Dimeriahkan Atraksi Ritual Siat Yeh 200 Kendi Tirta
Versi Bendesa Pakraman Suwat, Ngakan Putu Sudibya, pasca ritual Siat Yeh, satu sama lain bisa saling mengingatkan, semuanya bersih lahir bhatin, sekala dan niskala
Festival Air Kembali Digelar Desa Pakraman Suwat, Kecamatan Gianyar
GIANYAR, NusaBali
Desa Pakraman Suwat, Kecamatan Gianyar menggelar ritual Siat Yeh (perang air), Minggu (1/1) sore. Ritual Siat Yeh ini dilaksanakan serangkaian acara Festival Air Suwat (FAS) II 2016, yang telah digulirkan sejak Kamis (29/12) lalu.
Sebelum ritual Siat Yeh dimulai, Minggu sore, ratusan krama yang akan ikut bertarung lebih dulu melaksanakan persembahyangan di Padmasana Catus Pata (Perempatan Agung) Desa Suwat. Mereka memohon agar event yang digelar serangkaian penyambutan Tahun Baru 2017 ini berjalan tertib dan lancar. Persembahyangan dipimpin 5 pamangku desa. Empat pamangku di antaranya muput persembahyangan sesuai arah mata angin, sementara satu pamangku muput di bagian tengah lokasi persembahyangan.
Bendesa Pakraman Suwat, Ngakan Putu Sudibya, mengatakan persembahyangan ini secara khusus memohon restu kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa dalam wujudnya sebagai Dewa Wisnu yang disimbolkan dengan air. Peserta ritual Siat Air yang sembahyang terlebih dulu ini didominasi kalangan remaja putra-putri, sebagian lainnya kalangan anak-anak dan orangtua. Mereka semuanya mengenakan busana adat madya, khusus peserta lanang (laki-laki) tidak pakai baju.
Ritual Siat Yeh dibuka dengan tarian kontemporer We Amerta, yang menceritakan proses keberadaan air di bumi sampai air tersebut dimanfaatkan makhluk hidup. Tarian We Amerta ini ditampilkan oleh kolaborasi seniman yang tergabung dalam Penggak Men Mersi dan Pancer Langit Bali. Secara etimologi, We berarti mengalir dan Amerta berarti air kehidupan. Dalam kehidupan masyarakat Bali, air memiliki fungsi yang sangat vital.
"Alam ini akan terjaga nan subur karena kelimpahan air. Seperti pepatah, di mana air mengalir, di sanalah kesejahteraan akan terwujud. Jadi, tidak berlebihan masyarakat Bali setiap saat memuja air," ungkap konseptor tarian We Amerta, I Kadek Wahyudita.
Dia menambahkan, dalam keyakinan umat Hindu Bali, mengalirnya amerta adalah tugas dari Dewa Wisnu. Karena itu, Dewa Wisnu sebagai manifestasi Tuhan dalam pemelihara kehidupan, dipuja oleh umat Hindu agar tetap mengalirkan air untuk kesejahteraan.
Sementara itu, ritual Siat Yeh berlangsung sedemikian rupa, di mana seluruh krama peserta terbagi menjadi empat kelompok nyatur desa. Kemudian, para prajuru memulai dengan memberikan aba-aba Siat Yeh dimulai. Suasana pun mendadak riuh dengan iringan suara kencang gambelan Baleganjur. Masing-masing kelompok lanjut saling serang menggunakan air. Beberapa peserta kalangan putra dan putri diangkat teman-temannya disertai sorak sorak.
Siat Yeh yang berlan gsung selama 1 jam dan juga diikuti beberapa wisatawan asing ini, diakhiri dengan menghabiskan air dalam wadah masing-masing dan saling berangkulan antar peserta. Mereka pun tampak riang gembira.
Bendesa Ngakan Putu Sudibya mengharapkan krama yang ikut Siat Yeh ini memperkuat diri dengan spirit baru dan siap menghadapi tantangan yang semakin kompleks untuk menapaki 365 hari dalam setahun ke depan. "Dengan Siat Yeh ini, satu sama lain bisa saling membersihkan diri, saling mengingatkan, dan semuanya bersih lahir bhatin, sekala dan niskala," ujar Bendesa Ngakan Sudibya.
Ngakan Sudibya menyebutkan, sehari sebelum ritual Siat Yeh, krama Desa Pakraman Suwat menggelar prosesi Mendak Tirta (menjemput air) di Beji Tukad Melangge, Sabtu (31/12). Tirta inilah digunakan sebagai senjata dalam Siat Yeh.
Ada 200 jun (kendi) diusung krama yang tedun dalam prosesi ini. Ratusan krama berjalan kaki dari mata air Tukad Melangge di sisi timur Desa Suwat menuju Catus Pata. "Ini mungkin merupakan prosesi mendak tirta dengan kendi terbanyak di Bali," kata Ngakan Sudibya.
Dia berharap, ke depan Festival Air Suwat (FAS) bisa melibatkan krama desa lainnya, se-hingga kegiatan ini lebih menggaung. Selain untuk menjaga tradisi, kegiatan ini diharapkan menjadi daya tarik baru bagi para wisatawan ke Gianyar. FAS memakai dana swadaya masyarakat, sponsor, dan bantuan Pemkab Gianyar. “Kegiatan FAS III 2017 mendatang dananya akan didukung penuh dari Pemkab Gianyar,” katanya.
FAS II 2016 sendiri sudah dibuka sejak Kamis (29/12) lalu, dimeriahkan dengan kegiatan parade budaya, pentas seni hiburan seperti lawak dan musik. Desa Suwat juga memiliki potensi wisata alam, yang rencananya akan dikembangkan yakni berupa air terjun dan banyak sumber air. Desa Suwat berencana mengembangkan sumber air untuk kegiatan melukat (mandi suci). * e,lsa
GIANYAR, NusaBali
Desa Pakraman Suwat, Kecamatan Gianyar menggelar ritual Siat Yeh (perang air), Minggu (1/1) sore. Ritual Siat Yeh ini dilaksanakan serangkaian acara Festival Air Suwat (FAS) II 2016, yang telah digulirkan sejak Kamis (29/12) lalu.
Sebelum ritual Siat Yeh dimulai, Minggu sore, ratusan krama yang akan ikut bertarung lebih dulu melaksanakan persembahyangan di Padmasana Catus Pata (Perempatan Agung) Desa Suwat. Mereka memohon agar event yang digelar serangkaian penyambutan Tahun Baru 2017 ini berjalan tertib dan lancar. Persembahyangan dipimpin 5 pamangku desa. Empat pamangku di antaranya muput persembahyangan sesuai arah mata angin, sementara satu pamangku muput di bagian tengah lokasi persembahyangan.
Bendesa Pakraman Suwat, Ngakan Putu Sudibya, mengatakan persembahyangan ini secara khusus memohon restu kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa dalam wujudnya sebagai Dewa Wisnu yang disimbolkan dengan air. Peserta ritual Siat Air yang sembahyang terlebih dulu ini didominasi kalangan remaja putra-putri, sebagian lainnya kalangan anak-anak dan orangtua. Mereka semuanya mengenakan busana adat madya, khusus peserta lanang (laki-laki) tidak pakai baju.
Ritual Siat Yeh dibuka dengan tarian kontemporer We Amerta, yang menceritakan proses keberadaan air di bumi sampai air tersebut dimanfaatkan makhluk hidup. Tarian We Amerta ini ditampilkan oleh kolaborasi seniman yang tergabung dalam Penggak Men Mersi dan Pancer Langit Bali. Secara etimologi, We berarti mengalir dan Amerta berarti air kehidupan. Dalam kehidupan masyarakat Bali, air memiliki fungsi yang sangat vital.
"Alam ini akan terjaga nan subur karena kelimpahan air. Seperti pepatah, di mana air mengalir, di sanalah kesejahteraan akan terwujud. Jadi, tidak berlebihan masyarakat Bali setiap saat memuja air," ungkap konseptor tarian We Amerta, I Kadek Wahyudita.
Dia menambahkan, dalam keyakinan umat Hindu Bali, mengalirnya amerta adalah tugas dari Dewa Wisnu. Karena itu, Dewa Wisnu sebagai manifestasi Tuhan dalam pemelihara kehidupan, dipuja oleh umat Hindu agar tetap mengalirkan air untuk kesejahteraan.
Sementara itu, ritual Siat Yeh berlangsung sedemikian rupa, di mana seluruh krama peserta terbagi menjadi empat kelompok nyatur desa. Kemudian, para prajuru memulai dengan memberikan aba-aba Siat Yeh dimulai. Suasana pun mendadak riuh dengan iringan suara kencang gambelan Baleganjur. Masing-masing kelompok lanjut saling serang menggunakan air. Beberapa peserta kalangan putra dan putri diangkat teman-temannya disertai sorak sorak.
Siat Yeh yang berlan gsung selama 1 jam dan juga diikuti beberapa wisatawan asing ini, diakhiri dengan menghabiskan air dalam wadah masing-masing dan saling berangkulan antar peserta. Mereka pun tampak riang gembira.
Bendesa Ngakan Putu Sudibya mengharapkan krama yang ikut Siat Yeh ini memperkuat diri dengan spirit baru dan siap menghadapi tantangan yang semakin kompleks untuk menapaki 365 hari dalam setahun ke depan. "Dengan Siat Yeh ini, satu sama lain bisa saling membersihkan diri, saling mengingatkan, dan semuanya bersih lahir bhatin, sekala dan niskala," ujar Bendesa Ngakan Sudibya.
Ngakan Sudibya menyebutkan, sehari sebelum ritual Siat Yeh, krama Desa Pakraman Suwat menggelar prosesi Mendak Tirta (menjemput air) di Beji Tukad Melangge, Sabtu (31/12). Tirta inilah digunakan sebagai senjata dalam Siat Yeh.
Ada 200 jun (kendi) diusung krama yang tedun dalam prosesi ini. Ratusan krama berjalan kaki dari mata air Tukad Melangge di sisi timur Desa Suwat menuju Catus Pata. "Ini mungkin merupakan prosesi mendak tirta dengan kendi terbanyak di Bali," kata Ngakan Sudibya.
Dia berharap, ke depan Festival Air Suwat (FAS) bisa melibatkan krama desa lainnya, se-hingga kegiatan ini lebih menggaung. Selain untuk menjaga tradisi, kegiatan ini diharapkan menjadi daya tarik baru bagi para wisatawan ke Gianyar. FAS memakai dana swadaya masyarakat, sponsor, dan bantuan Pemkab Gianyar. “Kegiatan FAS III 2017 mendatang dananya akan didukung penuh dari Pemkab Gianyar,” katanya.
FAS II 2016 sendiri sudah dibuka sejak Kamis (29/12) lalu, dimeriahkan dengan kegiatan parade budaya, pentas seni hiburan seperti lawak dan musik. Desa Suwat juga memiliki potensi wisata alam, yang rencananya akan dikembangkan yakni berupa air terjun dan banyak sumber air. Desa Suwat berencana mengembangkan sumber air untuk kegiatan melukat (mandi suci). * e,lsa
Komentar