Bisnis Hotel di Bali Terjun Bebas
PPKM Darurat berlaku, banyak tamu memilih cancel atau pulang lebih awal
DENPASAR,NusaBali
Tingkat penghunian atau okupansi hotel di Bali merosot. Sebelumnya pada Mei-Juni okupansi sudah sampai 2 digit. Namun kini anjlok ke satu digit lagi. Hal tersebut seiring anjloknya kedatangan wisatawan domestik ke Bali, menyusul Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Jawa dan Bali sejak 3 Juli lalu. Kalangan hotel menyatakan bisnis hotel sudah terjun bebas.
Sang Putu Eka Pertama, salah seorang GM hotel di kawasan Kuta menuturkan, sebelum PPKM Darurat okupansi di hotelnya telah mencapai 25-30 persen. Kegiatan meeting terkait program Work from Bali (WFB) sudah lumayan membantu.
“Bahkan minggu lalu sebelum PPKM dimulai saya masih optimistis bisnis akan bergerak dengan WFB,” ujar pria asal Kedewatan, Ubud Gianyar ini.
Namun begitu PPKM diterapkan, okupansi langsung anjlok jadi 5 persen.”Jika dua bulan berturut-turut kemungkinan banyak hotel akan tutup lagi,” Eka Pertama.
I Wayan Bagiana, salah seorang chef hotel menyampaikan hal senada. Okupansi menurun 20 persen dari 35-40 persen pada Mei-Juni.
Pada periode Mei-Juni suasana hotel sudah menggeliat dan suasananya hidup. Tamu hotel hampir seluruhnya wisatawan domestik. “Jadi sudah sempat ada peningkatan,” ungkap Bagiana, asal Tabanan.
Menyusul penerapan PPKM Darurat, hunian hotel merosot. “Banyak yang cancel,” ungkap Bagiana.
Sementara tamu yang masih tinggal, memperpendek aktivitas mereka di luar. Pulang lebih dini. Malah ada yang lebih banyak hanya beraktivitas di hotel saja. “Yang jelas jumlah tamu berkurang,” kata Bagiana.
Wakil Ketua Dewan Pimpinan Pusat Indonesia Hotel General Manager Association (IHGMA) I Made Ramia Adnyana berharap pemerintah memberikan solusi terkait persoalan tersebut.
“Adakan kembali program padat karya supaya ada penghasilan,” ujar tokoh pariwisata asal Karangasem ini.
Solusi lain yang ditawarkan agar pelaku pariwisata di Bali mampu bertahan di tengah pandemi adalah dengan memberikan soft loan maupun BLT (bantuan langsung tunai).
Pelaku pariwisata sangat mendukung program pemerintah untuk menekan laju kasus positif Covid-19 melalui PPKM Darurat. Namun mereka meminta agar aspek ekonomi juga mendapat perhatian dari Pemerintah.
Menurut Ramia Adnyana, sebelum penerapan PPKM Darurat wisatawan domestik(wisdom) ke Bali pada periode Mei-Juni mencapai 8.000-9.000 perhari.
Namun jumlahnya melorot menjadi sekitar 2.000-an wisdom perhari setelah penerapan PPKM Darurat.”Merosot dalam, jelas berdampak terhadap penurunan okupansi,” jelas Ramia Adnyana yang juga Ketua Dewan Pimpinan Daerah Masyarakat Sadar Wisata (DPD MASATA) Bali.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali mencatat Mei lalu tingkat hunian hotel (berbintang) mencapai 10,35 persen. Sedang pada bulan April okupansi tercatat 10,09 persen. Sehingga dibanding April, okupansi pada bulan Mei mengalami kenaikan meskipun tipis sebesar 0,26 poin. *K17
Sang Putu Eka Pertama, salah seorang GM hotel di kawasan Kuta menuturkan, sebelum PPKM Darurat okupansi di hotelnya telah mencapai 25-30 persen. Kegiatan meeting terkait program Work from Bali (WFB) sudah lumayan membantu.
“Bahkan minggu lalu sebelum PPKM dimulai saya masih optimistis bisnis akan bergerak dengan WFB,” ujar pria asal Kedewatan, Ubud Gianyar ini.
Namun begitu PPKM diterapkan, okupansi langsung anjlok jadi 5 persen.”Jika dua bulan berturut-turut kemungkinan banyak hotel akan tutup lagi,” Eka Pertama.
I Wayan Bagiana, salah seorang chef hotel menyampaikan hal senada. Okupansi menurun 20 persen dari 35-40 persen pada Mei-Juni.
Pada periode Mei-Juni suasana hotel sudah menggeliat dan suasananya hidup. Tamu hotel hampir seluruhnya wisatawan domestik. “Jadi sudah sempat ada peningkatan,” ungkap Bagiana, asal Tabanan.
Menyusul penerapan PPKM Darurat, hunian hotel merosot. “Banyak yang cancel,” ungkap Bagiana.
Sementara tamu yang masih tinggal, memperpendek aktivitas mereka di luar. Pulang lebih dini. Malah ada yang lebih banyak hanya beraktivitas di hotel saja. “Yang jelas jumlah tamu berkurang,” kata Bagiana.
Wakil Ketua Dewan Pimpinan Pusat Indonesia Hotel General Manager Association (IHGMA) I Made Ramia Adnyana berharap pemerintah memberikan solusi terkait persoalan tersebut.
“Adakan kembali program padat karya supaya ada penghasilan,” ujar tokoh pariwisata asal Karangasem ini.
Solusi lain yang ditawarkan agar pelaku pariwisata di Bali mampu bertahan di tengah pandemi adalah dengan memberikan soft loan maupun BLT (bantuan langsung tunai).
Pelaku pariwisata sangat mendukung program pemerintah untuk menekan laju kasus positif Covid-19 melalui PPKM Darurat. Namun mereka meminta agar aspek ekonomi juga mendapat perhatian dari Pemerintah.
Menurut Ramia Adnyana, sebelum penerapan PPKM Darurat wisatawan domestik(wisdom) ke Bali pada periode Mei-Juni mencapai 8.000-9.000 perhari.
Namun jumlahnya melorot menjadi sekitar 2.000-an wisdom perhari setelah penerapan PPKM Darurat.”Merosot dalam, jelas berdampak terhadap penurunan okupansi,” jelas Ramia Adnyana yang juga Ketua Dewan Pimpinan Daerah Masyarakat Sadar Wisata (DPD MASATA) Bali.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali mencatat Mei lalu tingkat hunian hotel (berbintang) mencapai 10,35 persen. Sedang pada bulan April okupansi tercatat 10,09 persen. Sehingga dibanding April, okupansi pada bulan Mei mengalami kenaikan meskipun tipis sebesar 0,26 poin. *K17
Komentar