Janji Manis PMK 32/2021 Sulit Dirasakan Pengusaha Bali
DENPASAR, NusaBali.com - Kemudahan mendapatkan pinjaman bagi para pengusaha di masa pandemi Covid-19, belum dirasakan oleh pengusaha di Pulau Dewata.
Fakta ini diungkapkan oleh Badan Pengurus Daerah Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPD Hipmi) Bali berkaitan dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 32 Tahun 2021 yang dirilis pada bulan April 2021.
PMK yang ditandatangani oleh Sri Mulyani ini mengatur Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi Melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam Rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional.
Diterbitkannya PMK 32/2021 ini dimaksudkan agar perbankan memberikan kemudahan pinjaman. Sebaliknya pengusaha juga memiliki keyakinan untuk meminjam uang, dan dalam pelaksanaannya dijamin karena seluruh risiko diambil pemerintah.
Sayangnya hingga saat ini niat baik itu tidak bisa dieksekusi. Pelaku usaha Pulau Dewata belum merasakan dampak positif dari regulasi tersebut. "PMK 32/2021 dimaksudkan membantu perusahaan-perusahaan yang performanya masih belum bagus, tapi masih hidup, contohnya pariwisata," kata Ketua Umum BPD Hipmi Bali, Pande Agus Permana Widura, Rabu (14/7/2021).
Di dalam PMK 32/2021, kata Agus Widura, pemerintah menjamin selama tiga tahun. Artinya ketika perbankan memberikan kredit kepada end user, maka pemerintah melalui LPEI (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia) menjadi penjamin, sedangkan PT Penjamin Infrastruktur Indonesia (Persero) menjadi pelaksana dukungan loss limit, termasuk pelaksanaan penjaminan bersama.
Namun kenyataannya, PMK 32/2021 tidak bisa mengeksekusi proses kredit yang diajukan pengusaha.
Salah satu batu sandungan, lanjut Agus Pande Widura, adalah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 48 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
POJK ini mensyaratkan tiga pilar yakni ketepatan dalam membayar, prospek usaha debitur, dan kondisi keuangan debitur. “Yang terjadi saat ini, bank dan OJK saling tuding-tudingan. Apalagi pasca pertemuan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Nusa Dua, 9 April 2021, OJK pusat bilang sudah tidak ada pilar-pilar lagi, dan mereka siap untuk mengeluarkan (kredit)," ucap Chairman Pillars Property ini.
Agus Widura juga menilai PMK 32/2021 tak bisa dieksekusi lantaran ketimpangan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Walaupun ekonomi secara nasional sudah membaik, perekonomian Bali yang bertumpu dari pariwisata masih terperosok.
"Di luar (Bali) ada 13 sampai 14 perusahaan bergerak di bidang pariwisata yang sudah menggunakan PMK 32/2021. Ini artinya perbankan tebang pilih. Ketika di luar Bali masih ada prospek pariwisata di daerah tersebut, mereka berani mengucurkan dana melalui PMK 32/2021 itu dengan penjaminan dari LPEI dan PT Penjamin Infrastruktur Indonesia," kata Managing Director Champlung Hotels Group ini.
Sayangnya kebijakan itu tidak berlaku manakala pengusaha Bali yang mengajukan pinjaman. “Mereka (perbankan) tidak satu pun ada yang berani ambil keputusan dan berkorban. Karena melihat secara bisnis memang betul, lebih baik membantu orang yang masih ada masa depannya, daripada Bali yang tidak jelas masa depannya," sembur Agus Widura.
Saking geramnya, mantan Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Bali ini membandingkan PMK 32/2021 dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 19 dan 20 Tahun 2021. Inmendagri Nomor 19 tahun 2021 memuat revisi sebagian diktum ketiga dari Inmendagri Nomor 15 Tahun 2021 terkait Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.
Sementara Inmendagri 20 Tahun 2021 merupakan perubahan Inmendagri 17 Tahun 2021 tentang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berbasis mikro, yang berlaku di luar Pulau Jawa dan Bali.
Menurutnya kedua Inmendagri itu lebih 'ditakuti', dibandingkan PMK 32/2021 yang terkesan tak lebih dari 'macan kertas'. "PPKM di Inmendagri kan bukan undang-undang. Karena sebenarnya undang-undang itu kan karantina wilayah. Tapi bisa memberikan sanksi kepada pemerintah daerah ketika tidak mengikuti," tukas Founder BSMC ini.
Sebaliknya, kata Agus Pande Widura, PMK 32/2021 yang juga bukan undang-undang, tidak bisa memberikan sanksi kepada perbankan. “PMK 32/2021 kalau tidak dijalankan, tidak memiliki konsekuensi hukum," kata Agus Pande Widura kesal. *mao
1
Komentar