Selamatkan Lontar dengan Didigitalisasi
Aktivitas Museum Gedong Kirtya di Tengah Pandemi
Lontar dibersihkan dulu, lalu difoto aksara lontarnya dengan alat yang dirancang untuk itu (studio mini). Setelah itu dilakukan editing agar aksara pada lontar mudah untuk dibaca.
SINGARAJA, NusaBali
Lontar yang memuat tulisan dengan pelbagai bentuk karya sastra, sekalipun dalam museum, tak luput dari ancaman rusak parah. Jika itu terjadi, maka lontar hanya jadi artefak tenget (sakral) yang tak bisa dimanfaatkan.
Oleh karena itu, perawatan lontar dalam bentuk konservasi merupakan langkah mutlak. Hal itu antara lain dilakukan manajemen Museum Gedong Kirtya Buleleng. Museum ini terletak di Jalan Veteran No. 20, Kelurahan Paket Agung, Kecamatan/Kabupaten Buleleng. Konservasi tak hanya dengan merawat fisik lontar, melainkan juga mendigitalisasi isi lontar secara bertahap. Program konservasi ini menjadi upaya penyelamatan terhadap keberadaan lontar sebagai salah satu aset budaya warisan leluhur Bali.
Kepala UPTD Museum Gedong Kirtya Dewa Ayu Putu Susilawati mengatakan, saat ini Museum Gedong Kirtya masih ditutup untuk kunjungan umum. Penutupan selama masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Jawa-Bali, 3 – 20 Juli, hingga berlanjut. Kendati tutup, kegiatan perawatan dan digitalisasi ribuan lontar di dalam museum tetap rutin dilakukan.
Digitalisasi lontar dilakukan untuk membuat salinan lontar dalam bentuk file digital. Secara teknis, digitalisasi dilakukan dengan mengambil foto setiap lembaran lontar. "Lontar dibersihkan dulu, lalu difoto aksara lontarnya dengan alat yang dirancang untuk itu (studio mini). Setelah itu dilakukan editing agar aksara pada lontar mudah untuk dibaca," jelas Susilawati.
Susilawati mengungkapkan, hingga saat ini jumlah koleksi lontar di Museum Gedong Kirtya yang sudah didigitalisasi mencapai 126 cakep, atau sekitar 2.700an lembar. "Digitalisasi ini sebagai upaya perlindungan lontar, mengingat bahan lontar dari biotik yang suatu saat bisa rusak. Kami back up data itu dengan digitalisasi setiap lembar lontarnya," ujar Susilawati.
Selain untuk perlindungan lontar, digitalisasi juga dilakukan untuk memudahkan layanan bagi pengunjung yang ingin melihat koleksi lontar nantinya. UPTD Museum Gedong Kirtya berencana membangun sistem informasi daring atau luring. Sehingga akan memudahkan akses pencarian lontar. Dan memudahkan pelayanan agar tidak perlu membongkar lontar untuk meminimalisir kerusakan lontar.
Susilawati mengakui, digitalisasi koleksi lontar di Museum Gedong Kirtya baru dilakukan beberapa bulan belakangan pada tahun 2021 ini. Dirinya juga belum bisa mengestimasikan kapan digitalisasi seluruh koleksi lontar di museum bisa dituntaskan. Mengingat koleksi lontar mencapai ribuan dan proses digitalisasi yang memakan waktu cukup lama.
"Sebelum didigitalisasi memang harus diberikan treatment hingga dikeringkan, kemudian diperjelas aksaranya. Jadi prosesnya agak lama dengan keterbatasan petugas museum," ucap Susilawati.
Selain digitalisasi lontar, UPTD Museum Gedong Kirtya juga rutin melakukan perawatan koleksi lontar. Koleksi lontar di Gedong Kirtya sendiri berjumlah 2.022 cakep dan 5.200 lembar salian lontar. Perawatan lontar menggunakan minyak sirih untuk membersihkan dan kemiri bakar untuk memperjelas aksara. Dan memberikan kapur barus di dalam kotak penyimpanan lontar.
Susilawati mengungkapkan, upaya mengkonservasi lontar juga dilakukan pada koleksi lontar milik warga. Kegiatan konservasi lontar di rumah warga dibarengi dengan inventarisasi dan identifikasi lontar. "Kami juga membantu membersihkan serta membaca lontar tersebut. Mengingat ada masyarakat yang memiliki lontar tetapi tidak bisa mengetahui apa isi lontar tersebut," jelas Susilawati.
Hasil kegiatan inventarisasi tahun 2020 lalu, terkumpul hingga 99 cakep lontar atau 2.533 lembar. Rinciannya, di Desa Ume Jero, Kecamatan Busungbiu 8 cakep lontar; di Desa Kedis, Kecamatan Busungbiu 7 cakep lontar; Desa Petemon, Kecamatan Seririt 5 cakep lontar; Desa Bulian, Kecamatan Kubutambahan 4 cakep lontar; Desa Kayu Putih, Kecamatan Banjar 18 cakep lontar.
Kemudian di Desa Bungkulan, Kecamatan Sawan 6 cakep lontar, Desa/Kecamatan Kubutambahan 26 cakep lontar; Desa Munduk, Kecamatan Banjar 15 cakep lontar; dan diDesa Tingarsari, Kecamatan Busungbiu 10 cakep lontar. "Sebagian besar lontar yang terdata tersebut masuk dalam klasifikasi lontar Wariga," ungkap Susilawati.
Sementara pada tahun 2021 ini mulai dari bulan Januari hingga Juni, jumlah lontar yang diinventarisasi sudah mencapai 130 cakep lontar atau 5.924 lembar. Hasil pendataan di Desa Anturan, Kecamatan Buleleng, terdapat 3 cakep lontar; Desa Tegeha, Kecamatan Banjar 25 cakep lontar; Desa Banjar Asem, Kecamatan Seririt 4 cakep lontar; dan di Desa Bebetin, Kecamatan Sawan 9 cakep lontar.
Kemudian di Desa Bungkulan, Kecamatan Sawan terdapat 13 cakep lontar; di Desa Dencarik, Kecamatan Banjar 12 cakep lontar; Desa Kedis, Kecamatan Busungbiu 19 cakep lontar; Desa Panji, Kecamatan Sukasada 25 cakep lontar; dan terakhir di Desa Sulanyah, Kecamatan Seririt 20 cakep lontar.
Susilawati menyampaikan, pihaknya meminta jika ada warga yang memiliki lontar dan membutuhkan bantuan pembersihan dan perawatan, ataupun identifikasi lontar bisa mengontak UPTD Museum Gedong Kirtya. Mengingat pandemi Covid-19 masih berlangsung, dalam setiap pelaksanaan kegiatan konservasi, lanjut Susilawati, tetap mengedepankan prokes (protokol kesehatan). *mz
Oleh karena itu, perawatan lontar dalam bentuk konservasi merupakan langkah mutlak. Hal itu antara lain dilakukan manajemen Museum Gedong Kirtya Buleleng. Museum ini terletak di Jalan Veteran No. 20, Kelurahan Paket Agung, Kecamatan/Kabupaten Buleleng. Konservasi tak hanya dengan merawat fisik lontar, melainkan juga mendigitalisasi isi lontar secara bertahap. Program konservasi ini menjadi upaya penyelamatan terhadap keberadaan lontar sebagai salah satu aset budaya warisan leluhur Bali.
Kepala UPTD Museum Gedong Kirtya Dewa Ayu Putu Susilawati mengatakan, saat ini Museum Gedong Kirtya masih ditutup untuk kunjungan umum. Penutupan selama masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Jawa-Bali, 3 – 20 Juli, hingga berlanjut. Kendati tutup, kegiatan perawatan dan digitalisasi ribuan lontar di dalam museum tetap rutin dilakukan.
Digitalisasi lontar dilakukan untuk membuat salinan lontar dalam bentuk file digital. Secara teknis, digitalisasi dilakukan dengan mengambil foto setiap lembaran lontar. "Lontar dibersihkan dulu, lalu difoto aksara lontarnya dengan alat yang dirancang untuk itu (studio mini). Setelah itu dilakukan editing agar aksara pada lontar mudah untuk dibaca," jelas Susilawati.
Susilawati mengungkapkan, hingga saat ini jumlah koleksi lontar di Museum Gedong Kirtya yang sudah didigitalisasi mencapai 126 cakep, atau sekitar 2.700an lembar. "Digitalisasi ini sebagai upaya perlindungan lontar, mengingat bahan lontar dari biotik yang suatu saat bisa rusak. Kami back up data itu dengan digitalisasi setiap lembar lontarnya," ujar Susilawati.
Selain untuk perlindungan lontar, digitalisasi juga dilakukan untuk memudahkan layanan bagi pengunjung yang ingin melihat koleksi lontar nantinya. UPTD Museum Gedong Kirtya berencana membangun sistem informasi daring atau luring. Sehingga akan memudahkan akses pencarian lontar. Dan memudahkan pelayanan agar tidak perlu membongkar lontar untuk meminimalisir kerusakan lontar.
Susilawati mengakui, digitalisasi koleksi lontar di Museum Gedong Kirtya baru dilakukan beberapa bulan belakangan pada tahun 2021 ini. Dirinya juga belum bisa mengestimasikan kapan digitalisasi seluruh koleksi lontar di museum bisa dituntaskan. Mengingat koleksi lontar mencapai ribuan dan proses digitalisasi yang memakan waktu cukup lama.
"Sebelum didigitalisasi memang harus diberikan treatment hingga dikeringkan, kemudian diperjelas aksaranya. Jadi prosesnya agak lama dengan keterbatasan petugas museum," ucap Susilawati.
Selain digitalisasi lontar, UPTD Museum Gedong Kirtya juga rutin melakukan perawatan koleksi lontar. Koleksi lontar di Gedong Kirtya sendiri berjumlah 2.022 cakep dan 5.200 lembar salian lontar. Perawatan lontar menggunakan minyak sirih untuk membersihkan dan kemiri bakar untuk memperjelas aksara. Dan memberikan kapur barus di dalam kotak penyimpanan lontar.
Susilawati mengungkapkan, upaya mengkonservasi lontar juga dilakukan pada koleksi lontar milik warga. Kegiatan konservasi lontar di rumah warga dibarengi dengan inventarisasi dan identifikasi lontar. "Kami juga membantu membersihkan serta membaca lontar tersebut. Mengingat ada masyarakat yang memiliki lontar tetapi tidak bisa mengetahui apa isi lontar tersebut," jelas Susilawati.
Hasil kegiatan inventarisasi tahun 2020 lalu, terkumpul hingga 99 cakep lontar atau 2.533 lembar. Rinciannya, di Desa Ume Jero, Kecamatan Busungbiu 8 cakep lontar; di Desa Kedis, Kecamatan Busungbiu 7 cakep lontar; Desa Petemon, Kecamatan Seririt 5 cakep lontar; Desa Bulian, Kecamatan Kubutambahan 4 cakep lontar; Desa Kayu Putih, Kecamatan Banjar 18 cakep lontar.
Kemudian di Desa Bungkulan, Kecamatan Sawan 6 cakep lontar, Desa/Kecamatan Kubutambahan 26 cakep lontar; Desa Munduk, Kecamatan Banjar 15 cakep lontar; dan diDesa Tingarsari, Kecamatan Busungbiu 10 cakep lontar. "Sebagian besar lontar yang terdata tersebut masuk dalam klasifikasi lontar Wariga," ungkap Susilawati.
Sementara pada tahun 2021 ini mulai dari bulan Januari hingga Juni, jumlah lontar yang diinventarisasi sudah mencapai 130 cakep lontar atau 5.924 lembar. Hasil pendataan di Desa Anturan, Kecamatan Buleleng, terdapat 3 cakep lontar; Desa Tegeha, Kecamatan Banjar 25 cakep lontar; Desa Banjar Asem, Kecamatan Seririt 4 cakep lontar; dan di Desa Bebetin, Kecamatan Sawan 9 cakep lontar.
Kemudian di Desa Bungkulan, Kecamatan Sawan terdapat 13 cakep lontar; di Desa Dencarik, Kecamatan Banjar 12 cakep lontar; Desa Kedis, Kecamatan Busungbiu 19 cakep lontar; Desa Panji, Kecamatan Sukasada 25 cakep lontar; dan terakhir di Desa Sulanyah, Kecamatan Seririt 20 cakep lontar.
Susilawati menyampaikan, pihaknya meminta jika ada warga yang memiliki lontar dan membutuhkan bantuan pembersihan dan perawatan, ataupun identifikasi lontar bisa mengontak UPTD Museum Gedong Kirtya. Mengingat pandemi Covid-19 masih berlangsung, dalam setiap pelaksanaan kegiatan konservasi, lanjut Susilawati, tetap mengedepankan prokes (protokol kesehatan). *mz
1
Komentar