Gerakan Biopori di Perkantoran Masih Minim
GIANYAR, NusaBali
Gerakan pemasangan biopori (lubang resapan) masih minim di area perkantoran baik kantor pemerintah maupun swasta.
Padahal pemasangan biopori, sebagai salah satu upaya peningkatan kualitas lingkungan, telah dilakukan di rumah-rumah warga. Kondisi itu diakui Wayan Sudiarta, pegiat lingkungan Biopori Bersahaja yang juga pegiat Komunitas Ngogo Lulu asal Banjar Tengah, Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Gianyar.
Menurut dia, saat ini pemasangan biopori sedang intens dilaksanakan orang per orang di pekarangan rumah warga, antara lain di Kabupaten Badung, Kota Denpasar, dan Gianyar. "Kabupaten lain ada beberapa. Hanya saja daya jelajah kami untuk memantau itu masih terbatas," jelas pegiat lingkungan, Wayan Sudiarta, Selasa (6/7).
Jelas Sudiarta, pemasangan biopori saat ini banyak diminati di perumahan atau pemukiman padat. "Kami banyak memasang biopori di Kota Denpasar dan Badung. Di Gianyar juga sudah oleh anggota komunitas," jelasnya.
Sudiarta menambahkan, pemasangan biopori di beberapa tempat suci juga sudah dilakukan, seperti pada Pura Puseh dan Pula Dalem, Desa Adat Peliatan. "Biopori ini kami sosialisasikan bersama komunitas. Warga di pemukiman padat, terutama di Denpasar sudah banyak yang memasang biopori. Namun ketika sosialisasi di perkantoran, responnya slow (lambat)," tambahnya.
Di beberapa kantor pemerintah, menurutnya, sudah ada yang memasang biopori, hanya saja efektivitasnya masih rendah. Pemasangan biopori di perkantoran masih rendah karena persoalan anggaran. Padahal hanya membuat biopori, sesungguhnya tidak membutuhkan kebijakan khusus dari pimpinan. ‘’Sebenarnya tergantung pimpinan kantornya, jika mau menggerakkan, pasti bisa. Ini kan sangat murah, apalagi tiap haru Jumat misalnya ada gerakan bersih-bersih," tambahnya.
Disebutkan Sudiarta, untuk pemukiman padat seperti di perumahan, dengan tiga biopori kecil, sudah cukup menanggulangi persoalan limbah air. "Sesungguhnya ini murah, dengan 3 biopori kecil dan uang pengganti Rp 150.000, sudah memiliki biopori," bebernya. Jika ingin memasang biopori ukuran lebih besar dengan harga Rp 180.000, sudah mendapatkan 3 biopori ukuran besar. "Ini bukan jual beli, ini adalah uang ganti produksi biopori dan pemasangan," jelasnya.
Disebutkan, bila ingin menangani sampah organik di rumah tangga, maka setidaknya dibutuhkan 10 - 15 lubang biopori. "Ingat, sampah organik dicacah kecil masukkan ke biopori. Puntung rokok sebaiknya tidak masuk, apalagi plastik," sarannya.
Bagi warga yang ingin memasang sendiri, cukup menghubungi Biopori Bersahaja, dengan mengganti biaya produksi Rp 20.000 untuk ukuran kecil dan Rp 25.000 ukuran besar. Pemasangan biopori tidak boleh sembarangan karena harus mencari titik tangkap air dan lahan bukan bekas urugan. *nvi
Komentar