Diparda-Industri Bahas Syarat Hotel Karantina
Antisipasi Bali Open Border
Hotel karantina wajib memenuhi indikator, di antaranya sudah menerapkan CHSE Plus, di antaranya ada Satgas yang menangani, support perawat, dan yang lainnya.
DENPASAR, NusaBali
Pemprov Bali bersama dengan industri pariwisata mempersiapkan standar operasional prosedur (SOP) untuk antisipasi open border. SOP tersebut di antaranya kesiapan hotel untuk karantina, hotel untuk isolasi terpusat (isoter), layanan rumah sakit, dan lainnya. SOP dimaksud sebagai acuan yang akan diajukan kepada Gubernur Bali. Harapannya bisa menjadi role model menerima kedatangan wisatawan mancanegara (wisman) ke Bali.
Rapat pembahasan SOP tersebut dilaksanakan Dinas Pariwisata Bali bersama kalangan industri dan stakeholder, Jumat (17/9), di ruang rapat Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Jalan Cut Nya Dien, kawasan Niti Mandala, Denpasar.
Wakil Ketua BPD PHRI Bali sekaligus Ketua BPC PHRI Badung I Gusti Ngurah Agung Rai Suryawijaya atau Rai Suryawijaya, mengatakan pembahasan SOP persiapan open border dilakukan setelah audiensi 38 asosiasi pariwisata kepada Gubernur Bali I Wayan Koster pada Kamis (16/9).
“Bagaimana menyiapkan hotel untuk karantina, hotel untuk isoter, dedicated rumah sakit, semua harus jelas. Persiapan kita harus matang, tidak boleh main-main,” ujar Rai Suryawijaya.
Ditegaskannya, sekali Bali sudah open border, jangan sampai tutup lagi. Karena itu semua stakeholder pariwisata harus punya komitmen, lantaran menyangkut nama Bali. “Sedikit saja ada masalah nanti, akan back fire kita,” tandas Rai Suryawijaya.
Apalagi tahun 2022 akan banyak event internasional di Bali, di antaranya pertemuan G20.
Rai Suryawijaya mengatakan pada September ini SOP persiapan open border ditarget final. “Sekarang kita matangkan dulu. Nanti ketok palunya dari Pak Gubernur,” katanya.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali I Putu Astawa menambahkan masalah open border domainnya ada di pusat. Walau demikian Bali selalu mempersiapkan diri. Salah satunya menyiapkan hotel karantina.
“Mekanisme penyiapan hotel karantina itulah yang disepakati,” tutur Astawa.
Hotel mana saja yang nanti bakal dijadikan hotel karantina, hotel untuk isoter, dan pasca karantina akan koordinasi melalui PHRI. “PHRI nanti meng-collect data, kemudian diajukan ke BPBD, selaku Sekretaris Satgas Penanggulangan Covid-19,” kata Astawa.
Setelah maju ke BPBD, oleh BPBD akan dimintakan assessment. Hotel-hotel itu diverifikasi oleh Dinas Kesehatan sebagai leading dengan anggota dari stakeholder terkait, Diparda, KKP (Kantor Kesehatan Pelabuhan), Bali Medical Association, dan lainnya.
Setelah assessment dan lulus, baru dikeluarkan Satgas Covid-19, hotel mana nanti yang dinyatakan sebagai hotel karantina. “Itu skenario yang diajukan kepada Pak Gubernur,” ujar Astawa.
Kenapa hotel tersebut tidak langsung dipakai, kata Astawa, karena merujuk Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) mensyaratkan demikian, untuk memudahkan melakukan testing, tracing, treatment (3T).
“Dengan siapa mereka (wisman) kontak sehingga lebih mudah melakukan itu (3T, Red). Jadi kita tunduk kepada ketentuan yang digariskan,” imbuh Astawa.
Astawa mengemukakan, pertemuan baru merumuskan indikator-indikator saja, sehingga semua transparan. Baru nanti disosialisasikan oleh PHRI. Indikator-indikator tersebut di antaranya sebagai hotel karantina harus sudah menerapkan CHSE Plus. “Plus itu masih dirumuskan kriterianya. Di antaranya harus ada Satgas yang menangani, support perawat, dan yang lainnya,” kata Astawa. Karena itu sampai saat ini belum ada hotel yang ditetapkan sebagai lokasi karantina.
“Ini yang kita matangkan persiapan, kalau sekiranya nanti ada open border,” kata pejabat asal Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar.
Selain kalangan industri pariwisata, rapat pembahasan persiapan open border dihadiri Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Kesehatan, Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), dan stakeholder terkait. *k17
Rapat pembahasan SOP tersebut dilaksanakan Dinas Pariwisata Bali bersama kalangan industri dan stakeholder, Jumat (17/9), di ruang rapat Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Jalan Cut Nya Dien, kawasan Niti Mandala, Denpasar.
Wakil Ketua BPD PHRI Bali sekaligus Ketua BPC PHRI Badung I Gusti Ngurah Agung Rai Suryawijaya atau Rai Suryawijaya, mengatakan pembahasan SOP persiapan open border dilakukan setelah audiensi 38 asosiasi pariwisata kepada Gubernur Bali I Wayan Koster pada Kamis (16/9).
“Bagaimana menyiapkan hotel untuk karantina, hotel untuk isoter, dedicated rumah sakit, semua harus jelas. Persiapan kita harus matang, tidak boleh main-main,” ujar Rai Suryawijaya.
Ditegaskannya, sekali Bali sudah open border, jangan sampai tutup lagi. Karena itu semua stakeholder pariwisata harus punya komitmen, lantaran menyangkut nama Bali. “Sedikit saja ada masalah nanti, akan back fire kita,” tandas Rai Suryawijaya.
Apalagi tahun 2022 akan banyak event internasional di Bali, di antaranya pertemuan G20.
Rai Suryawijaya mengatakan pada September ini SOP persiapan open border ditarget final. “Sekarang kita matangkan dulu. Nanti ketok palunya dari Pak Gubernur,” katanya.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali I Putu Astawa menambahkan masalah open border domainnya ada di pusat. Walau demikian Bali selalu mempersiapkan diri. Salah satunya menyiapkan hotel karantina.
“Mekanisme penyiapan hotel karantina itulah yang disepakati,” tutur Astawa.
Hotel mana saja yang nanti bakal dijadikan hotel karantina, hotel untuk isoter, dan pasca karantina akan koordinasi melalui PHRI. “PHRI nanti meng-collect data, kemudian diajukan ke BPBD, selaku Sekretaris Satgas Penanggulangan Covid-19,” kata Astawa.
Setelah maju ke BPBD, oleh BPBD akan dimintakan assessment. Hotel-hotel itu diverifikasi oleh Dinas Kesehatan sebagai leading dengan anggota dari stakeholder terkait, Diparda, KKP (Kantor Kesehatan Pelabuhan), Bali Medical Association, dan lainnya.
Setelah assessment dan lulus, baru dikeluarkan Satgas Covid-19, hotel mana nanti yang dinyatakan sebagai hotel karantina. “Itu skenario yang diajukan kepada Pak Gubernur,” ujar Astawa.
Kenapa hotel tersebut tidak langsung dipakai, kata Astawa, karena merujuk Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) mensyaratkan demikian, untuk memudahkan melakukan testing, tracing, treatment (3T).
“Dengan siapa mereka (wisman) kontak sehingga lebih mudah melakukan itu (3T, Red). Jadi kita tunduk kepada ketentuan yang digariskan,” imbuh Astawa.
Astawa mengemukakan, pertemuan baru merumuskan indikator-indikator saja, sehingga semua transparan. Baru nanti disosialisasikan oleh PHRI. Indikator-indikator tersebut di antaranya sebagai hotel karantina harus sudah menerapkan CHSE Plus. “Plus itu masih dirumuskan kriterianya. Di antaranya harus ada Satgas yang menangani, support perawat, dan yang lainnya,” kata Astawa. Karena itu sampai saat ini belum ada hotel yang ditetapkan sebagai lokasi karantina.
“Ini yang kita matangkan persiapan, kalau sekiranya nanti ada open border,” kata pejabat asal Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar.
Selain kalangan industri pariwisata, rapat pembahasan persiapan open border dihadiri Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Kesehatan, Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), dan stakeholder terkait. *k17
1
Komentar