Dewa Putu Berata, Sosok yang Membuat Gamelan Bali Menembus Game PlayStation 5
GIANYAR, NusaBali.com - Game terbaru dari PlayStation 5 (PS5) memberi kebanggaan bagi Indonesia. Pada game berjudul Kena: Bridge of Spirits tersebut, terdengar lantunan gamelan Bali sebagai musiknya.
Sosok di balik gamelan itu ternyata berasal dari Ubud. Ya, pengisi gamelan game yang akan dirilis Agustus 2021 mendatang adalah Dewa Putu Berata (55), pemilik sekaligus pendiri Sanggar Cundamani di Pengosekan, Ubud, Gianyar.
Prestasinya di bidang seni musik gamelan Bali tidak saja ditorehkan di Bali saja, namun hingga level dunia. Saat umur 16 tahun dan masih menempuh pendidikan di Kokas (SMK 3 Sukawati), dia sudah aktif mengajar, terutama di daerah Pengosekan Ubud.
“Dengan umur yang terbilang masih remaja saya sudah mendapat tantangan untuk mengajar orang yang lebih tua dari saya, di sana mental saya terlatih untuk mengajar, hingga pada tahun 1997 saya mendirikan Sanggar Cundamani,” ungkapnya.
Sebelumnya pada tahun 1994 Dewa Putu Berata malah sudah aktif mengajar di luar negeri. “Di Amerika ada perkumpulan gamelan Bali yang terdiri dari warga Amerika, namanya Gamelan Sekar Jaya. Warga Amerika sendiri sejatinya memiliki ketertarikan kepada seni musik tradisional Bali khususnya gamelan Bali, dan keberadaan perkumpulan tersebut bertahan hingga saat ini,” ujarnya.
Soal mengisi musik game ‘Bridge of Spirits’ garapan EmberLab, Dewa Putu Berata berkolaborasi dengan komposer Jason Gallaty. “Tentunya sebagai seorang seniman dan pelaku seni gamelan Bali sangat bangga dapat bekerja sama dengan komposer berkelas internasional seperti Jason Gallaty,” ungkapnya.
Masuk ke dunia entertainment dunia juga bukan yang pertama bagi Dewa Putu Berata. Sebelumnya dia ditunjuk sebagai konsultan budaya untuk sebuah film Disney berjudul ‘Raya and the Las Dragon’ 2021 yang di dalamnya mencerminkan tata krama Asia Tenggara. Pihak Disney, ungkap Dewa Putu Berata, selama tiga tahun datang langsung ke Bali menemuinya untuk menjadi salah satu konsultan budaya pada filmnya.
Sementara itu terkait proyek mengisi musik gamelan dalam game ‘Bridge of Spirits’ ini sebenarnya sudah dikerjakan dari tiga tahun lalu. Penggarapan music game ini sangat panjang dan melibatkan seluruh anggota Sanggar Cundamani. “Sanggar Cundamani di setiap tahunnya memang rutin mengadakan istilahnya study tour ke Amerika untuk melakukan pertukaran pikiran, melakukan pertunjukan, dan melakukan kolaborasi antar komunitas gamelan Bali yang ada di Amerika,” kata Dewa Berata.
Dari awal berdirinya Sanggar Cundamani tidak mengenakan biaya sepeser pun untuk mereka yang ingin bergabung menjadi anggota sanggar. “Tujuan saya dari awal mendirikan sebuah sanggar seni adalah untuk mewariskan budaya Bali beserta tata kramanya ke generasi penerus Bali, khususnya di Pengosekan, Ubud. Selain itu Sanggar Cundamani juga turut aktif ‘ngayah’ ke berbagai acara kegiatan adat dan agama untuk mengisi gamelan pada suatu kegiatan upacara,” ujar Dewa Berata.
Dewa Putu Berata pun mengisahkan masa kecilnya yang penuh tantangan dan banyaknya uluran tangan yang telah diterimanya hingga mendapat pencapaian seperti saat ini. “Dulu sewaktu sekolah SMK, saya tidak punya uang untuk makan, namun petugas kantin secara cuma -cuma memberikan saya seporsi makanan, dan masih banyak lagi orang yang membantu saya hingga sekarang saya seperti saat ini. Dan hal itulah yang mendorong saya untuk membantu para generasi muda Bali sebagai wujud bakti saya kepada orang-orang yang telah berjasa di dalam hidup saya,” ungkapnya.
Dewa Putu Berata mengingatkan generasi muda Bali agar apapun yang dilakukan harus didasari rasa senang, tulus, gembira tanpa memikirkan hal yang lain di luar itu. “Jangan berharap apapun, bertujuanlah untuk membahagiakan atau membuat orang lain senang, maka rezeki atau hal-hal baik akan mengikuti setelahnya.”
Dia pun meminta tidak mengharapkan imbalan sebagai acuan untuk melakukan sesuatu, karena hal ini dinilai kurang baik, apalagi dalam visi untuk mewariskan seni budaya Bali kepada para generasi penerus. “Sesungguhnya hal ini sangatlah mulia, para generasi muda Bali harus menghargai budaya yang telah diwariskan karena memiliki makna dan filosofi yang baik,” kata Dewa Putu Berata.
Di dalam Sanggar Cundamani Dewa Putu Berata tidak hanya mengajarkan seni musik gamelan Bali, namun juga tari Bali, dan membuat kriya-kriya yang digunakan sebagai atribut pementasan. Tapi ada satu pesannya lagi, ”Yang harus diasah terlebih dahulu adalah tata krama dan perilaku.” *rma
1
Komentar