6 Orang Ditetapkan Tersangka
Buntut Bentrok di Monang Maning, 1 Tewas
Polisi melakukan pendalaman di TKP dengan menghadirkan tersangka utama Wayan S, Sabtu (24/7). Namun polisi belum membeber peran masing-masing dari 6 tersangka.
DENPASAR, NusaBali
Pasca peristiwa penebasan maut yang terjadi di perempatan Jalan Patuha VI – Jalan Kalimutu, Banjar Sanga Agung, Desa Tegal Arum, Monang Maning, Kecamatan Denpasar Barat, polisi menetapkan 6 orang sebagai tersangka. Satu di antaranya adalah pelaku utama berinisial Wayan S. Selain itu polisi juga akan proses hukum pihak finance yang menggunakan jasa debt collector untuk menarik kendaraan.
Kapolresta Denpasar Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan dikonfirmasi, Sabtu (24/7), menegaskan akan memroses kasus tersebut dengan cepat. Selain 6 orang yang diamankan dan sudah ditetapkan jadi tersangka, kemungkinan akan ada tersangka tambahan.
Hingga Sabtu sore kemarin, Polresta Denpasar masih melakukan pengembangan terhadap kasus yang menewaskan Gede Budiarsana, 34, dan melukai Ketut Widiada alias Jero Dolah.
Sabtu pagi kemarin Resmob Poresta Denpasar melakukan pendalaman di lokasi kejadian di Jalan Patuha VI Gang VII. Dalam kesempatan itu polisi menghadirkan tersangka utama Wayan S. Di lokasi yang merupakan markas debt collector pimpinan Beni itu polisi menyita beberapa unit sepeda motor. Belum diketahui secara persis mengapa sejumlah sepeda motor tersebut disita polisi.
Kombes Jansen enggan merilis siapa saja 5 tersangka selain Wayan S. Dia hanya menjelaskan dari 6 orang tersangka, 2 orang merupakan warga Bali termasuk Wayan S. Sementara empat orang lainnya adalah warga pendatang asal Ambon. Namun Kombes Jansen menegaskan, bentrokan yang menewaskan Gede Budiarsana itu bukan masalah antar-ormas, antar-suku, atau antar-kelompok.
Selain itu Kombes Jansen enggan menyebutkan peran dari para tersangka. Dia juga enggan membeberkan para tersangka dijerat pasal apa. Dikatakan dalam peristiwa penebasan itu pelaku utamanya Wayan S. Kombes Jansen berdalih proses penyelidikan masih berlanjut. Setelah semuanya terang benderang baru akan dipublikasikan.
“Saya tegaskan, perkelahian itu bukan masalah antar-ormas. Saya mohon agar kasus itu tidak dikaitkan dengan ormas. Kasus itu murni kasus antar-debitur dan kreditur. Yang disebut ormas itu selama ini identik dengan premanisme. Jadi tolong kita ciptakan kesejukan di tengah masyarakat,” harap Kombes Jansen.
Lebih lanjut mantan Wadir Reskrimsus Polda Papua Barat ini menegaskan akan menindak semua pihak yang terlibat dalam kasus tersebut. Termasuk salah satunya adalah finance yang menggunakan jasa debt collector. Dia berharap agar bentrokan berujung maut itu yang terakhir kali dalam kasus debitur dan kreditur.
Kombes Jansen mengatakan penarikan kendaraan motor ataupun mobil ada mekanismenya. Salah satunya adalah sudah ada putusan di pengadilan. Tidak boleh siapa saja melakukan penarikan tanpa ada putusan pengadilan. Jika itu dilakukan berarti itu adalah kriminalitas.
Kombes Jansen mengungkapkan perkelahian yang terjadi pada Jumat (23/7) pukul 15.00 Wita itu motifnya murni masalah antara debitur dan kreditur. Berawal dari kemacetan dalam pembayaran. Pihak finance memakai jasa pihak lain untuk melakukan penarikan. “Finance yang melakukan seperti itu salah. Pihak finance dalam kasus ini akan kita proses,” tegas Kombes Jansen.
Sesuai dengan UU fidusia, kata Kombes Jansen, ada ketentuannya. Apabila terjadi wan prestasi harus melalui putusan pengadilan. Tidak boleh main sita. “Saya minta kejadian seperti kasus ini yang terakhir. Pihak finance akan kita tindak tegas. Kalau tidak ada putusan pengadilan itu adalah tindakan kriminal,” tandas Kombes Jansen.
Kombes Jansen menegaskan di Bali tidak ada premanisme lagi. Bahasa ormas yang selama ini identik dengan premanisme kini sudah tidak ada. “Tadi (kemarin) pagi kita sudah melaksanakan gelar perkara. Sudah menetapkan 6 orang tersangka. Dari 6 tersangka yang sudah diamankan, dua di antaranya adalah orang Bali. Termasuk pelaku utamanya I Wayan S. Tidak ada perang antarsuku,” tandasnya.
Informasi dari sumber di lapangan menyebutkan bahwa salah satu korban bentrokan itu adalah I Ketut Widiada alias Jero Dolah. Korban ini merupakan adik dari Gede Budiarsana. Jero Dolah dalam peristiwa itu menderita luka-luka. Nyawanya tertolong setelah mendapatkan perawatan intensif di RSUP Sanglah, Denpasar.
Perkelahian yang terjadi di markas debt collector di Jalan Patuha VI Gang VII itu sempat membuat warga sekitar panik dan tegang. Bagaimana tidak, penebasan terhadap Gede Budiarsana oleh Wayan S terjadi di tengah jalan, Jumat (23/7) pukul 15.00 Wita. Saat itu banyak warga melintas di jalan. Seorang warga mengaku bernama Bambang Hadi, ditemui di lokasi kejadian menyebutkan dia melihat kondisi korban dari jarak dekat.
“Mereka datang dari belakang (arah utara) di Jalan Patuha VI. Dua orang dikejar empat orang. Yang ngejar satu orang bawa pedang. Sementara yang lainnya tidak tahu. Dua orang yang dikejar itu diteriaki maling,” ungkap Bambang.
Kematian Gede Budiarsana, 34, menyisakan duka mendalam bagi keluarganya di Banjar Dinas Kubuanyar, Desa/Kecamatan Kubutambahan, Buleleng.
Ditemui di rumah duka, ibu Gede Budiarsana, Ni Nyoman Sri Mini, 65, mengaku masih terkejut dengan berita kematian anak bungsunya itu. Nyoman Sri sejatinya tidak mengetahui jika Gede Budiarsana menjadi korban pembunuhan di simpang Jalan Patuha VI – Jalan Kalimutu, Desa Tegal Arum, Monang Maning, Denpasar Barat. Saat berita itu sampai di rumah, seluruh keluarga terkejut.
Saat itu, pihak keluarga hanya menyampaikan pada Nyoman Sri jika anak kelimanya itu meninggal akibat kecelakaan, agar wanita paruh baya tersebut tidak shock. Namun, mengetahui anaknya meninggal akibat kecelakaan saja, membuat Nyoman Sri sudah sangat terpukul. Hingga Sabtu siang kemarin Nyoman Sri masih menunggu kedatangan jenazah anaknya.
Nyoman Sri menceritakan, almarhum Gede Budiarsana bersama kakak keempatnya Ketut Widiada alias Dolah, 37, terakhir pulang ke Kubutambahan pada Rabu (21/7) lalu. Almarhum pulang karena salah satu kerabat di kampung halamannya sedang ada upacara tiga bulanan. Saat kepulangan anaknya yang terakhir itulah, Nyoman Sri mengaku merasakan firasat aneh.
Almarhum Gede Budiarsana minta kepada ibunya untuk dimasakkan ayam goreng. Namun almarhum justru merasa jika ayam goreng tersebut hambar. Padahal menurut Nyoman Sri, rasa masakannya sudah asin. “Sebelum dia pulang saya juga selalu kepikiran dia. Sampai bersih-bersih rumah saja tidak sempat. Di panggilan video, saya tanya kapan pulang, tapi dia hanya melambaikan tangan saja,” tutur Nyoman Sri.
“Akhirnya, setelah kemarin dia pulang, saya langsung disuapin sama dia, sampai habis satu piring,” kenang Nyoman Sri.
Sementara itu, keponakan Gede Budiarsana, Kadek Benny Wandana, 31, mengatakan, almarhum sempat pulang ke kampung halamannya Rabu lalu bersama kakak keempatnya, Dolah, yang juga menjadi korban dari kejadian tragis tersebut. Keduanya kemudian kembali ke Denpasar pada Jumat pagi sebelum peristiwa naas itu terjadi.
Namun, saat Budiarsana balik ke Denpasar itu lah, keluarga tiba-tiba mendapatkan kabar jika Budiarsana tewas akibat bentrokan. Benny menerima informasi jika pamannya tewas melalui media sosial dan grup WhatsApp. “Ada yang membagikan foto KTP atas nama Gede Budiarsana. Saya awalnya belum berani memastikan apakah yang meninggal itu paman saya atau bukan,” katanya.
Kemudian untuk memastikannya, perwakilan pihak keluarga berangkat ke RSUP Sanglah, Denpasar. “Setelah dicek ternyata benar yang meninggal itu paman saya,” imbuh Benny.
Benny menyampaikan, pamannya, Budiarsana bekerja sebagai satpam di salah satu bar kawasan Denpasar baru tiga bulan belakangan. Sebelumnya, Budiarsana bekerja sebagai satpam di salah satu hotel di Denpasar. Karena dirumahkan, kemudian dia bekerja jadi satpam di bar.
“Kami merasa sangat kehilangan. Dia bekerja untuk menghidupi keluarga di Kubutambahan. Dia tulang punggung keluarga, setelah ayahnya delapan bulan lalu meninggal,” ucap Benny.
Benny menyampaikan, kakak almarhum, Dolah, saat ini sedang dalam pemulihan, pasca mengalami luka robek pada bagian kepala akibat terkena pecahan kaca helm. “Kakaknya (Dolah) sudah pulang dari rumah sakit, tapi belum dibolehkan pulang ke Kubutambahan karena masih pemulihan. Mungkin pulang bersamaan dengan jenazah adiknya (Budiarsana),” kata Benny.
Benny menyebutkan, keluarga besar telah menyerahkan sepenuhnya kasus ini ke polisi. Pihaknya mengaku belum mengetahui pasti, kapan sekiranya jenazah Budiarsana akan dipulangkan ke Kubutambaahan. Sebab jenazah harus menjalani otopsi dan proses penyelidikan. Korban Budiarsana meninggalkan seorang istri, Ni Made Hirayanti, 31, dan tiga orang anak berusia 13 tahun, 8 tahun, dan 5 tahun. *pol, mz
Kapolresta Denpasar Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan dikonfirmasi, Sabtu (24/7), menegaskan akan memroses kasus tersebut dengan cepat. Selain 6 orang yang diamankan dan sudah ditetapkan jadi tersangka, kemungkinan akan ada tersangka tambahan.
Hingga Sabtu sore kemarin, Polresta Denpasar masih melakukan pengembangan terhadap kasus yang menewaskan Gede Budiarsana, 34, dan melukai Ketut Widiada alias Jero Dolah.
Sabtu pagi kemarin Resmob Poresta Denpasar melakukan pendalaman di lokasi kejadian di Jalan Patuha VI Gang VII. Dalam kesempatan itu polisi menghadirkan tersangka utama Wayan S. Di lokasi yang merupakan markas debt collector pimpinan Beni itu polisi menyita beberapa unit sepeda motor. Belum diketahui secara persis mengapa sejumlah sepeda motor tersebut disita polisi.
Kombes Jansen enggan merilis siapa saja 5 tersangka selain Wayan S. Dia hanya menjelaskan dari 6 orang tersangka, 2 orang merupakan warga Bali termasuk Wayan S. Sementara empat orang lainnya adalah warga pendatang asal Ambon. Namun Kombes Jansen menegaskan, bentrokan yang menewaskan Gede Budiarsana itu bukan masalah antar-ormas, antar-suku, atau antar-kelompok.
Selain itu Kombes Jansen enggan menyebutkan peran dari para tersangka. Dia juga enggan membeberkan para tersangka dijerat pasal apa. Dikatakan dalam peristiwa penebasan itu pelaku utamanya Wayan S. Kombes Jansen berdalih proses penyelidikan masih berlanjut. Setelah semuanya terang benderang baru akan dipublikasikan.
“Saya tegaskan, perkelahian itu bukan masalah antar-ormas. Saya mohon agar kasus itu tidak dikaitkan dengan ormas. Kasus itu murni kasus antar-debitur dan kreditur. Yang disebut ormas itu selama ini identik dengan premanisme. Jadi tolong kita ciptakan kesejukan di tengah masyarakat,” harap Kombes Jansen.
Lebih lanjut mantan Wadir Reskrimsus Polda Papua Barat ini menegaskan akan menindak semua pihak yang terlibat dalam kasus tersebut. Termasuk salah satunya adalah finance yang menggunakan jasa debt collector. Dia berharap agar bentrokan berujung maut itu yang terakhir kali dalam kasus debitur dan kreditur.
Kombes Jansen mengatakan penarikan kendaraan motor ataupun mobil ada mekanismenya. Salah satunya adalah sudah ada putusan di pengadilan. Tidak boleh siapa saja melakukan penarikan tanpa ada putusan pengadilan. Jika itu dilakukan berarti itu adalah kriminalitas.
Kombes Jansen mengungkapkan perkelahian yang terjadi pada Jumat (23/7) pukul 15.00 Wita itu motifnya murni masalah antara debitur dan kreditur. Berawal dari kemacetan dalam pembayaran. Pihak finance memakai jasa pihak lain untuk melakukan penarikan. “Finance yang melakukan seperti itu salah. Pihak finance dalam kasus ini akan kita proses,” tegas Kombes Jansen.
Sesuai dengan UU fidusia, kata Kombes Jansen, ada ketentuannya. Apabila terjadi wan prestasi harus melalui putusan pengadilan. Tidak boleh main sita. “Saya minta kejadian seperti kasus ini yang terakhir. Pihak finance akan kita tindak tegas. Kalau tidak ada putusan pengadilan itu adalah tindakan kriminal,” tandas Kombes Jansen.
Kombes Jansen menegaskan di Bali tidak ada premanisme lagi. Bahasa ormas yang selama ini identik dengan premanisme kini sudah tidak ada. “Tadi (kemarin) pagi kita sudah melaksanakan gelar perkara. Sudah menetapkan 6 orang tersangka. Dari 6 tersangka yang sudah diamankan, dua di antaranya adalah orang Bali. Termasuk pelaku utamanya I Wayan S. Tidak ada perang antarsuku,” tandasnya.
Informasi dari sumber di lapangan menyebutkan bahwa salah satu korban bentrokan itu adalah I Ketut Widiada alias Jero Dolah. Korban ini merupakan adik dari Gede Budiarsana. Jero Dolah dalam peristiwa itu menderita luka-luka. Nyawanya tertolong setelah mendapatkan perawatan intensif di RSUP Sanglah, Denpasar.
Perkelahian yang terjadi di markas debt collector di Jalan Patuha VI Gang VII itu sempat membuat warga sekitar panik dan tegang. Bagaimana tidak, penebasan terhadap Gede Budiarsana oleh Wayan S terjadi di tengah jalan, Jumat (23/7) pukul 15.00 Wita. Saat itu banyak warga melintas di jalan. Seorang warga mengaku bernama Bambang Hadi, ditemui di lokasi kejadian menyebutkan dia melihat kondisi korban dari jarak dekat.
“Mereka datang dari belakang (arah utara) di Jalan Patuha VI. Dua orang dikejar empat orang. Yang ngejar satu orang bawa pedang. Sementara yang lainnya tidak tahu. Dua orang yang dikejar itu diteriaki maling,” ungkap Bambang.
Kematian Gede Budiarsana, 34, menyisakan duka mendalam bagi keluarganya di Banjar Dinas Kubuanyar, Desa/Kecamatan Kubutambahan, Buleleng.
Ditemui di rumah duka, ibu Gede Budiarsana, Ni Nyoman Sri Mini, 65, mengaku masih terkejut dengan berita kematian anak bungsunya itu. Nyoman Sri sejatinya tidak mengetahui jika Gede Budiarsana menjadi korban pembunuhan di simpang Jalan Patuha VI – Jalan Kalimutu, Desa Tegal Arum, Monang Maning, Denpasar Barat. Saat berita itu sampai di rumah, seluruh keluarga terkejut.
Saat itu, pihak keluarga hanya menyampaikan pada Nyoman Sri jika anak kelimanya itu meninggal akibat kecelakaan, agar wanita paruh baya tersebut tidak shock. Namun, mengetahui anaknya meninggal akibat kecelakaan saja, membuat Nyoman Sri sudah sangat terpukul. Hingga Sabtu siang kemarin Nyoman Sri masih menunggu kedatangan jenazah anaknya.
Nyoman Sri menceritakan, almarhum Gede Budiarsana bersama kakak keempatnya Ketut Widiada alias Dolah, 37, terakhir pulang ke Kubutambahan pada Rabu (21/7) lalu. Almarhum pulang karena salah satu kerabat di kampung halamannya sedang ada upacara tiga bulanan. Saat kepulangan anaknya yang terakhir itulah, Nyoman Sri mengaku merasakan firasat aneh.
Almarhum Gede Budiarsana minta kepada ibunya untuk dimasakkan ayam goreng. Namun almarhum justru merasa jika ayam goreng tersebut hambar. Padahal menurut Nyoman Sri, rasa masakannya sudah asin. “Sebelum dia pulang saya juga selalu kepikiran dia. Sampai bersih-bersih rumah saja tidak sempat. Di panggilan video, saya tanya kapan pulang, tapi dia hanya melambaikan tangan saja,” tutur Nyoman Sri.
“Akhirnya, setelah kemarin dia pulang, saya langsung disuapin sama dia, sampai habis satu piring,” kenang Nyoman Sri.
Sementara itu, keponakan Gede Budiarsana, Kadek Benny Wandana, 31, mengatakan, almarhum sempat pulang ke kampung halamannya Rabu lalu bersama kakak keempatnya, Dolah, yang juga menjadi korban dari kejadian tragis tersebut. Keduanya kemudian kembali ke Denpasar pada Jumat pagi sebelum peristiwa naas itu terjadi.
Namun, saat Budiarsana balik ke Denpasar itu lah, keluarga tiba-tiba mendapatkan kabar jika Budiarsana tewas akibat bentrokan. Benny menerima informasi jika pamannya tewas melalui media sosial dan grup WhatsApp. “Ada yang membagikan foto KTP atas nama Gede Budiarsana. Saya awalnya belum berani memastikan apakah yang meninggal itu paman saya atau bukan,” katanya.
Kemudian untuk memastikannya, perwakilan pihak keluarga berangkat ke RSUP Sanglah, Denpasar. “Setelah dicek ternyata benar yang meninggal itu paman saya,” imbuh Benny.
Benny menyampaikan, pamannya, Budiarsana bekerja sebagai satpam di salah satu bar kawasan Denpasar baru tiga bulan belakangan. Sebelumnya, Budiarsana bekerja sebagai satpam di salah satu hotel di Denpasar. Karena dirumahkan, kemudian dia bekerja jadi satpam di bar.
“Kami merasa sangat kehilangan. Dia bekerja untuk menghidupi keluarga di Kubutambahan. Dia tulang punggung keluarga, setelah ayahnya delapan bulan lalu meninggal,” ucap Benny.
Benny menyampaikan, kakak almarhum, Dolah, saat ini sedang dalam pemulihan, pasca mengalami luka robek pada bagian kepala akibat terkena pecahan kaca helm. “Kakaknya (Dolah) sudah pulang dari rumah sakit, tapi belum dibolehkan pulang ke Kubutambahan karena masih pemulihan. Mungkin pulang bersamaan dengan jenazah adiknya (Budiarsana),” kata Benny.
Benny menyebutkan, keluarga besar telah menyerahkan sepenuhnya kasus ini ke polisi. Pihaknya mengaku belum mengetahui pasti, kapan sekiranya jenazah Budiarsana akan dipulangkan ke Kubutambaahan. Sebab jenazah harus menjalani otopsi dan proses penyelidikan. Korban Budiarsana meninggalkan seorang istri, Ni Made Hirayanti, 31, dan tiga orang anak berusia 13 tahun, 8 tahun, dan 5 tahun. *pol, mz
Komentar