Pengusaha Usul Aturan Kepailitan Direvisi
Sepanjang 2020 hingga sekarang ada 1.298 perusahaan hadapi kasus kepailitan
JAKARTA, NusaBali
Pengusaha mengusulkan ke pemerintah untuk melakukan moratorium alias penghentian sementara untuk aturan kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Pengusaha menilai proses hukum PKPU berada dalam kondisi yang menekan pengusaha.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani, PKPU pada dasarnya adalah proses untuk membantu perusahaan sebagai pihak yang memiliki utang alias debitur untuk mencari jalan keluar pembayaran utang yang tersendat. Pada kenyataannya, proses hukum PKPU justru hanya membuat perusahaan menjadi rawan dipailitkan.
"Kami lihat pengajuan PKPU ini sudah dalam taraf yang tidak dalam kondisi menyehatkan perusahaan, dan justru malah membuat perusahaan menuju kepailitan," ungkap Hariyadi dalam konferensi pers virtual, seperti dilansir detikcom, Selasa (7/9).
Dalam data yang dipaparkan pihaknya, sepanjang tahun 2020 hingga sekarang sudah ada 1.298 perusahaan yang menghadapi kasus kepailitan. Dia memperkirakan angkanya masih akan terus bertambah.
Hal itu dapat terjadi karena dasar hukum kepailitan dan PKPU masih kurang adil bagi debitur. Misalnya saja, pengajuan PKPU yang seharusnya merupakan ranahnya debitur untuk mencari jalan keluar atas utang-utangnya justru malah dipakai kreditur untuk menyelesaikan utangnya.
"Harusnya PKPU ini adalah sebuah format atau forum untuk debitur mencari jalan penundaan pencairan utang, di Indonesia malah kreditur yang pakai untuk mengajukan pencairan utangnya," kata Hariyadi.
Salah satu yang disoroti juga adalah tidak adanya tes insolvensi alias uji kemampuan keuangan bagi pihak debitur sebelum dinyatakan pailit. Hal ini membuat banyak perusahaan yang harusnya sehat secara keuangan justru divonis pailit.
"Kalau menentukan perusahaan ini insolven atau tidak sebelum pailit seharusnya dilakukan insolvency test. Harusnya ada tes untuk melihat tingkat kemampuan perusahaan beroperasi, baru diputuskan pailit," papar Hariyadi.
Hariyadi menegaskan pengusaha meminta pemerintah untuk memberlakukan moratorium proses kepailitan dan PKPU, sambil melakukan revisi dan penyempurnaan aturan pada UU no 37 tahun 2004.
"Kami usulkan untuk menerbitkan Peraturan Pengganti UU tentang moratorium PKPU dan kepailitan. Jangka waktunya kapan? Tentunya setelah ada amandemen UU 37 2004, sehingga ada kepastian dari instrumen kepailitan dan PKPU," jelas Hariyadi.
Sebelumnya, Hariyadi mengatakan Apindo berharap kepailitan dan PKPU dapat dimoratorium paling tidak selama 3 tahun. Artinya dalam kurun waktu tersebut perusahaan tidak bisa di-PKPU-kan dan di-pailit-kan.
"PKPU dan kepailitan ini sedang kita upayakan untuk kita moratorium untuk jangka waktu kalau kami mengusulkannya 3 tahun. Tapi nanti tidak tahu nanti pemerintah responsnya seperti apa. Tapi itu adalah harapan kita nanti akan ada perpu yang mengatur itu," papar Hariyadi dalam Rakerkonas Apindo, Selasa (24/8). *
Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani, PKPU pada dasarnya adalah proses untuk membantu perusahaan sebagai pihak yang memiliki utang alias debitur untuk mencari jalan keluar pembayaran utang yang tersendat. Pada kenyataannya, proses hukum PKPU justru hanya membuat perusahaan menjadi rawan dipailitkan.
"Kami lihat pengajuan PKPU ini sudah dalam taraf yang tidak dalam kondisi menyehatkan perusahaan, dan justru malah membuat perusahaan menuju kepailitan," ungkap Hariyadi dalam konferensi pers virtual, seperti dilansir detikcom, Selasa (7/9).
Dalam data yang dipaparkan pihaknya, sepanjang tahun 2020 hingga sekarang sudah ada 1.298 perusahaan yang menghadapi kasus kepailitan. Dia memperkirakan angkanya masih akan terus bertambah.
Hal itu dapat terjadi karena dasar hukum kepailitan dan PKPU masih kurang adil bagi debitur. Misalnya saja, pengajuan PKPU yang seharusnya merupakan ranahnya debitur untuk mencari jalan keluar atas utang-utangnya justru malah dipakai kreditur untuk menyelesaikan utangnya.
"Harusnya PKPU ini adalah sebuah format atau forum untuk debitur mencari jalan penundaan pencairan utang, di Indonesia malah kreditur yang pakai untuk mengajukan pencairan utangnya," kata Hariyadi.
Salah satu yang disoroti juga adalah tidak adanya tes insolvensi alias uji kemampuan keuangan bagi pihak debitur sebelum dinyatakan pailit. Hal ini membuat banyak perusahaan yang harusnya sehat secara keuangan justru divonis pailit.
"Kalau menentukan perusahaan ini insolven atau tidak sebelum pailit seharusnya dilakukan insolvency test. Harusnya ada tes untuk melihat tingkat kemampuan perusahaan beroperasi, baru diputuskan pailit," papar Hariyadi.
Hariyadi menegaskan pengusaha meminta pemerintah untuk memberlakukan moratorium proses kepailitan dan PKPU, sambil melakukan revisi dan penyempurnaan aturan pada UU no 37 tahun 2004.
"Kami usulkan untuk menerbitkan Peraturan Pengganti UU tentang moratorium PKPU dan kepailitan. Jangka waktunya kapan? Tentunya setelah ada amandemen UU 37 2004, sehingga ada kepastian dari instrumen kepailitan dan PKPU," jelas Hariyadi.
Sebelumnya, Hariyadi mengatakan Apindo berharap kepailitan dan PKPU dapat dimoratorium paling tidak selama 3 tahun. Artinya dalam kurun waktu tersebut perusahaan tidak bisa di-PKPU-kan dan di-pailit-kan.
"PKPU dan kepailitan ini sedang kita upayakan untuk kita moratorium untuk jangka waktu kalau kami mengusulkannya 3 tahun. Tapi nanti tidak tahu nanti pemerintah responsnya seperti apa. Tapi itu adalah harapan kita nanti akan ada perpu yang mengatur itu," papar Hariyadi dalam Rakerkonas Apindo, Selasa (24/8). *
1
Komentar