Tiga Sekawan Produksi Perabot Kau-kau
Tetap Aktif Dalam Timpaan Pandemi
GIANYAR, NusaBali
Akibat tertimpa pandemi Covid-19, tiga sekawan yang dulunya mengais rejeki dari dunia pariwisata, kini beralih profesi menjadi perajin.
Mereka yakni inisiator I Gede Arik Adiguna,34, yang guide Hyden Canyon Guwang, I Putu Oka Swardiana,26, yang driver ojek online, dan I Kadek Bagas Septiawan,20, pegawai salah satu hotel di Canggu, Badung.
Mereka membuat kerajinan batok kelapa skala rumahan di Jalan Bima, Desa Guwang, Kecamatan Sukawati. Tempurung kelapa dihaluskan menjadi perabotan berbahan Kau-kau. Jenisnya, mangkok maupun piring yang biasa dipergunakan sebagai perabot rumah tangga zaman dulu.
Ditemui saat berproduksi, Gede Arik mengatakan aktivitas ini bermula dari kebingungan mereka yang terdampak pandemi. "Kami jadi punya banyak waktu luang. Kalau diam saja otomatis tidak ada penghasilan," ujarnya, Minggu (15/8). Agar tidak bosan diam di rumah, Arik dan akan-kawan awalnya menyusuri sungai menghabiskan waktu. Dalam penelusuran, dilihat banyak buah kelapa yang hanyut di aliran sungai. Maksud hati mengangkat agar tidak menjadi sampah, ternyata buah kelapa tersebut menginspirasi Arik dan teman. "Kita ambil bawa pulang," ungkapnya.
Dari awalnya jalan-jalan iseng, lambat laun menjadi perburuan. Sehingga cukup banyak kelapa puyung yang berhasil dikumpulkan. "Kelapa itu kita kupas, potong jadi dua. Bersihkan bagian dalamnya sehingga menjadi mangkok atau piring," jelasnya. Hanya saja, pertama kali karya mereka belum sempurna. Sebab masih dibuat secara manual belum di amplas halus.
Meski demikian, untuk kalangan rumah tangga mangkok piring Kau-kau hasil karya mereka sudah laku dibeli oleh masyarakat sekitar. Termasuk ditawarkan kepada Anggota DPR RI Dapil Bali asal Guwang, Nyoman Parta. Dari pertemuan dengan anggota dewan ini, Arik dkk diminta untuk berinovasi memperbaiki kualitas. Sehingga mesin yang biasa dipakai orangtuanya membuat kerajinan perak, dimodifikasi agar bisa memperhalus Kau-kau. "Modal awal nyaris nol. Karena kita putar hasil jualan produk pertama saat itu kurang lebih Rp 280.000," jelasnya. Kau-kau dihaluskan menggunakan amplas tanpa obat pengkilat sehingga mangkok maupun piring yang dihasilkan, aman dijadikan perabotan rumah tangga. "Yang halus ini kami perlihatkan lagi ke Pakman Parta, beliau sangat mengapresiasi. Langsung order dan bantu promosi," kenang Alumni SMK Kerta Wisata Ubud ini.
Produksi ini akhirnya resmi dirintis sejak dua minggu terakhir. Selain anggota dewan, pesanan juga datang dari salah satu restoran di kawasan Canggu. "Kami diminta membuat mangkok ukuran sedang untuk sajian es buah. Ada tambahan penyangga di bagian bawahnya," jelas Arik.
Saat ini, Arik dan akwan-kawan juga sedang sibuk memenuhi pesanan. Ada datang dari perorangan untuk kebutuhan rumah tangga. Ada pula ada pengusaha yang berencana membuka usaha kuliner lawar babi. "Yang dipesan untuk tempat komoh, paling kecil juga banyak diminati untuk minum arak," jelasnya.
Guna mendapatkan kualitas bentuk kelapa yang bulat, Arik pilih membeli ke wilayah Payangan kelapa yang sudah dikupas. "Di awal pernah beli kelapa utuh, setelah dikupas kebanyakan bentuknya lonjong. Kurang bagus dipakai mangkok atau piring. Setelah itu kita beli yang sudah dikupas, meskipun harganya sedikit lebih mahal. Yang penting dapat bentuk bagus," ujarnya.
Namun tidak seluruhnya juga berbentuk bulat. Perbandingannya, dari 100 biji hanya sekitar 10 kelapa yang bulat sempurna. Sisanya, dipastikan ada bentuk-bentuk unik. Dalam sehari, maksimal tiga sekawan ini bisa mengolah 20 pcs buah kelapa. Mulai dari pemotongan, mengelupas isi, menghaluskan manual hingga menghaluskan memakai mesin. Sementara, isi kelapa dikeringkan menjadi kopra untuk dijual kembali ke pengepul.
Harga yang ditawarkan untuk Kau-kau yang sudah cantik kisaran Rp 7.000 hingga Rp 30.000 tergantung ukuran, bentuk, dan motif ukiran. Selain mangkok, Arik dkk juga membuat canting, gayung, dan tempat tirtha. Arik dkk mengaku bersyukur masih bisa bekerja di masa sulit pandemi ini. "Astungkara ada jalan, sehingga bisa bertahan hidup. Khawatir kalau diam saja, lama-lama bisa jenuh. Lebih baik, tetap sibuk, astungkara ada rejeki," ujarnya. *nvi
Komentar