Hakim Gelar Sidang di Tanah Sengketa
DENPASAR, NusaBali
Majelis hakim pimpinan Kony Hartanto menggelar sidang pemeriksaan setempat dengan mendatangi objek perkara seluas 2,5 hektar di Jalan Poh Gading, Banjar Peraduan, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung pada Senin (28/6) pukul 10.00 Wita.
Perkara perdata antara penggugat I Made Jabrug dkk melawan tergugat I Nyoman Muk dkk ini merupakan kelanjutan perkara sebelumnya. Dimana penggugat sudah melaporkan secara pidana 14 warga yang mengaku sebagai pemilik lahan sengketa seluas 2,5 hektar tersebut.
Kuasa hukum penggugat, I Nyoman Sujana dkk mengatakan kedatangan hakim untuk mengecek tanah yang disengketakan benar-benar ada dan milik kliennya dari keturunan Pekak Bir. "Pekak Bir itu tidak memiliki saudara kandung dan merajannya dari keturunan binoh. Sedangkan pihak lawan yang mengaku bersaudara dengan Pekak Bir dari soroh belong. Jadi, mereka beda dadia, tapi didalilkan milik mereka. Padahal, hak dan kewajiban tidak pernah dilaksanakan," tegasnya.
Dijelaskan, sebelumnya kliennya sempat digugat pada 2014 lalu oleh sekelompok warga yang mengaku sebagai pemilik tanah. Hasilnya, pada 2019 lalu turun putusan Mahmakah Agung (MA) yang memenangkan penggugat yang sebenarnya tidak memiliki hak sama sekali dengan tanah tersebut.
Sujana menilai putusan Mahkamah Agung yang memenangkan lawan kliennya ada unsur kekhilafan. Sehingga pihaknya kembali mengajukan gugatan ke PN Denpasar. "Ada sesuatu tidak benar terkait surat yang diajukan pihak lawan. Karena kami terbentur tentang saksi yang mengetahui dari orang tua Pekak Bir tidak ada sehingga perkara pidana tidak bisa dilanjutkan, sehinga kami matia-matian membuktikan bahwa perkara dari segi perdata penguasaan turun temurun tidak ada keberatan dan melebih dari 60 tahun," tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, 14 orang warga dilaporkan ke Polresta Denpasar atas dugaan pemalsuan silsilah keluarga untuk mendapat warisan tanah seluas 2 hektar lebih. Tanah yang diklaim kelompok terlapor milik almarhum Pekak Bir. “Almarhum merupakan kakek buyut saya dari keturunan Soroh Binoh. Sedangkan 14 orang terlapor dari Soroh Belong. Jadi, tidak ada hubungan darah sama sekali, hanya tinggalnya masih dalam satu lingkungan di Perarudan, Jimbaran,” ujar I Wayan Sudana yang merupakan salah satu penggugat dalam perkara perdata ini.
Pekak Bir meninggal tahun 1959 dan memiliki anak tunggal, Ni Wayan Gubreg menikah dengan I Wayan Renteng. Keduanya juga meninggal tahun 2013 dan dikaruniai enam orang anak, yakni Ni Wayan Jabrig, I Made Jabrig, Ni Nyoman Jabreg (alm), I Ketut Nambreg (alm), I Wayan Nambrig, dan I Made Karma. " Semua nama-nama itu tercatat dengan jelas di desa dan kecamatan," bebernya.
Sementara, kelompok terlapor merekayasa silsilah seakan-akan tanah tersebut diwariskan Nang Lekus kepada Pekak Bir. “Nang Lekus diklaim sebagai orang tua dari Pekak Bir. Namun, semuanya itu hanya rekayasa karena tidak ada dalam catatan aparat desa,"ungkapnya.
Pembuatan silsilah palsu terungkap saat dikakukan pengukuran tanah untuk pembuatan sertifikat tahun 2014. Pihak terlapor melakukan penghadangan. I Wayan Sudana bersama saudaranya I Made Buda dan I Ketut Surna menempuh upaya hukum secara perdata ke Pengadilan Negeri Denpasar pada Mei 2014. "Kami menang dalam gugatan di PN Denpasar. Kemudian, mereka mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bali dan dikabulkan. Kami menempuh jalur kasasi dan MA menguatkan putusan Pengadilan Tinggi. Peninjauan Kembali (PK) juga ditolak," bebernya. *rez
Komentar