Popo Danes: Penting Menjaga Identitas Arsitektur Bali
Dari Widyatula 'Arsitek Lingkungan' di Hari Terakhir PKB XLIII 2021
Penataan Kawasan Suci Pura Besakih di Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Karangasem yang dilaksanakan Pemprov Bali di bawah Gubernur Wayan Koster tetap patuhi kaidah hulu-teben.
DENPASAR, NusaBali
Widyatula (Sarasehan) bertema ‘Arsitek Lingkungan (Wastucitra dan Restorasi)’ menutup pelaksanaan hari terakhir Pesta Kesenian Bali (PKB) XLIII 2021 di Taman Budaya Provinsi bali, Jalan Nusa Indah Denpasar, Sabtu (10/7). Dari sarasehan ini terungkap betapa pentingnya menjaga arsitektur Bali. Sementara, pembangunan Penataan Kawasan Suci Pura Besakih tetap mematuhi kaidah hulu-teben.
Sarasehan Arsitel Lingkungan hari ini digelar secara hybrid (luring dan zoom) di Kantor Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Niti Mandala Denpasar, dengan menghadirkan dua orang narasumber, yakni arsitek ternama Ir I Nyoman Popo Priyatna Danes IAI dan Ir Yori Antar IAI.
Dalam paparannya, arstitek Popo Danes mengatakan sebuah bangunan atau arsitektur sepatutnya memiliki nilai guna atau fungsi (sekala-niskala) seturut pemahaman mendalam terhadap konsep ruang, waktu, dan nilai-nilai filosofi yang menyertai (Wastucitra). Selain itu, perlu juga upaya-upaya menjaga, memelihara, dan mengembangkan suatu kawasan, termasuk tinggalan-tinggalan sejarah yang layak diperta-hankan, bahkan dipugar menyeluruh (restorasi).
Menurut Popo Danes, penting untuk merestorasi dan mengkonservasi peradaban arsitektur. Pasalnya, peradaban yang berkaitan dengan arsitektur selalu berjalan secara dinamis dan ada langkah-langkah yang menjadi penanda zaman. Dalam arsitektur Bali, secara umum memiliki arsitektur lokal yang adiluhung dan kental dengan budaya serta sangat mewakili kehidupan krama Bali, baik secara spiritual maupun alam lingkungan Bali.
“Yang kita sebut konservasi di Bali lebih kepada mengkonservasi budaya, mewariskan kapasitas untuk mengerjakan arsitektur itu untuk bisa dilanjutkan oleh generasi berikutnya. Kalau di negara-negara Barat, konservasi arsitektur itu menjaga bangunan agar tetap utuh, tidak boleh diubah dan diganti materialnya,” tandas Popo Danes.
Selanjutnya, konservasi arsitektur di Bali yang juga berevolusi atau bertransformasi, tidak semuanya berjalan sesuai dengan pemikiran yang ideal. Sebab, di Bali juga terjadi lompatan-lompatan ekonomi atau teknologi yang cenderung membuat distorsi.
“Arsitektur di Bali untuk setiap daerah memiliki identitasnya masing-masing. Kita tahu dari Karangasem identitasnya bagaimana, Badung bagaimana, Buleleng bagaimana? Hanya gara-gara ada lompatan ekonomi, tiba-tiba misalnya orang dari Badung Selatan pakai batu tabas asal Karangasem. Sehingga ini menurut saya agak bahaya, karena berpotensi menghilangkan identitas,” katanya.
Popo Danes pun mengingatkan agar arsitek-arsitek muda tetap berada dalam jalur budaya yang baik. Sebab, kata dia, Bali memiliki identitas budaya yang layak untuk dijaga, dipertahankan, dirapikan, dan ditransformasikan dengan baik. “Sekarang yang terjadi di dunia, karena informasi begitu mudah diakses dan memang ada kecenderungan generasi yang sekarang ini banyak sekali berorientasi ke luar Indonesia, terutama Barat. Saya tidak mengatakan itu hal buruk, tapi ya jangan sampai budaya adiluhung yang kita miliki terlupakan total,” jelas arsitek kondang kelahiran 6 Februari 1964 ini.
Dalam sarasehan tersebut, Popo Danes juga memaparkan tentang rencana pembangunan Penataan Kawasan Suci Pura Besakih di Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Karangasem yang dilaksakan Gubernur Baliu Wayan Koster. Dalam penataan kawasan suci ini, akan dibangun pula parkir bertingkat dengan empat lantai ke bawah, yang diestimasi mampu menampung kendaraan pamedek sekitar 2.000 unit lebih.
Menurut Popo Danes, bukan hanya penataan kawasan parkir, sirkulasinya pun nanti akan ditata sedemikian rupa, seperti pembuatan jalur baru. Popo Danes yang terlibat dalam proyek Penataan Kawasan Susci Pura Besakih tersebut ingin mengembalikan tempat parkir sebelum Pura Manik Mas.
Kemudian, dilakukan juga penataan kios-kios pedagang di sekitar Pura Besakih. Pemerintah akan menyiapkan 501 unit kios yang diperuntukkan bagi para pedagang di Pura Besakih. Dalam desainnya, juga bakal dibangun rest area. Juga akan dibangun Gedung Serba Guna dua lantai, dengan kapasitas menampung hingga lebih dari 5.000 orang per lantai. Dalam penataan nanti juga dilengkapi dengan pembangunan fasilitas toilet yang modern.
“Ini adalah penataan kawasan pawongannya, bukan bagian parahyangan. Jadi, kita tidak menata Pura Besakihnya, tetapi fasilitas penunjang Pura Besakih,” papar Popo Danes.
Namun demikian, kata Popo Danes, pembangunan Penataan Kawasan Suci Pura Besakih ini akan tetap mengikuti pola tata ruang dan tata letak yang sesuai dengan kaidah-kaidah space atau keruangan di Bali (hulu dan teben). Karena itu, semua aktivitas yang dilakukan sesuai dengan hierarki-hierarki dari nilai kesucian kegiatan tersebut.
Sementara itu, arsitek Yori Antar juga ikut memberikan pandangannya tentang arsitektur lingkungan. Yori berpesan agar arsitek di Bali dalam menata pembangunan kawasan berpegang teguh pada budaya dan kearifan lokal Bali. Dengan demikian, dalam membangun, nilai-nilai budaya Bali tidak punah.
Yori bahkan menyebut banyak masyarakat dunia yang menginginkan desain bangunan rumahnya menggunakan arsitektur Bali. “Bali merupakan sumber inspirasi arsitektur dunia. Jadi, wajib buat arsitek Bali untuk melestarikan ke-Bali-annya,” tandas Yori.*ind
Sarasehan Arsitel Lingkungan hari ini digelar secara hybrid (luring dan zoom) di Kantor Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Niti Mandala Denpasar, dengan menghadirkan dua orang narasumber, yakni arsitek ternama Ir I Nyoman Popo Priyatna Danes IAI dan Ir Yori Antar IAI.
Dalam paparannya, arstitek Popo Danes mengatakan sebuah bangunan atau arsitektur sepatutnya memiliki nilai guna atau fungsi (sekala-niskala) seturut pemahaman mendalam terhadap konsep ruang, waktu, dan nilai-nilai filosofi yang menyertai (Wastucitra). Selain itu, perlu juga upaya-upaya menjaga, memelihara, dan mengembangkan suatu kawasan, termasuk tinggalan-tinggalan sejarah yang layak diperta-hankan, bahkan dipugar menyeluruh (restorasi).
Menurut Popo Danes, penting untuk merestorasi dan mengkonservasi peradaban arsitektur. Pasalnya, peradaban yang berkaitan dengan arsitektur selalu berjalan secara dinamis dan ada langkah-langkah yang menjadi penanda zaman. Dalam arsitektur Bali, secara umum memiliki arsitektur lokal yang adiluhung dan kental dengan budaya serta sangat mewakili kehidupan krama Bali, baik secara spiritual maupun alam lingkungan Bali.
“Yang kita sebut konservasi di Bali lebih kepada mengkonservasi budaya, mewariskan kapasitas untuk mengerjakan arsitektur itu untuk bisa dilanjutkan oleh generasi berikutnya. Kalau di negara-negara Barat, konservasi arsitektur itu menjaga bangunan agar tetap utuh, tidak boleh diubah dan diganti materialnya,” tandas Popo Danes.
Selanjutnya, konservasi arsitektur di Bali yang juga berevolusi atau bertransformasi, tidak semuanya berjalan sesuai dengan pemikiran yang ideal. Sebab, di Bali juga terjadi lompatan-lompatan ekonomi atau teknologi yang cenderung membuat distorsi.
“Arsitektur di Bali untuk setiap daerah memiliki identitasnya masing-masing. Kita tahu dari Karangasem identitasnya bagaimana, Badung bagaimana, Buleleng bagaimana? Hanya gara-gara ada lompatan ekonomi, tiba-tiba misalnya orang dari Badung Selatan pakai batu tabas asal Karangasem. Sehingga ini menurut saya agak bahaya, karena berpotensi menghilangkan identitas,” katanya.
Popo Danes pun mengingatkan agar arsitek-arsitek muda tetap berada dalam jalur budaya yang baik. Sebab, kata dia, Bali memiliki identitas budaya yang layak untuk dijaga, dipertahankan, dirapikan, dan ditransformasikan dengan baik. “Sekarang yang terjadi di dunia, karena informasi begitu mudah diakses dan memang ada kecenderungan generasi yang sekarang ini banyak sekali berorientasi ke luar Indonesia, terutama Barat. Saya tidak mengatakan itu hal buruk, tapi ya jangan sampai budaya adiluhung yang kita miliki terlupakan total,” jelas arsitek kondang kelahiran 6 Februari 1964 ini.
Dalam sarasehan tersebut, Popo Danes juga memaparkan tentang rencana pembangunan Penataan Kawasan Suci Pura Besakih di Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Karangasem yang dilaksakan Gubernur Baliu Wayan Koster. Dalam penataan kawasan suci ini, akan dibangun pula parkir bertingkat dengan empat lantai ke bawah, yang diestimasi mampu menampung kendaraan pamedek sekitar 2.000 unit lebih.
Menurut Popo Danes, bukan hanya penataan kawasan parkir, sirkulasinya pun nanti akan ditata sedemikian rupa, seperti pembuatan jalur baru. Popo Danes yang terlibat dalam proyek Penataan Kawasan Susci Pura Besakih tersebut ingin mengembalikan tempat parkir sebelum Pura Manik Mas.
Kemudian, dilakukan juga penataan kios-kios pedagang di sekitar Pura Besakih. Pemerintah akan menyiapkan 501 unit kios yang diperuntukkan bagi para pedagang di Pura Besakih. Dalam desainnya, juga bakal dibangun rest area. Juga akan dibangun Gedung Serba Guna dua lantai, dengan kapasitas menampung hingga lebih dari 5.000 orang per lantai. Dalam penataan nanti juga dilengkapi dengan pembangunan fasilitas toilet yang modern.
“Ini adalah penataan kawasan pawongannya, bukan bagian parahyangan. Jadi, kita tidak menata Pura Besakihnya, tetapi fasilitas penunjang Pura Besakih,” papar Popo Danes.
Namun demikian, kata Popo Danes, pembangunan Penataan Kawasan Suci Pura Besakih ini akan tetap mengikuti pola tata ruang dan tata letak yang sesuai dengan kaidah-kaidah space atau keruangan di Bali (hulu dan teben). Karena itu, semua aktivitas yang dilakukan sesuai dengan hierarki-hierarki dari nilai kesucian kegiatan tersebut.
Sementara itu, arsitek Yori Antar juga ikut memberikan pandangannya tentang arsitektur lingkungan. Yori berpesan agar arsitek di Bali dalam menata pembangunan kawasan berpegang teguh pada budaya dan kearifan lokal Bali. Dengan demikian, dalam membangun, nilai-nilai budaya Bali tidak punah.
Yori bahkan menyebut banyak masyarakat dunia yang menginginkan desain bangunan rumahnya menggunakan arsitektur Bali. “Bali merupakan sumber inspirasi arsitektur dunia. Jadi, wajib buat arsitek Bali untuk melestarikan ke-Bali-annya,” tandas Yori.*ind
Komentar