DPRD Fasilitasi Pengajuan Pengelolaan
Hutan Catur Desa
Pertemuan ini diharapkannya dapat memberikan jalan keluar pengusulan izin pengelolaan hutan yang buntu selama ini.
SINGARAJA, NusaBali
DPRD Buleleng akhirnya menfasilitasi Tim 9 Catur Desa Dalem Tamblingan yang selama ini menemui kebuntuan dalam pengusulan pengelolaan hutan. Pertemuan membahas persoalan itu juga mengundang sejumlah instansi terkait, Selasa (24/8) kemarin di ruang rapat gabungan komisi.
Krama Desa Adat Dalem Tamblingan selama ini memang memuliakan air, sehingga mereka menjaga betul hutan yang ada di kawasan mereka. Hanya saja belakangan, kekhawatiran muncul setelah ditemukan beberapa pohon besar yang menjadi korban pembalakan liar. Bahkan salah satu flora endimik di dalam hutan yang dinamai hutan Mertajati itu banyak diburu. Hal ini yang mendasari tim 9 mengajukan izin pengelolaan.
Sebelumnya Tim 9 Catur Desa Adat Dalem Tamblingan yang terdiri Desa Gobleg, Munduk dan Gesing di Kecamatan Banjar dan Desa Umajero di Kecamatan Busungbiu mengusulkan pengelolaan hutan di wilayah catur desa. Pengajuan itu sudah dilakukan sejak 2 tahun silam. Hanya saja hingga kini menemui jalan buntu.
Kepala Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Ojom Somantri, menjelaskan, secara regulasi, pengajuan usulan dari tim 9 catur desa sangat memungkinkan untuk dipenuhi. Menurutnya, yang terpenting subjek, objeknya harus jelas. Serta harus ada perangkat atau produk hukum yang mengatur. “Karena ini kawasan harus ada Perda dulu, kemudian ada SK objeknya, secara regulasi memungkinkan, hanya prosesnya perlu waktu,” jelas Ojom Somantri.
Namun disatu sisi, dia juga memberikan dua opsi lain, yang dinilainya memiliki proses yang lebih mudah. Keduanya memiliki bersamaan dapat dikelola oleh masyarakat adat. Opsi pertama dengan pengusulan pengelolaan pola hutan desa, yang berada di luar kawasan konservasi. Lalu yang kedua pengelolaan kawasan konservasi dengan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
“Saya tawarkan opsi mudah. Yang mengelola masyarakat adat. Bisa, seperti yang sudah jalan. Kemudian konservasi juga bisa yang masyarakatnya juga. Tinggal mencari yang mana yang proses lebih mudah atau proses panjang. Kalau perda memang perlu waktu lama. Sekarang tergantung masyarakatnya, tadi kami sudah tawarkan berapa opsi,” jelas dia.
Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna mengatakan, lembaganya hanya menfasilitasi pasca adanya surat audiensi dari tim 9 Catur Desa Adat Dalem Tamblingan. Pertemuan ini diharapkannya dapat memberikan jalan keluar pengusulan izin pengelolaan hutan yang buntu selama ini. “Kami menghadirkan beberapa instansi, langsung kepala Balai Perhutanan Sosial, BKSDA, Dinas Kehutanan Provinsi Bali dan KPH Bali Utara. Harapan kami ada masukan dan gambaran alternatif, diberikan kepada catur desa untuk bisa mengelola hutan,” jelas Supriatna.
Sekretaris DPC PDI Perjuangan Buleleng ini pun mengaku sangat mendukung tim 9 catur desa, karena selama ini mereka meyakini warisan leluhurnya, dengan menjaga hutan dan air. “Kawasan Tamblingan adalah kawasan konservasi, juga kawasan hulu, kawasan suci di Buleleng. Bagi kami bagaimana supaya bisa terwujud keinginan mereka dengan menyesuaikan aturan beberapa pihak,” tegas dia.
Sementara itu, Ketua Tim 9 Catur Desa Adat Dalem Tamblingan Putu Ardana, mengapresiasi DPRD Buleleng yang telah menfasilitasi mereka. Dia pun berharap kebuntuan yang selama ini dihadapinya mendapatkan kemudahan dan keterbukaan komunikasi antara tim 9 dengan pemerintah daerah.
“Sebetulnya kami tidak ada masalah hanya ada proses yang belum bisa dilewati. Karena kurang kominikasi dengan Pemda. Kami dari rakyat mintanya diarahkan. Misalnya kamu kurang gini harusnya gini, kami maunya seperti itu. Itu tidak kami dapatkan sehingga kami bingung,” jelasnya. Dia pun berharap dengan pertemuan yang difasilitasi DPRD Buleleng ini, ke depannya dapat dilancarkan. *k23
Krama Desa Adat Dalem Tamblingan selama ini memang memuliakan air, sehingga mereka menjaga betul hutan yang ada di kawasan mereka. Hanya saja belakangan, kekhawatiran muncul setelah ditemukan beberapa pohon besar yang menjadi korban pembalakan liar. Bahkan salah satu flora endimik di dalam hutan yang dinamai hutan Mertajati itu banyak diburu. Hal ini yang mendasari tim 9 mengajukan izin pengelolaan.
Sebelumnya Tim 9 Catur Desa Adat Dalem Tamblingan yang terdiri Desa Gobleg, Munduk dan Gesing di Kecamatan Banjar dan Desa Umajero di Kecamatan Busungbiu mengusulkan pengelolaan hutan di wilayah catur desa. Pengajuan itu sudah dilakukan sejak 2 tahun silam. Hanya saja hingga kini menemui jalan buntu.
Kepala Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Ojom Somantri, menjelaskan, secara regulasi, pengajuan usulan dari tim 9 catur desa sangat memungkinkan untuk dipenuhi. Menurutnya, yang terpenting subjek, objeknya harus jelas. Serta harus ada perangkat atau produk hukum yang mengatur. “Karena ini kawasan harus ada Perda dulu, kemudian ada SK objeknya, secara regulasi memungkinkan, hanya prosesnya perlu waktu,” jelas Ojom Somantri.
Namun disatu sisi, dia juga memberikan dua opsi lain, yang dinilainya memiliki proses yang lebih mudah. Keduanya memiliki bersamaan dapat dikelola oleh masyarakat adat. Opsi pertama dengan pengusulan pengelolaan pola hutan desa, yang berada di luar kawasan konservasi. Lalu yang kedua pengelolaan kawasan konservasi dengan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
“Saya tawarkan opsi mudah. Yang mengelola masyarakat adat. Bisa, seperti yang sudah jalan. Kemudian konservasi juga bisa yang masyarakatnya juga. Tinggal mencari yang mana yang proses lebih mudah atau proses panjang. Kalau perda memang perlu waktu lama. Sekarang tergantung masyarakatnya, tadi kami sudah tawarkan berapa opsi,” jelas dia.
Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna mengatakan, lembaganya hanya menfasilitasi pasca adanya surat audiensi dari tim 9 Catur Desa Adat Dalem Tamblingan. Pertemuan ini diharapkannya dapat memberikan jalan keluar pengusulan izin pengelolaan hutan yang buntu selama ini. “Kami menghadirkan beberapa instansi, langsung kepala Balai Perhutanan Sosial, BKSDA, Dinas Kehutanan Provinsi Bali dan KPH Bali Utara. Harapan kami ada masukan dan gambaran alternatif, diberikan kepada catur desa untuk bisa mengelola hutan,” jelas Supriatna.
Sekretaris DPC PDI Perjuangan Buleleng ini pun mengaku sangat mendukung tim 9 catur desa, karena selama ini mereka meyakini warisan leluhurnya, dengan menjaga hutan dan air. “Kawasan Tamblingan adalah kawasan konservasi, juga kawasan hulu, kawasan suci di Buleleng. Bagi kami bagaimana supaya bisa terwujud keinginan mereka dengan menyesuaikan aturan beberapa pihak,” tegas dia.
Sementara itu, Ketua Tim 9 Catur Desa Adat Dalem Tamblingan Putu Ardana, mengapresiasi DPRD Buleleng yang telah menfasilitasi mereka. Dia pun berharap kebuntuan yang selama ini dihadapinya mendapatkan kemudahan dan keterbukaan komunikasi antara tim 9 dengan pemerintah daerah.
“Sebetulnya kami tidak ada masalah hanya ada proses yang belum bisa dilewati. Karena kurang kominikasi dengan Pemda. Kami dari rakyat mintanya diarahkan. Misalnya kamu kurang gini harusnya gini, kami maunya seperti itu. Itu tidak kami dapatkan sehingga kami bingung,” jelasnya. Dia pun berharap dengan pertemuan yang difasilitasi DPRD Buleleng ini, ke depannya dapat dilancarkan. *k23
1
Komentar