Bali Gali Potensi Sumber PAD
DPRD Bali Ajukan Ranperda 'Retribusi Perizinan Tertentu'
Ada potensi baru pendapatan daerah non pajak, yaitu retribusi izin trayek berupa kartu pengawasan izin penyelenggaraan angkutan sewa khusus dan taksi
DENPASAR, NusaBali
Pemprov Bali berusaha mencari basis pendapatan daerah sebagai sum-ber PAD (pendapatan asli daerah) di masa pandemi Covid-19. Banyak sumber pendapatan yang bisa digali dan menjadi basis PAD Bali, untuk mendukung pembangunan dan mewujudkan program ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’. Misalnya, dari retribusi perizinan tertentu.
Hal ini disampaikan Gubernur Bali Wayan Koster dalam rapat paripurna di Ruang Sidang Utama Gedung DPRD Bali, Niti Mandala Denpasar, Jumat (10/9) pagi. Sidang paripurna kemarin dengan agenda ‘Penjelasan DPRD Bali terhadap Rancangan Peraturan Derah (Ranperda) Inisiatif Dewan tentang Retribusi Perizinan Tertentu’ dan ‘Penyampaian Kepala Daerah tentang Perubahan APBD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun 2021’.
Sidang paripurna kemarin dipimpin Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama dari Fraksi PDIP, didampingi Wakil Ketua DPRD Bali Nyoman Sugawa Korry dari Fraksi Golkar. Sidang paripurna diikuti secara virtual oleh jajaran Pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Pemprov Bali.
Gubernur Koster memberi apresiasi terhadap Ranperda tentang ‘Retribusi Perizinan Tertentu’ yang menjadi inisiatif Dewan. Ranperda ini mengatur ruang lingkup pengaturan tentang retribusi perizinan tertentu, retribusi izin proyek, retribusi izin usaha perikanan, dana kompensasi penggunaan tenaga asing, insentif pemungutan, peninjauan retribusi, dan ketentuan pendidikan.
Menurut Gubernur Koster, dengan adanya Perda tentang Retribusi Perizinan Tertentu ini, ke depan Bali akan semakin mantap menggali sumber PAD dan sekaligus memiliki basis pendapatan daerah yang lebih memadai dalam rangka mendukung PAD, sebagai upaya bersama mendanai pembangunan untuk mewujudkan ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’.
Sementara, I Nyoman Budi Utama selaku juru bicara DPRD Bali dalam penyampaian penjelasan Ranperda ‘Retribusi Perizinan Tertentu’ saat sidang paripurna kemarin, mengatakan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, Pemprov Bali mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya. Hal ini untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.
Untuk menyelenggarakan pemerintahan tersebut, kata Budi Utama, Pemprov Bali berhak mengenakan pungutan kepada masyarakat berdasarkan UUD 1945, yang menetapkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kenegaraan. “Dengan demikian, pemungutan pajak daerah harus didasarkan pada UU, seperti UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Ueuangan antara Pemerintah dan Daerah,” jelas Budi Utama.
“Selain itu, juga UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang menyebutkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah salah satu sumbernya adalah pendapatan asli daerah," lanjut politisi PDIP asal Desa Sulahan, Kecamatan Susut, Bangli yang sudah dua periode duduk di DPRD Bali Dapil Bangli ini.
Budi Utama menegaskan, PAD juga bentuknya berupa retribusi daerah, yang merupakan sumber pendapatan daerah paling potensial dan dominan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, dalam rangka meningkatkan serta memeratakan kesejahteraan masyarakat. "Memperhatikan hal tersebut, maka Ranperda Retribusi Perizinan Tertentu kami ajukan," katanya.
Dia menambahkan, dengan semangat Omnibus Law, maka Perda Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu beserta perubahannya digabung dalam satu Perda. "Ranperda tentang Retribusi Perizinan Tertentu yang diajukan sekarang ini, tanpa mengubah substansi dan tarif pungutan retribusi," tegas fungsionaris DPD PDIP Bali ini.
Budi Utama juga menyebutkan adanya potensi baru yang dapat menambah pendapatan daerah dari sektor non pajak, yaitu retribusi izin trayek berupa kartu pengawasan izin penyelenggaraan angkutan sewa khusus dan taksi. "Sebagai dasar hukum untuk memungut retribusi dimaksud, maka perlu dimasukkan dalam Perda Retribusi Perizinan Tertentu," tandas Budi Utama.
Sementara itu, dalam sidang paripurna kemarin, Gubernur Koster membeber adanya Perubahan APBD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun Anggaran 2021 yang dilakukan karena perubahan proyeksi dari yang sebelumnya ditetapkan dalam APBD Induk Tahun Anggaran 2021. Gubernur Koster mnenyebutkan, perubahan proyeksi terjadi karena adanya kebijakan pemerintah pusat yang mengharuskan daerah mela-kukan refocusing anggaran dalam rangka percepatan penanganan pan-demi Covid-19.
"Di samping itu, Perubahan APBD Tahun Anggaran 2021 juga didorong oleh adanya program dan kegiatan yang mendesak perlu dilaksanakan pada 2021, serta adanya rasionalisasi belanja tahun berjalan. Karena itu, perlu dilakukan pergeseran anggaran, baik antar kegiatan maupun antar jenis belanja, serta penetapan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) Tahun 2020," jelas Koster.
Rancangan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2021 yang dibeber Koster adalah pendapatan daerah dalam APBD Induk 2021 sebesar Rp 6,035 triliun, berkurang Rp 41,30 miliar menjadi Rp 5,90 triliun. Selain itu, belanja daerah dalam APBD Induk 2021 yang semula dianggarkan Rp 8,50 triliun, menurun sekitar Rp 332,5 miliar menjadi Rp 8,20 triliun di Perubahan APBD Tahun Anggaran 2021.
Koster juga membeberkan jumlah defisit APBD Induk Tahun Anmggaran 2021 sebesar Rp 2,50 triliun, yang berkurang sebesar Rp 291,10 miliar menjadi sekitar Rp 2,20 triliun dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran 2021.
"Sejalan dengan itu, penerimaan pembiayaan daerah dalam Rancangan Perubahan APBD Tahun 2021 perlu dilakukan penyesuaian, dari semula sebesar Rp 2,50 triliun berkurang sebesar Rp 291,10 miliar," jelas Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.
Koster menegaskan, pengurangan ini sudah mengakomodir besaran SiLPA yang tertuang dalam Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun Anggaran 2020. Koster pun berharap Ranperda ini segera bisa ditetapkan menjadi Perda.
"Saya berharap Raperda Perubahan APBD Tahun Anggaran 2021 ini dapat dibahas, sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang berlaku, untuk mendapatkan persetujuan bersama yang pada akhirnya dapat ditetapkan menjadi Peraturan Daerah (Perda)," pinta politisi senior yang sempat tiga kali periode duduk di Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali (2004-2009, 2009-2014, 2014-2018) ini. *nat
Hal ini disampaikan Gubernur Bali Wayan Koster dalam rapat paripurna di Ruang Sidang Utama Gedung DPRD Bali, Niti Mandala Denpasar, Jumat (10/9) pagi. Sidang paripurna kemarin dengan agenda ‘Penjelasan DPRD Bali terhadap Rancangan Peraturan Derah (Ranperda) Inisiatif Dewan tentang Retribusi Perizinan Tertentu’ dan ‘Penyampaian Kepala Daerah tentang Perubahan APBD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun 2021’.
Sidang paripurna kemarin dipimpin Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama dari Fraksi PDIP, didampingi Wakil Ketua DPRD Bali Nyoman Sugawa Korry dari Fraksi Golkar. Sidang paripurna diikuti secara virtual oleh jajaran Pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Pemprov Bali.
Gubernur Koster memberi apresiasi terhadap Ranperda tentang ‘Retribusi Perizinan Tertentu’ yang menjadi inisiatif Dewan. Ranperda ini mengatur ruang lingkup pengaturan tentang retribusi perizinan tertentu, retribusi izin proyek, retribusi izin usaha perikanan, dana kompensasi penggunaan tenaga asing, insentif pemungutan, peninjauan retribusi, dan ketentuan pendidikan.
Menurut Gubernur Koster, dengan adanya Perda tentang Retribusi Perizinan Tertentu ini, ke depan Bali akan semakin mantap menggali sumber PAD dan sekaligus memiliki basis pendapatan daerah yang lebih memadai dalam rangka mendukung PAD, sebagai upaya bersama mendanai pembangunan untuk mewujudkan ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’.
Sementara, I Nyoman Budi Utama selaku juru bicara DPRD Bali dalam penyampaian penjelasan Ranperda ‘Retribusi Perizinan Tertentu’ saat sidang paripurna kemarin, mengatakan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, Pemprov Bali mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya. Hal ini untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.
Untuk menyelenggarakan pemerintahan tersebut, kata Budi Utama, Pemprov Bali berhak mengenakan pungutan kepada masyarakat berdasarkan UUD 1945, yang menetapkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kenegaraan. “Dengan demikian, pemungutan pajak daerah harus didasarkan pada UU, seperti UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Ueuangan antara Pemerintah dan Daerah,” jelas Budi Utama.
“Selain itu, juga UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang menyebutkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah salah satu sumbernya adalah pendapatan asli daerah," lanjut politisi PDIP asal Desa Sulahan, Kecamatan Susut, Bangli yang sudah dua periode duduk di DPRD Bali Dapil Bangli ini.
Budi Utama menegaskan, PAD juga bentuknya berupa retribusi daerah, yang merupakan sumber pendapatan daerah paling potensial dan dominan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, dalam rangka meningkatkan serta memeratakan kesejahteraan masyarakat. "Memperhatikan hal tersebut, maka Ranperda Retribusi Perizinan Tertentu kami ajukan," katanya.
Dia menambahkan, dengan semangat Omnibus Law, maka Perda Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu beserta perubahannya digabung dalam satu Perda. "Ranperda tentang Retribusi Perizinan Tertentu yang diajukan sekarang ini, tanpa mengubah substansi dan tarif pungutan retribusi," tegas fungsionaris DPD PDIP Bali ini.
Budi Utama juga menyebutkan adanya potensi baru yang dapat menambah pendapatan daerah dari sektor non pajak, yaitu retribusi izin trayek berupa kartu pengawasan izin penyelenggaraan angkutan sewa khusus dan taksi. "Sebagai dasar hukum untuk memungut retribusi dimaksud, maka perlu dimasukkan dalam Perda Retribusi Perizinan Tertentu," tandas Budi Utama.
Sementara itu, dalam sidang paripurna kemarin, Gubernur Koster membeber adanya Perubahan APBD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun Anggaran 2021 yang dilakukan karena perubahan proyeksi dari yang sebelumnya ditetapkan dalam APBD Induk Tahun Anggaran 2021. Gubernur Koster mnenyebutkan, perubahan proyeksi terjadi karena adanya kebijakan pemerintah pusat yang mengharuskan daerah mela-kukan refocusing anggaran dalam rangka percepatan penanganan pan-demi Covid-19.
"Di samping itu, Perubahan APBD Tahun Anggaran 2021 juga didorong oleh adanya program dan kegiatan yang mendesak perlu dilaksanakan pada 2021, serta adanya rasionalisasi belanja tahun berjalan. Karena itu, perlu dilakukan pergeseran anggaran, baik antar kegiatan maupun antar jenis belanja, serta penetapan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) Tahun 2020," jelas Koster.
Rancangan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2021 yang dibeber Koster adalah pendapatan daerah dalam APBD Induk 2021 sebesar Rp 6,035 triliun, berkurang Rp 41,30 miliar menjadi Rp 5,90 triliun. Selain itu, belanja daerah dalam APBD Induk 2021 yang semula dianggarkan Rp 8,50 triliun, menurun sekitar Rp 332,5 miliar menjadi Rp 8,20 triliun di Perubahan APBD Tahun Anggaran 2021.
Koster juga membeberkan jumlah defisit APBD Induk Tahun Anmggaran 2021 sebesar Rp 2,50 triliun, yang berkurang sebesar Rp 291,10 miliar menjadi sekitar Rp 2,20 triliun dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran 2021.
"Sejalan dengan itu, penerimaan pembiayaan daerah dalam Rancangan Perubahan APBD Tahun 2021 perlu dilakukan penyesuaian, dari semula sebesar Rp 2,50 triliun berkurang sebesar Rp 291,10 miliar," jelas Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.
Koster menegaskan, pengurangan ini sudah mengakomodir besaran SiLPA yang tertuang dalam Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun Anggaran 2020. Koster pun berharap Ranperda ini segera bisa ditetapkan menjadi Perda.
"Saya berharap Raperda Perubahan APBD Tahun Anggaran 2021 ini dapat dibahas, sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang berlaku, untuk mendapatkan persetujuan bersama yang pada akhirnya dapat ditetapkan menjadi Peraturan Daerah (Perda)," pinta politisi senior yang sempat tiga kali periode duduk di Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali (2004-2009, 2009-2014, 2014-2018) ini. *nat
1
Komentar