Mal Tutup, Pukulan Berat bagi Pengusaha
JAKARTA, NusaBali
Pengelola pusat perbelanjaan modern menilai kebijakan penutupan mal selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat menjadi pukulan berat pengusaha.
Pasalnya, penutupan mal dikhawatirkan membuat penyewa (tenant) hengkang karena tidak ada pengunjung. "Ini satu pukulan buat kami, kaget kami. Mestinya jam 17.00 atau jam berapa kami masih mengerti. Kalau tutup total bagaimana dong, penyewa kami juga tidak bisa bertahan kalau begini caranya," ujar Dewan Pembina Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Stefanus Ridwan seperti dilansir CNNIndonesia.com, Kamis (1/7).
Ia mempertanyakan kebijakan pemerintah menutup mal padahal pengelola sudah memberlakukan protokol kesehatan bagi pekerja dan pengunjung. Menurutnya, mal bukanlah sumber penyebaran covid-19 lantaran pengunjungnya pun sedikit.
"Mestinya sebelum putusin apa-apa (pemerintah) lihat dong situasi di mal seperti apa, di tempat lain seperti apa. Sebetulnya yang membuat covid-19 ini naik itu mal atau di tempat lain, saya kira itu perlu sekali dilihat, jangan cuma kalau apa-apa yang salah mal," imbuhnya.
Terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Aprindo Roy Nicholas Mandey meminta pemerintah memperjelas aturan bagi supermarket dan hypermarket yang berada di dalam mal jika nantinya harus tutup selama PPKM darurat.
Ia mengingatkan mayoritas supermarket dan hypermarket yang menjual kebutuhan sehari-hari masyarakat berada di dalam mal.
"Jumlah supermarket dan hypermarket yang di luar mal itu paling 10 persen, sedangkan 90 persen ada di dalam mal," tuturnya.
Dalam dokumen Panduan Implementasi Pengetatan Aktivitas Masyarakat pada PPKM Darurat di Provinsi-Provinsi di Jawa Bali, pemerintah membatasi jam operasional supermarket, pasar tradisional, toko kelontong, dan pasar swalayan yang menjual kebutuhan sehari-hari sampai pukul 20.00 waktu setempat.
Selain itu, kapasitas pengunjung juga dibatasi 50 persen. Sementara, pusat perbelanjaan tutup. Roy menilai aturan tersebut bisa menjadi multitafsir khususnya di daerah.
Menurut Roy, pemerintah hendaknya memperbolehkan supermarket dan hypermarket yang berada di mal tetap beroperasi meskipun terbatas.
"Kami minta definisi yang jelas, toko swalayan dibuka sampai jam 20.00 dengan kapasitas pengunjung 50 persen. Nah bagaimana dengan toko swalayan di dalam mal, sementara di poin berikutnya pusat belanja ditutup, kami minta kepastian," ujarnya.
Secara umum, ia menilai hendaknya pemerintah masih memperbolehkan mal tetap beroperasi meskipun terbatas. Pasalnya, sejumlah pelaku UMKM juga menggantungkan pendapatan mereka operasional mal.
"Kemudian di dalam mal ada UMKM yang dibantu pemerintah. Berarti kan sia-sia bantuan kepada UMKM karena dagangannya justru ditutup," ucapnya.
Sementara itu, Ketua Umum APPBI Alphonzus Widjaja masih menunggu pengumuman resmi aturan operasional mal dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.*
Ia mempertanyakan kebijakan pemerintah menutup mal padahal pengelola sudah memberlakukan protokol kesehatan bagi pekerja dan pengunjung. Menurutnya, mal bukanlah sumber penyebaran covid-19 lantaran pengunjungnya pun sedikit.
"Mestinya sebelum putusin apa-apa (pemerintah) lihat dong situasi di mal seperti apa, di tempat lain seperti apa. Sebetulnya yang membuat covid-19 ini naik itu mal atau di tempat lain, saya kira itu perlu sekali dilihat, jangan cuma kalau apa-apa yang salah mal," imbuhnya.
Terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Aprindo Roy Nicholas Mandey meminta pemerintah memperjelas aturan bagi supermarket dan hypermarket yang berada di dalam mal jika nantinya harus tutup selama PPKM darurat.
Ia mengingatkan mayoritas supermarket dan hypermarket yang menjual kebutuhan sehari-hari masyarakat berada di dalam mal.
"Jumlah supermarket dan hypermarket yang di luar mal itu paling 10 persen, sedangkan 90 persen ada di dalam mal," tuturnya.
Dalam dokumen Panduan Implementasi Pengetatan Aktivitas Masyarakat pada PPKM Darurat di Provinsi-Provinsi di Jawa Bali, pemerintah membatasi jam operasional supermarket, pasar tradisional, toko kelontong, dan pasar swalayan yang menjual kebutuhan sehari-hari sampai pukul 20.00 waktu setempat.
Selain itu, kapasitas pengunjung juga dibatasi 50 persen. Sementara, pusat perbelanjaan tutup. Roy menilai aturan tersebut bisa menjadi multitafsir khususnya di daerah.
Menurut Roy, pemerintah hendaknya memperbolehkan supermarket dan hypermarket yang berada di mal tetap beroperasi meskipun terbatas.
"Kami minta definisi yang jelas, toko swalayan dibuka sampai jam 20.00 dengan kapasitas pengunjung 50 persen. Nah bagaimana dengan toko swalayan di dalam mal, sementara di poin berikutnya pusat belanja ditutup, kami minta kepastian," ujarnya.
Secara umum, ia menilai hendaknya pemerintah masih memperbolehkan mal tetap beroperasi meskipun terbatas. Pasalnya, sejumlah pelaku UMKM juga menggantungkan pendapatan mereka operasional mal.
"Kemudian di dalam mal ada UMKM yang dibantu pemerintah. Berarti kan sia-sia bantuan kepada UMKM karena dagangannya justru ditutup," ucapnya.
Sementara itu, Ketua Umum APPBI Alphonzus Widjaja masih menunggu pengumuman resmi aturan operasional mal dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.*
1
Komentar