Bohong
Kendati berbohong itu tidak baik, banyak orang sangat suka melakoninya.
Aryantha Soethama
Pengarang
Sampai-sampai ada orang yang dikenal sebagai pembohong, hobinya membual. Kalau sehari tidak berbohong dia merasa pusing, seperti orang belum ngopi, kepala senut-senut. Setelah membual lewat membuat status di Facebook atau grup WhatsApp, langsung pusingnya lenyap
Rekan-rekan yang membaca statusnya tahu persis, yang ia tulis itu bohong semata. Kendati begitu banyak yang tidak percaya kalau yang ia sampaikan itu bohong, padahal mereka yakin yang ditulis itu benar-benar bualan. Sering kali rekan-rekan itu kangen kalau orang ini lama tidak membuat status. “Ke mana dia lama, sibuk apa, lama gak menulis cerita bohong,” tanya rekan-rekan itu satu sama lain melalui telepon genggam.
Mereka menyukai kabar bohong itu, karena yang dikisahkan menarik, menggugah ingin tahu, membuat emosi terlibat, dan dada berdebar-debar. Acap kali kisah bohong itu berakhir dengan derai tawa pembacanya. Rekan-rekan suka kisah bohong itu karena lucu dan menghibur, kendati itu bualan semata. “Ternyata kita ini doyan kebohongan ya,” komentar mereka.
Di internet banyak bertebaran berita bohong yang memacu debar jantung. Orang-orang menyukainya, yakin, dan percaya, tapi pada saat sama mereka juga yakin itu bohong. Mereka membaca, mengikuti kisah itu dengan suntuk, untuk menikmati kebohongan.
Suatu hari terpetik berita orang yang suka berbohong itu meninggal. Seorang rekan berkabar, “Wah, dia meninggal lho. Tapi, apa benar dia mati. Jangan-jangan dia mati bohongan.”
Beberapa rekan menyahut, “Benar kok dia meninggal, mendadak kena serangan jantung, pagi tadi.”
Tapi ada yang menjawab, “Aku gak percaya, dia kan suka membual.”
“Tapi yang ini dari status anaknya, mengabarkan ayahnya meninggal.”
“Ah, bisa saja dia mencuri password anaknya, dia kan pintar IT, punya bakat jadi hacker, lalu mengabarkan dia mati.”
“Tapi ada foto jenazah dia terbaring.”
“Ah, itu cuma berbaring bikinan. Dia mati bohong-bohongan.”
“Ada adak dan istri menangis di samping jasadnya.”
“Ah, kamu kayak gak tahu saja, dia pintar memanipulasi foto. Dia kan jago Photoshop.”
Setelah rekan-rekan itu berdebat dalam chatting yang panjang, akhirnya mereka sepakat ramai-ramai ke rumah orang itu untuk membuktikan apakah dia benar-benar meninggal. Ketika tiba mereka mendengar isak tangis anak dan istri pembual itu. Ternyata dia benar-benar mati, bukan mati bohong-bohongan.
Orang Bali punya istilah guyu-guyu celor, berbohong, berpura-pura yang akhirnya jadi kenyataan. Contoh yang sering diungkap adalah tentang orang yang mandi di kolam renang atau pantai, berpura-pura minta tolong karena dia tenggelam. Ketika ramai-ramai orang menolong, dia nyengir tertawa-tawa dia tidak tenggelam. Orang-orang kesal dipecundangi. Pada saat lain, dia benar-benar tenggelam, tangannya melambai-lambai minta tolong. Orang-orang tertawa-tawa. “Gak usah ditolong, cuekin saja, dia tenggelam bohong-bohongan. Tapi dia benar-benar tenggelam, dan mati.
Kebohongan bisa berakibat fatal, bisa juga tidak, tergantung yang penikmat kebohongan itu. Jika di internet sekarang ramai berita hoax, cerita bohong, itu tergantung pada orang yang membacanya. Jika mereka yang terbiasa membaca koran dan majalah sungguhan, bukan bohongan, tak akan mudah terpancing hoax. Pembaca yang tak gampang dibohongin ini adalah mereka yang taat pada cara kerja jurnalistik: cek dan ricek serta mengutamakan kredibilitas.
Tapi, kendati bohong itu tidak baik, ada juga bohong yang mulia, yang diizinkan. Misalnya, seorang suami yang merayu istrinya, mengatakan dia manis, cantik, dan penuh gairah. Padahal si istri sudah tua, gembrot, dan si laki lagi membayangkan wanita ayu yang ditemuinya tadi di tempat cuci mobil.
Dunia juga mengenal kebohongan yang diizinkan buat mereka yang berdagang, yang sering mengaku rugi kepada calon pembeli yang rewel menawar. “Kalau segitu, wah, rugi saya. Naikkan dikit lagi dong, biar saya gak bangkrut,” ujar si pedagang. Padahal dia sudah untung banyak. Kebohongan itu unik, juga indah, makanya banyak orang kepincut hoax di internet. *
1
Komentar