Krama Liligundi Deklarasi Boikot Kegiatan Desa Adat
Dipicu Terbitnya Perarem Terkait Syarat Calon Bendesa
Bendesa Adat Liligundi, Ketut Alit Suardana, ingatkan krama yang selama ini tempati tanah pelaba pura telah nikmati hasil berupa kelapa, pisang, dan lainnya
AMLAPURA, NusaBali
Krama Desa Adat Liligundu, Desa Bebandem, Kecamatan Bebandem, Karangasem bergolak karena kecewa atas atas disahkannya perarem mengenai syarat-syarat calon bendesa yang dianggap bertentangan dengan awig-awig. Krama desa pun deklarasi untuk memboikot semua kegiatan Desa Adat Liligundi.
Deklarasi pernyataan sikap untuk boikot kegiatan desa adat tersebut digelar krama setempat di Bale Banjar Liligundi Kaler, Desa Adat Liligundi, Bebandem, Jumat (20/8) pagi pukul 08.00 Wita. Deklarasi tersebut dihadiri 151 krama dari 218 kepala keluarga (KK) krama Desa Adat Liligundi.
Kegiatan deklarasi dengan mengenakan pakaian adat ringan ini dikoordi-nasikan oleh I Komang Wenten, salah satu tokoh krama Desa Adat Lilidundi. Kelian Pecalang Desa Adat Liligundi, I Made Sukadana, juga hadir. Adapun 151 krama yang ikut aksi deklarasi kemarin berasal dari dua banjar adat di Desa Adat Liligundi, yakni Banjar Liligundi Kaler dan Banjar Liligundi Kelod.
Ada 12 item pernyataan penolakan yang dibacakan juru bicara aksi, I Komang Wenten, dalam deklarasi boikot semua kegiatan Desa Adat Liligundi kemarin. Pertama, menolak bayar upeti pelaba pura. Kedua, menolak membayar pengopog (krama Desa Adat Liligundi yang bertempat tinggal di luar desa bayar sesabu, Red). Ketiga, menolak pembayaran penyamping. Keempat, tidak akan mencari upasaksi saat upacara pawiwahan (pernikahan).
Kelima, tidak melakukan permakluman saat hendak menguburkan jenazah jika terjadi kematian. Keenam, tidak mencari upasaksi dari prajuru adat saat menggelar upacara Panca Yadnya. Ketujuh, menolak bayar urunan. Kedelapan, menolak hadirkan teruna-teruni yang ikut Sekaa Teruna-teruni (STT).
Kesembilan, menolak hadirkan krama yang ikut sekaa gong. Kesepuluh, melakukan penyambungan langsung saluran air tanpa ada meteran. Kesebelas, menolak pembagian pipil banten (pembagian membuat banten) ketika ada piodalan. Keduabelas, menolak segala bentuk petedunan, kecuali untuk bahas isi perarem.
Usai pembacaan deklarasi, seluruh krama yang hadir membubuhkan tan-datangan penolakan. Selanjutnya, pernyataan sikap berisi 12 butir penolakan lengkap dengan tandatangan ini ditembuskan ke Gubernur Bali, DPRD Bali, Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, Bupati-Wakil Bupati Karangasem, Ketua DPRD Karangasem, MDA Kabupaten Karangasem, MDA Kecamatan Bebandem, dan pihak terkait lainnya.
“Aksi boikot kegiatan desa adat baru akan dihentikan begitu perarem (soal syarat-syarat calon bendesa yang bertentangan dengan awig-awig, Red) dicabut. Begitu perarem dicabut, semua persoalan selesai dan kembali seperti semula," tegas Komang Wenten.
Komang Wenten menyebutkan, sebelum krama bergolak hingga deklarasikan boikot semua kegiatan Desa Adat Liligundi kemarin, tercatat sudah tiga kali dilakukan mediasi oleh MDA Kecamatan Bebandem. Namun, persoalan yang sudah terjadi selama 2 tahun sejak 2019 ini tak kunjung ada solusinya.
Menurut Komang Wenten, inti persoalannya adalah perarem terkait syarat calon bendesa dinilai bertentangan dengan awig-awig. Salah satunya, menetapkan calon bendesa minimal berijazah SMP. Padahal, berdasarkan awig-awig Desa Adat Liligundi, dalam Pasal 29 ayat (4) disebutkan pemilihan bendesa adat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan penunjukkan prajuru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur awig-awig atau perarem.
“Dalam awig-awig diatur syarat calon bendesa adalah wikan mamawos kalih nyurat aksara Bali utawi latin. Dalam awig-awig tidak ada disebutkan wajib berijazah (minimal SMP, Red),” tandas Komang Wenten.
Sedangkan Kelian Pecalang Desa Adat Liligundi, I Made Sukadana, mengatakan sikap penolakan dan boikot semua kegiatan desa adat ini dilakukan setelah krama desa habis kesabaran. Menurut Sukadana, krama yang hadir dalam deklarasi penolakan kemarin siap menanggung segala risiko.
"Sebenarnya penolakan pembagian pipil banten selama ini telah berjalan. Hanya saja, saat itu piodalan kecil, sehingga upacara masih bisa berjalan. Nanti akan ada upacara besar. Dengan penolakan ini, di mana akan mencari krama dalam jumlah banyak?" tandas Sukadana.
Sementara itu, Bendesa Adat Liligundi, I Ketut Alit Suardana, menanggapi dingin, deklarasi pernyataan sikap krama yang boikot semua kegiatan desa adat. Alit Suardana menegaskan, perarem yang ditetapkan telah diregistrasi di MDA Provinsi Bali, sehingga tidak bisa dibatalkan. “Kecuali MDA Provinsi yang membatalkannya. Maka, jalan satu-satunya adalah silakan krama menggugat perarem tersebut," jelas Alit Suardana saat ditemui NusaBali terpisah di Sekretariat MDA Kabupaten Karangasem, Jalan Ngurah Rai Amlapura, Jumat kemarin.
Alit Suardana mengingatkan krama yang selama ini menempati tanah pelaba pura, telah menikmati hasil berupa kelapa, pisang, dan hasil kebun lainnya. "Krama telah menikmati hak-haknya. Lalu, sekarang menolak jalankan kewajiban selaku krama Desa Adat Liligundi, bagaimana ini?" tanya Alit Suardana, yang juga menjabat sebagai Bendesa Madya MDA Kabupaten Karangasem.
Disebutkan, penolakan pembagian pipil banten untuk kepentingan piodalan sebenarnya telah berjalan, sebelum ada deklarasi kemarin. "Tapi, kenyataannya piodalan tetap bisa terlaksana. Jika ada yang menolak, maka pipil banten dialihkan ke krama lain yang masih setia ngayah," tegas Alit Suardana.
Di sisi lain, Penyarikan Madya MDA Kabupaten Karangasem, I Gede Eka Primawata, mengingatkan agar persoalan internal di Desa Adat Liligundi tidak dibesar-besarkan. "Mari sama-sama carikan solusi, agar kehidupan sosial krama kembali tenteram," jelas tokoh adat dari Desa Padangbai, Kecamatan Manggis, Karangasem ini. *k16
Deklarasi pernyataan sikap untuk boikot kegiatan desa adat tersebut digelar krama setempat di Bale Banjar Liligundi Kaler, Desa Adat Liligundi, Bebandem, Jumat (20/8) pagi pukul 08.00 Wita. Deklarasi tersebut dihadiri 151 krama dari 218 kepala keluarga (KK) krama Desa Adat Liligundi.
Kegiatan deklarasi dengan mengenakan pakaian adat ringan ini dikoordi-nasikan oleh I Komang Wenten, salah satu tokoh krama Desa Adat Lilidundi. Kelian Pecalang Desa Adat Liligundi, I Made Sukadana, juga hadir. Adapun 151 krama yang ikut aksi deklarasi kemarin berasal dari dua banjar adat di Desa Adat Liligundi, yakni Banjar Liligundi Kaler dan Banjar Liligundi Kelod.
Ada 12 item pernyataan penolakan yang dibacakan juru bicara aksi, I Komang Wenten, dalam deklarasi boikot semua kegiatan Desa Adat Liligundi kemarin. Pertama, menolak bayar upeti pelaba pura. Kedua, menolak membayar pengopog (krama Desa Adat Liligundi yang bertempat tinggal di luar desa bayar sesabu, Red). Ketiga, menolak pembayaran penyamping. Keempat, tidak akan mencari upasaksi saat upacara pawiwahan (pernikahan).
Kelima, tidak melakukan permakluman saat hendak menguburkan jenazah jika terjadi kematian. Keenam, tidak mencari upasaksi dari prajuru adat saat menggelar upacara Panca Yadnya. Ketujuh, menolak bayar urunan. Kedelapan, menolak hadirkan teruna-teruni yang ikut Sekaa Teruna-teruni (STT).
Kesembilan, menolak hadirkan krama yang ikut sekaa gong. Kesepuluh, melakukan penyambungan langsung saluran air tanpa ada meteran. Kesebelas, menolak pembagian pipil banten (pembagian membuat banten) ketika ada piodalan. Keduabelas, menolak segala bentuk petedunan, kecuali untuk bahas isi perarem.
Usai pembacaan deklarasi, seluruh krama yang hadir membubuhkan tan-datangan penolakan. Selanjutnya, pernyataan sikap berisi 12 butir penolakan lengkap dengan tandatangan ini ditembuskan ke Gubernur Bali, DPRD Bali, Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, Bupati-Wakil Bupati Karangasem, Ketua DPRD Karangasem, MDA Kabupaten Karangasem, MDA Kecamatan Bebandem, dan pihak terkait lainnya.
“Aksi boikot kegiatan desa adat baru akan dihentikan begitu perarem (soal syarat-syarat calon bendesa yang bertentangan dengan awig-awig, Red) dicabut. Begitu perarem dicabut, semua persoalan selesai dan kembali seperti semula," tegas Komang Wenten.
Komang Wenten menyebutkan, sebelum krama bergolak hingga deklarasikan boikot semua kegiatan Desa Adat Liligundi kemarin, tercatat sudah tiga kali dilakukan mediasi oleh MDA Kecamatan Bebandem. Namun, persoalan yang sudah terjadi selama 2 tahun sejak 2019 ini tak kunjung ada solusinya.
Menurut Komang Wenten, inti persoalannya adalah perarem terkait syarat calon bendesa dinilai bertentangan dengan awig-awig. Salah satunya, menetapkan calon bendesa minimal berijazah SMP. Padahal, berdasarkan awig-awig Desa Adat Liligundi, dalam Pasal 29 ayat (4) disebutkan pemilihan bendesa adat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan penunjukkan prajuru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur awig-awig atau perarem.
“Dalam awig-awig diatur syarat calon bendesa adalah wikan mamawos kalih nyurat aksara Bali utawi latin. Dalam awig-awig tidak ada disebutkan wajib berijazah (minimal SMP, Red),” tandas Komang Wenten.
Sedangkan Kelian Pecalang Desa Adat Liligundi, I Made Sukadana, mengatakan sikap penolakan dan boikot semua kegiatan desa adat ini dilakukan setelah krama desa habis kesabaran. Menurut Sukadana, krama yang hadir dalam deklarasi penolakan kemarin siap menanggung segala risiko.
"Sebenarnya penolakan pembagian pipil banten selama ini telah berjalan. Hanya saja, saat itu piodalan kecil, sehingga upacara masih bisa berjalan. Nanti akan ada upacara besar. Dengan penolakan ini, di mana akan mencari krama dalam jumlah banyak?" tandas Sukadana.
Sementara itu, Bendesa Adat Liligundi, I Ketut Alit Suardana, menanggapi dingin, deklarasi pernyataan sikap krama yang boikot semua kegiatan desa adat. Alit Suardana menegaskan, perarem yang ditetapkan telah diregistrasi di MDA Provinsi Bali, sehingga tidak bisa dibatalkan. “Kecuali MDA Provinsi yang membatalkannya. Maka, jalan satu-satunya adalah silakan krama menggugat perarem tersebut," jelas Alit Suardana saat ditemui NusaBali terpisah di Sekretariat MDA Kabupaten Karangasem, Jalan Ngurah Rai Amlapura, Jumat kemarin.
Alit Suardana mengingatkan krama yang selama ini menempati tanah pelaba pura, telah menikmati hasil berupa kelapa, pisang, dan hasil kebun lainnya. "Krama telah menikmati hak-haknya. Lalu, sekarang menolak jalankan kewajiban selaku krama Desa Adat Liligundi, bagaimana ini?" tanya Alit Suardana, yang juga menjabat sebagai Bendesa Madya MDA Kabupaten Karangasem.
Disebutkan, penolakan pembagian pipil banten untuk kepentingan piodalan sebenarnya telah berjalan, sebelum ada deklarasi kemarin. "Tapi, kenyataannya piodalan tetap bisa terlaksana. Jika ada yang menolak, maka pipil banten dialihkan ke krama lain yang masih setia ngayah," tegas Alit Suardana.
Di sisi lain, Penyarikan Madya MDA Kabupaten Karangasem, I Gede Eka Primawata, mengingatkan agar persoalan internal di Desa Adat Liligundi tidak dibesar-besarkan. "Mari sama-sama carikan solusi, agar kehidupan sosial krama kembali tenteram," jelas tokoh adat dari Desa Padangbai, Kecamatan Manggis, Karangasem ini. *k16
Komentar