Hakim PN Denpasar Dilaporkan ke MA
Dituding Sidangkan Perkara yang Sudah Incracht 28 Tahun Lalu
DENPASAR, NusaBali
Eksekusi sita jaminan atas lahan Jimbaran Hijau di Jalan Karang Mas Sejahtera Nomor 1, Lingkungan Perarudan, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung pada, Jumat (30/7) lalu berbuntut panjang.
Majelis hakim pimpinan AA Aripathi Nawaksara yang menyidangkan perkara ini dilaporkan ke Mahkamah Agung (MA) oleh penggugat pada Jumat lalu.
Pasalnya, perkara ini sudah incracht alias memiliki kekuatan hukum tetap sejak 28 tahun lalu namun kembali disidangkan di PN Denpasar. “Perkara ini sudah terang benderang. Objek tanah ini sudah pernah diperkarakan sesama ahli waris tahun 1990 dan diputus 1993 dan dilanjutkan dengan eksekusi. Jadi bagaimana bisa perkara sudah diputus 28 tahun lalu disidang lagi, ini namanya hakim melawan putusan pengadilan, lembaganya sendiri,” ujar kuasa hukum tergugat PT Jimbaran Hijau (JH) dan PT Citra Tama Selaras (CTS), Agus Samijaya pada, Minggu (1/8).
Tidak hanya menyidangkan perkara yang sudah incracht, majelis hakim juga mengeluarkan sita jaminan atas lahan Jimbaran Hijau di Jalan Karang Mas Sejahtera Nomor 1, Lingkungan Perarudan, Jimbaran ini. Padahal lahan ini sebelumnya sudah dieksekusi PN Denpasar pada 26 Oktober 1993 lalu sesuai dengan putusan pengadilan no.142/PDT/G/1990/PN.DPS.
“Kalau begini lantas di mana letak keadilan dan kepastian hukum akan ditegakkan, buat apa sidang kalau tidak ada kepastian hukum. Kami sudah laporkan kasus ini ke KPN, KPT, MA dan lainnya karena semua harus tunduk pada putusan pengadilan, presiden saja tunduk kok ini malah melawan putusan,” tegas pengacara yang terkenal kritis ini.
Sementara itu, Juru Bicara (Jubir) PN Denpasar, Gde Putra Astawa menyebut belum bisa berkomentar banyak terkait laporan ini. Karena perkara masih dalam proses persidangan. “Kenapa majelis hakim mengambil itu? (mengeluarkan sita jaminan). Itu semua pertimbangan dan wewenang ada pada majelis hakim. Bukan ranahnya jubir,” tutur Astawa.
Termasuk saat disinggung tudingan hakim sengaja menabrak putusan pengadilan sebelumnya, Astawa mengatakan tidak bisa menilai karena belum ada putusan. “Sebaiknya argumentasi itu ditanyakan kepada majelis hakim, kami tidak tahu alasannnya. Perkara belum selesai, sehingga tidak etis untuk menilai,” lanjutnya. 7 rez
1
Komentar