang tidak terlalu tinggi, membuat ketersediaan air danau berkurang secara alami. Hal yang sama juga terjadi di Danau Buyan, yang posisinya di sebelah timur Danau Tamblingan.
“Kalau dihitung dari daratan, air danau sudah mundur ke sejauh 200 meter. Kalau ketinggiannya, air danau berkurang sekitar 4 meter. Ini cukup tinggi surutnya dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Setiap tahun memang selalu surut saat musim kemarau, tetapi saat musim hujan biasanya permukaan air danau naik lagi,” papar Kadek Andi kepada NusaBali, Minggu (27/6).
Kadek Andi menduga kondisi surutnya air danau cukup drastis ini juga terjadi akibat dampak kerusakan hutan di Catur Desa Dalem Tamblimnga, karena pembalakan liar. Catur Desa Dalem Tamblingan ini meliputi Desa Munduk (Kecamatan Banjar), Desa Gobleg (Kecamatan Banjar), Desa Gesing (Kecamatan Banjar), dan Desa Umejero (Kecamatan Busungbiu).
Kadek Andi memaparkan, pada tahun 2011 kedalaman air Danau Tamblingan diukur mencapai 72 meter. Sedangkan tahun 2021 ini kedalaman airnya hanya 38 meter. Pendangkalan juga menjadi permasalaha yang komplek, yang mengancam ketersediaan air untuk masyarakat Buleleng. “Kalau pendangkalan kemungkinan terjadi karena ada banjir-banjir bandang tahun sebelumnya (sehingga terjadi pengen-dapan, Red),” terang Kadek Andi.
Permasalahan lainnya, kata Kadek Andi, populasi ikan yang menjadi sumber penghasilan masyarakat sekitar Danau Tamblingan juga sudah sangat sedikit. Ikan mujair yang biasa dijala belasan bendega secara turun-temurun, saat ini nyaris tidak ditemukan lagi. Versi Kadek Andi, ikan mujair di Danau Tamblingan habis dimakan predator seperti ikan zebra.
“Kalau bisa, harapan kami ada penebaran bibit ikan mujair dan kakap. Sudah lama sekali tidak ada penebaran benih ikan di Danau Tamblingan. Terakhir, ada tebar benih ikan lele, 2 tahun lalu. Kalau nanti ada, jangan ikan lele yang ditebar. Sebab, lele ternyata memangsa ikan-ikan kecil,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Buleleng, I Gede Melanderat, mengaku belum mengetahui pasti penurunan air Danau Tamblingan dan Danau Buyan. Namun, kondisi penurunan debit air Danau Buyan dan Danau Tamblingan selama ini memang sering terjadi saat musim kemarau.
"Kalau penurunan air danau selalu terjadi setiap musim kemarau. Tapi, kalau tahun ini disebut ketinggian air danau turun sampai 4 meter, kami belum dapat pastikan itu, karena belum ada pengecekan khusus," ujar Melanderat saat dikonfirmasi NusaBali terpisah di Singaraja, Minggu kemarin.
Mantan Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Buleleng ini menyebutkan, wilayah hutan dan danau yang ada Buleleng adalah kewenangan Dinas Kehutanan Provinsi Bali dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Meski demikian, Dinas Lingkungan Hidup Buleleng tetap akan menurunkan tim untuk pengecekan langsung ke Danau Tamblingan dan Danau Buyanj. Kemudian. ini akan ditin-daklanjuti sebagai bahan pelaporan ke instansi berwenang.
Ditanya soal pendangkalan danau, menurut Melanderat, itu akibat sedimentasi (pengendapan) yang dibawa oleh banjir di daerah puncak. Sebelumnya, Danau Buyan sempat mendapatkan program pengerukan sedimentasi oleh Balai Wilayah Sungai Bali-Penida tahun 2017 lalu.
Untuk saat ini, penanganan sedimentasi oleh pemerintah, Danau Buyan dan Danau Tamblingan masuk prioritas kedua setelah Danau Batur di Kintamani, Bangli. "Kewenangan kami di kabupaten hanya sebatas melaporkan. Kalau penangana sidimentasinya, ada di pemerintah pusat," tandas birokrat asal Desa/Kecamatan Kubutambahan, Buleleng ini. *k23
“Kalau dihitung dari daratan, air danau sudah mundur ke sejauh 200 meter. Kalau ketinggiannya, air danau berkurang sekitar 4 meter. Ini cukup tinggi surutnya dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Setiap tahun memang selalu surut saat musim kemarau, tetapi saat musim hujan biasanya permukaan air danau naik lagi,” papar Kadek Andi kepada NusaBali, Minggu (27/6).
Kadek Andi menduga kondisi surutnya air danau cukup drastis ini juga terjadi akibat dampak kerusakan hutan di Catur Desa Dalem Tamblimnga, karena pembalakan liar. Catur Desa Dalem Tamblingan ini meliputi Desa Munduk (Kecamatan Banjar), Desa Gobleg (Kecamatan Banjar), Desa Gesing (Kecamatan Banjar), dan Desa Umejero (Kecamatan Busungbiu).
Kadek Andi memaparkan, pada tahun 2011 kedalaman air Danau Tamblingan diukur mencapai 72 meter. Sedangkan tahun 2021 ini kedalaman airnya hanya 38 meter. Pendangkalan juga menjadi permasalaha yang komplek, yang mengancam ketersediaan air untuk masyarakat Buleleng. “Kalau pendangkalan kemungkinan terjadi karena ada banjir-banjir bandang tahun sebelumnya (sehingga terjadi pengen-dapan, Red),” terang Kadek Andi.
Permasalahan lainnya, kata Kadek Andi, populasi ikan yang menjadi sumber penghasilan masyarakat sekitar Danau Tamblingan juga sudah sangat sedikit. Ikan mujair yang biasa dijala belasan bendega secara turun-temurun, saat ini nyaris tidak ditemukan lagi. Versi Kadek Andi, ikan mujair di Danau Tamblingan habis dimakan predator seperti ikan zebra.
“Kalau bisa, harapan kami ada penebaran bibit ikan mujair dan kakap. Sudah lama sekali tidak ada penebaran benih ikan di Danau Tamblingan. Terakhir, ada tebar benih ikan lele, 2 tahun lalu. Kalau nanti ada, jangan ikan lele yang ditebar. Sebab, lele ternyata memangsa ikan-ikan kecil,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Buleleng, I Gede Melanderat, mengaku belum mengetahui pasti penurunan air Danau Tamblingan dan Danau Buyan. Namun, kondisi penurunan debit air Danau Buyan dan Danau Tamblingan selama ini memang sering terjadi saat musim kemarau.
"Kalau penurunan air danau selalu terjadi setiap musim kemarau. Tapi, kalau tahun ini disebut ketinggian air danau turun sampai 4 meter, kami belum dapat pastikan itu, karena belum ada pengecekan khusus," ujar Melanderat saat dikonfirmasi NusaBali terpisah di Singaraja, Minggu kemarin.
Mantan Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Buleleng ini menyebutkan, wilayah hutan dan danau yang ada Buleleng adalah kewenangan Dinas Kehutanan Provinsi Bali dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Meski demikian, Dinas Lingkungan Hidup Buleleng tetap akan menurunkan tim untuk pengecekan langsung ke Danau Tamblingan dan Danau Buyanj. Kemudian. ini akan ditin-daklanjuti sebagai bahan pelaporan ke instansi berwenang.
Ditanya soal pendangkalan danau, menurut Melanderat, itu akibat sedimentasi (pengendapan) yang dibawa oleh banjir di daerah puncak. Sebelumnya, Danau Buyan sempat mendapatkan program pengerukan sedimentasi oleh Balai Wilayah Sungai Bali-Penida tahun 2017 lalu.
Untuk saat ini, penanganan sedimentasi oleh pemerintah, Danau Buyan dan Danau Tamblingan masuk prioritas kedua setelah Danau Batur di Kintamani, Bangli. "Kewenangan kami di kabupaten hanya sebatas melaporkan. Kalau penangana sidimentasinya, ada di pemerintah pusat," tandas birokrat asal Desa/Kecamatan Kubutambahan, Buleleng ini. *k23
Komentar