Dewan Tambah Anggaran Dana Desa
ADD ditambah 2 persen bersumber dari dana progam Gempur Miskin sebesar Rp 18 miliar.
TABANAN, NusaBali
Sejumlah perbekel di Tabanan pusing dengan komposisi Anggaran Dana Desa (ADD) sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Keuangan Desa. Sebab praktiknya di lapangan, desa yang wilayahnya luas dengan penduduk banyak akan melebihi prosentase 30 persen operasional dan 70 persen untuk pembangunan. Mereka khawatir akan masuk penjara gara-gara komposisi ADD yang dinilai tak proporsional dan tak berkeadilan.
Keresahan para perbekel itu kemudian disampaikan Ketua Forum Perbekel Kabupaten Tabanan Made Arya ke Komisi I DPRD Tabanan, Rabu (4/1). Ketua Komisi I DPRD Tabanan Putu Eka Putra Nurcahyadi selanjutnya memediasi Forum Perbekel bertemu dengan Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BMPD) dan Bappeda melalui rapat kerja di gedung dewan. Solusinya, ADD bakal ditambah lagi 2 persen dari sebelumnya 10 persen.
Salah seorang perbekel di Tabanan menyebut ada ketidakadilan antara desa berpenduduk sedikit dengan wilayah kecil dengan desa berpenduduk banyak serta wilayahnya luas. Ketidakadilan itu menyangkut tunjangan penghasilan tetap (siltap). Otomatis yang jumlah penduduknya sedikit serta wilayahnya kecil dapat siltap lebih tinggi. Sebaliknya desa berpenduduk banyak dengan wilayah luas, siltapnya kecil. “Kalau kita buat tunjangan yang sama, tentu melebihi ketentuan 30 persen. Bisa-bisa kita dipenjara,” ungkap perbekel yang namanya minta tak dikorankan ini.
Berdasarkan keluhan perbekel, ada tiga opsi yang dimunculkan saat raker bersama Komisi I DPRD Tabanan, BPMD, dan Bappeda itu. Opsi pertama perbekel minta kenaikan ADD lagi 2 persen. “Apakah dengan kenaikan lagi 2 persen mampu menjawab ketidakadilan?” tanya Kepala Bappeda Tabanan, Ida Bagus Wiratmaja. Para perbekel pun menjawab tidak. Lalu lahir opsi kedua merevisi formula ADD dengan menyesuaikan aturan yang ada semula 90% dibagi rata dan 10% proporsional. Atau 60% rata dan 40% proporsional tergantung kesepakatan desa. Namun konsekwensinya akan ada desa yang menerima ADD lebih kecil dari sekarang.
Opsi ketiga, memindahkan semua kegiatan desa yang dikelola Pemkab seperti pembangunan kantor desa, jalan desa, dan lainnya. Kosekwensinya semua desa tidak lagi mendapatkan penanganan pembangunan dari kabupaten. Sehingga dapat menimbulkan ketimpangan pembangunan. Dari ketiga opsi itu, perbekel pilih opsi kedua plus, artinya formula ADD diatur kembali untuk menciptakan keadilan dan ADD ditambah guna menutupi kekurangan dengan menambah lagi 2 persen. Sumber dananya?
Ketua Komisi I DPRD Tabanan I Putu Eka Putra Nurcahyadi menjelaskan dananya bersumber dari mengalihkan program BKK (Bantuan Keuangan Khusus) yakni program Gempur Miskin senilai Rp 18 miliar. Dana Gempur Miskin dinilai tidak efektif dan bisa ditunda. “Dana dari program ini (Gempur Miskin, red) yang akan digunakan menambah ADD agar biaya belanja pegawai bisa terpenuhi dan tidak lebih dari 30 persen sehingga tidak melanggar PP No 43 tahun 2014,” terang Eka Putra.
Ketua DPRD Tabanan I Ketut 'Boping' Suryadi yang memimpin rapat menambahkan, ADD 90% bagi rata untuk 133 desa dan 10% dibagi proposrional sesuai jumlah penduduk dan luas wilayah dirasa belum adil. Sehingga Boping menyarankan BPMD mengkaji ulang dengan format 60% dibagi merata untuk 133 desa dan 40% dibagi proposional. “BPMD harus kaji ini agar menciptakan keadilan bagi desa,” tegasnya.
Sementara itu Ketua Forum Perbekel Tabanan I Made Arya mengatakan dengan adanya keputusan menaikkan ADD menjadi solusi bijaksana. “Jika sudah ada regulasi dan penganggarannya pas, kita nyaman bekerja,” tandas Perbekel Desa Angseri, Kecamatan Baturiti ini. Arya mengatakan, sesungguhnya tak ada masalah krusial dari PP No 43 tahun 2014 dan Perbup Tabanan Nomor 47 tahun 2016 tentang Alokasi Dana Keuangan Desa terhadap belanja pegawai. Namun aturan itu memicu terjadi pelanggaran format 30 persen siltap sehingga rawan jadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). * k21,d
Sejumlah perbekel di Tabanan pusing dengan komposisi Anggaran Dana Desa (ADD) sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Keuangan Desa. Sebab praktiknya di lapangan, desa yang wilayahnya luas dengan penduduk banyak akan melebihi prosentase 30 persen operasional dan 70 persen untuk pembangunan. Mereka khawatir akan masuk penjara gara-gara komposisi ADD yang dinilai tak proporsional dan tak berkeadilan.
Keresahan para perbekel itu kemudian disampaikan Ketua Forum Perbekel Kabupaten Tabanan Made Arya ke Komisi I DPRD Tabanan, Rabu (4/1). Ketua Komisi I DPRD Tabanan Putu Eka Putra Nurcahyadi selanjutnya memediasi Forum Perbekel bertemu dengan Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BMPD) dan Bappeda melalui rapat kerja di gedung dewan. Solusinya, ADD bakal ditambah lagi 2 persen dari sebelumnya 10 persen.
Salah seorang perbekel di Tabanan menyebut ada ketidakadilan antara desa berpenduduk sedikit dengan wilayah kecil dengan desa berpenduduk banyak serta wilayahnya luas. Ketidakadilan itu menyangkut tunjangan penghasilan tetap (siltap). Otomatis yang jumlah penduduknya sedikit serta wilayahnya kecil dapat siltap lebih tinggi. Sebaliknya desa berpenduduk banyak dengan wilayah luas, siltapnya kecil. “Kalau kita buat tunjangan yang sama, tentu melebihi ketentuan 30 persen. Bisa-bisa kita dipenjara,” ungkap perbekel yang namanya minta tak dikorankan ini.
Berdasarkan keluhan perbekel, ada tiga opsi yang dimunculkan saat raker bersama Komisi I DPRD Tabanan, BPMD, dan Bappeda itu. Opsi pertama perbekel minta kenaikan ADD lagi 2 persen. “Apakah dengan kenaikan lagi 2 persen mampu menjawab ketidakadilan?” tanya Kepala Bappeda Tabanan, Ida Bagus Wiratmaja. Para perbekel pun menjawab tidak. Lalu lahir opsi kedua merevisi formula ADD dengan menyesuaikan aturan yang ada semula 90% dibagi rata dan 10% proporsional. Atau 60% rata dan 40% proporsional tergantung kesepakatan desa. Namun konsekwensinya akan ada desa yang menerima ADD lebih kecil dari sekarang.
Opsi ketiga, memindahkan semua kegiatan desa yang dikelola Pemkab seperti pembangunan kantor desa, jalan desa, dan lainnya. Kosekwensinya semua desa tidak lagi mendapatkan penanganan pembangunan dari kabupaten. Sehingga dapat menimbulkan ketimpangan pembangunan. Dari ketiga opsi itu, perbekel pilih opsi kedua plus, artinya formula ADD diatur kembali untuk menciptakan keadilan dan ADD ditambah guna menutupi kekurangan dengan menambah lagi 2 persen. Sumber dananya?
Ketua Komisi I DPRD Tabanan I Putu Eka Putra Nurcahyadi menjelaskan dananya bersumber dari mengalihkan program BKK (Bantuan Keuangan Khusus) yakni program Gempur Miskin senilai Rp 18 miliar. Dana Gempur Miskin dinilai tidak efektif dan bisa ditunda. “Dana dari program ini (Gempur Miskin, red) yang akan digunakan menambah ADD agar biaya belanja pegawai bisa terpenuhi dan tidak lebih dari 30 persen sehingga tidak melanggar PP No 43 tahun 2014,” terang Eka Putra.
Ketua DPRD Tabanan I Ketut 'Boping' Suryadi yang memimpin rapat menambahkan, ADD 90% bagi rata untuk 133 desa dan 10% dibagi proposrional sesuai jumlah penduduk dan luas wilayah dirasa belum adil. Sehingga Boping menyarankan BPMD mengkaji ulang dengan format 60% dibagi merata untuk 133 desa dan 40% dibagi proposional. “BPMD harus kaji ini agar menciptakan keadilan bagi desa,” tegasnya.
Sementara itu Ketua Forum Perbekel Tabanan I Made Arya mengatakan dengan adanya keputusan menaikkan ADD menjadi solusi bijaksana. “Jika sudah ada regulasi dan penganggarannya pas, kita nyaman bekerja,” tandas Perbekel Desa Angseri, Kecamatan Baturiti ini. Arya mengatakan, sesungguhnya tak ada masalah krusial dari PP No 43 tahun 2014 dan Perbup Tabanan Nomor 47 tahun 2016 tentang Alokasi Dana Keuangan Desa terhadap belanja pegawai. Namun aturan itu memicu terjadi pelanggaran format 30 persen siltap sehingga rawan jadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). * k21,d
Komentar