Sisi Lembut Jadi Senjata Paling Ampuh dalam Pemimpin
Pernah empat kali secara beruntun gagal lulus tes CPNS, Ade Indahsari Putri sukses membawa wilayahnya sebagai Kelurahan Terbersih se-Kota Denpasar sejak 2014 hingga sekarang
Ade Indahsari Putri SH, Srikandi yang Kini Menjabat Lurah Tonja, Denpasar Utara
DENPASAR, NusaBali
Kaum perempuan kini cukup diperhitungkan menduduki jabatan penting di jajaran Pemkot Denpasar. Buktinya, saat ini ada 5 perempuan yang dipercaya memimpin wilayah kelurahan di Kota Denpasar, termasuk Ade Indah Sari Putri SH, 47, yang kini menjabat Lurah Tonja, Kecamatan Denpasar Utara. Sisi lembut menjadi senjata paling ampuh bagi Ade Indahsari dalam memimpin wilayah kelurahan.
Ade Indahsari sudah selama 3 tahun menjabat Lurah Tonja, sejak dilantik pada 28 Januari 2014 silam. Dia merupakan satu dari 5 Lurah Srikandi di Kota Denpasar. Empat (4) Srikandi lainnya yang juga menjabat Lurah di Kota Denpasar adalah I Gusti Ayu Suryani (Lurah Dauh Puri, Denpasar Utara), Luh Oka Ayu Arya Tustani SE (Lurah Renon, Denpasar Selatan), Dewa Ayu Istri Idayati (Lurah Kesiman, Denpasar Timur), dan Ni Ketut Sri Karyawati (Lurah Sesetan, Denpasar Selatan). Ketut Sri Karyawati baru dilantik menjadi Lurah Sesetan, 12 Januari 2017, menggantikan suaminya, I Nyoman Agus Mahardika.
Kelima Srikandi tangguh ini telah membutktikan bahwa di balik lemah lembutnya sifat perempuan, nyatanya mereka bisa memimpin warga kelurahan yang jumlahnya mencapai ribuan kepala keluarga (KK) dan sangat heterogen. Dan, sisi lembut seorang perempuan justru menjadi senjata paling ampuh dalam memimpin.
Menurut Indahsari, tantangan terberat seorang Lurah adalah berhadapan dengan warga masyarakat yang heterogen. "Masalah surat menyurat masih bisa kita pelajari. Tapi, kalau sudah berhadapan dengan warga yang pola pikirnya berbeda-beda, harus ada seni dan trik dalam memimpin. Karena perempuan identik dengan kelembutan, maka itu yang saya pakai untuk menghadapi berbagai permasalahan," jelas
Indahsari saat ditemui NusaBali di ruang kerjanya, Senin (16/1).
Indahsari menyebutkan, sisi lembut yang dia tunjukkan setiap menghadapi masalah selama ini, terbukti ampuh menghasilkan solusi terbaik untuk warganya. Dia mencon-tohkan kasus pelaporan kasus bau busuk dari limbah kotoran babi yang dipelihara salah seorang warganya di Kelurahan Tonja. Kandang babi yang bersebelahan dengan lingkungan sekolah, dilaporkan oleh warga dapat mengganggu konsetrasi para siswa dalam belajar.
Lurah Srikandi kelahiran Denpasar, 27 Agustus 1970, ini pun langsung turun ke lapangan untuk mengecek lokasi. Dari situ, Indahsari tahu kasus bau limbah babi tersebut sudah bertahun-tahun menuai gejolak, namun tak pernah ada penyelesaian. Masalahnya, si pemilik ternak babi bersikeras bahwa itu menjadi sumber penghasilan keluarganya.
Dengan kelembutannya selaku perempuan, Indahsari kemudian melakukan pendekatan terhadap pemilik kandang babi, termasuk berdiskusi. Pemilik ternak babi tidak dibentak, melainkan disarankan untuk menjaga kebersihan limbah. "Awalnya, saya sempat minta supaya kandang babinya dipindahkan ke tempat yang jauh dari pemukiman dan lokasi sekolah,” kenang Indahsari.
“Saya juga sarankan untuk membuat lubang pembuangan limbah dan rajin-rajin membersihkan kotoran supaya tidak berbau. Bahkan saya sarankan supaya babinya dijual menjelang Galungan, kemudian lahan tersebut difungsikan untuk menanam pisang," lanjut Lurah Srikandi yang alumnus Fakultas Hukum Unud ini.
Nah, lewat percakapan yang cukup panjang, akhirnya pemilik ternak babi bersedia mengalihfungsikan kandang babinya menjadi lahan untuk menanam pisang. "Syukur, saat ini pisang yang ditanam tersebut selalu berbuah. Tak jarang, pemiliknya menawarkan kepada saya untuk membeli pisang," tandas ibu dua anak dari pernikahannya dengan I Gusti Ngurah Agung Mahardika ini, staf Kantor Camat Mengwi, Badung ini.
Bagi Indahsari, menjadi Lurah telah memberikannya kesempatan untuk memperluas wawasan dan pengalaman. Seorang Lurah dituntut bekerja full 24 jam. Sebab, pekerjaan Lurah tak cukup hanya di belakang meja, tapi juga berinteraksi langsung dengan masyarakat. Maka itu, Indahsari punya tugas berat untuk meyakinkan sang suami dan kedua anaknya ketika waktu bersama keluarga harus dirampas demi kepentingan masyarakat.
"Kadang kalau ada kebakaran, bencana, atau sidak malam hari, saya harus hadir. Saya sadari pekerjaan Lurah dituntut 24 jam, karena sewaktu-waktu kita diperlukan. Kadang, Sabtu dan Minggu selalu ada kegiatan, entah itu menghadiri acara atau rapat. Jadinya, waktu liburan sangat sedikit," ujarnya.
Meski hanya sedikit waktu bersantai, Indahsari selalu manfaatkannya untuk berkumpul bersama keluarga. "Kesibukan sebagai Lurah tidak saya anggap beban, melainkan sebagai amanah. Prinsipnya, tugas ini harus saya jalani, nikmati, dan syukuri," jelas ibu dari I Gusti Ngurah Bagus Indra Permana (siswa SMA) dan I Gusti Ngurah Bagus Krisna Mahaputra (siswa SMP) ini. Dia mengaku bersyukur karena sang suami dan kedua anaknya sangat pengertian. Bahkan, sang suami pasti ikut mengantarnya setiap ada kegiatan malam.
Ade Indahsari Putri sendiri bisa mencapai sekarang berkat perjuangan panjang dalam kariernya. Semula, dia hanya berstatus pegawai kontrak di Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Provinsi Bali. Maklum, setiap tahun dia ikut tes CPNS, namun selalu gagal. Barulah di tahun kelima ikut tes CPNS, Indahsari akhirnya diterima menjadi PNS di Dispenda Kota Denpasar pada 1998. Sejak itu, dia berkali-kali kena mutasi jabatan.
Pada 2008, Indahsari sempat menjadi staf di Kecamatan Denpasar Barat, lanjut promosi menjadi Kasi Kesra Kelurahan Tonja pada 2009. Sampai akhirnya Indahsari ditunjuk menjadi Plt Lurah Kuta tahun 2012 untuk mengisi kekosongan setelah pejabat sebelumnya, I Made Sugiarta, pensiun. “Akhirnya, saya dilantik sebagai Lurah tahun 2014," cerita Srikandi yang mengaku awalnya bercita-cita menjadi notaris ini.
Di bawah kepemimpinannya, Kelurahan Tonja disulap menjadi Kelurahan Terbersih se-Kota Denpasar Tahun 2014 dan predikat itu masih dipegang sampai sekarang. Padahal, Kelurahan Tonja sempat sandang predikat buruk sebagai Kelurahan Terkotor se-Kota Denpasar tahun 2013.
Salah satu trik yang dicetuskan Indahsari adalah membungkus sampah saat dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPPS). "Dulu masyarakat buang sampah sembarangan, sehingga berserakan dan bahkan beterbangan ke jalanan. Maka, kami keluarkan kebijakan supaya sampah dibungkus sebelum dibuang," ungkap Indashari.
Kebijakan soal sampah ini awalnya mendapat penolakan keras dari warga Kelurahan Tonja. Bahkan, warga meminta pihak kelurahan untuk menyediakan kantong plastik untuk membungkus sampah. "Tapi, setelah diberi pemahaman, saat ini pola pikir masyarakat sudah berubah. Pada 2014, kami dapat predikat Kelurahan Terbersih yang disandang terus sampai sekarang," katanya. * nvi
DENPASAR, NusaBali
Kaum perempuan kini cukup diperhitungkan menduduki jabatan penting di jajaran Pemkot Denpasar. Buktinya, saat ini ada 5 perempuan yang dipercaya memimpin wilayah kelurahan di Kota Denpasar, termasuk Ade Indah Sari Putri SH, 47, yang kini menjabat Lurah Tonja, Kecamatan Denpasar Utara. Sisi lembut menjadi senjata paling ampuh bagi Ade Indahsari dalam memimpin wilayah kelurahan.
Ade Indahsari sudah selama 3 tahun menjabat Lurah Tonja, sejak dilantik pada 28 Januari 2014 silam. Dia merupakan satu dari 5 Lurah Srikandi di Kota Denpasar. Empat (4) Srikandi lainnya yang juga menjabat Lurah di Kota Denpasar adalah I Gusti Ayu Suryani (Lurah Dauh Puri, Denpasar Utara), Luh Oka Ayu Arya Tustani SE (Lurah Renon, Denpasar Selatan), Dewa Ayu Istri Idayati (Lurah Kesiman, Denpasar Timur), dan Ni Ketut Sri Karyawati (Lurah Sesetan, Denpasar Selatan). Ketut Sri Karyawati baru dilantik menjadi Lurah Sesetan, 12 Januari 2017, menggantikan suaminya, I Nyoman Agus Mahardika.
Kelima Srikandi tangguh ini telah membutktikan bahwa di balik lemah lembutnya sifat perempuan, nyatanya mereka bisa memimpin warga kelurahan yang jumlahnya mencapai ribuan kepala keluarga (KK) dan sangat heterogen. Dan, sisi lembut seorang perempuan justru menjadi senjata paling ampuh dalam memimpin.
Menurut Indahsari, tantangan terberat seorang Lurah adalah berhadapan dengan warga masyarakat yang heterogen. "Masalah surat menyurat masih bisa kita pelajari. Tapi, kalau sudah berhadapan dengan warga yang pola pikirnya berbeda-beda, harus ada seni dan trik dalam memimpin. Karena perempuan identik dengan kelembutan, maka itu yang saya pakai untuk menghadapi berbagai permasalahan," jelas
Indahsari saat ditemui NusaBali di ruang kerjanya, Senin (16/1).
Indahsari menyebutkan, sisi lembut yang dia tunjukkan setiap menghadapi masalah selama ini, terbukti ampuh menghasilkan solusi terbaik untuk warganya. Dia mencon-tohkan kasus pelaporan kasus bau busuk dari limbah kotoran babi yang dipelihara salah seorang warganya di Kelurahan Tonja. Kandang babi yang bersebelahan dengan lingkungan sekolah, dilaporkan oleh warga dapat mengganggu konsetrasi para siswa dalam belajar.
Lurah Srikandi kelahiran Denpasar, 27 Agustus 1970, ini pun langsung turun ke lapangan untuk mengecek lokasi. Dari situ, Indahsari tahu kasus bau limbah babi tersebut sudah bertahun-tahun menuai gejolak, namun tak pernah ada penyelesaian. Masalahnya, si pemilik ternak babi bersikeras bahwa itu menjadi sumber penghasilan keluarganya.
Dengan kelembutannya selaku perempuan, Indahsari kemudian melakukan pendekatan terhadap pemilik kandang babi, termasuk berdiskusi. Pemilik ternak babi tidak dibentak, melainkan disarankan untuk menjaga kebersihan limbah. "Awalnya, saya sempat minta supaya kandang babinya dipindahkan ke tempat yang jauh dari pemukiman dan lokasi sekolah,” kenang Indahsari.
“Saya juga sarankan untuk membuat lubang pembuangan limbah dan rajin-rajin membersihkan kotoran supaya tidak berbau. Bahkan saya sarankan supaya babinya dijual menjelang Galungan, kemudian lahan tersebut difungsikan untuk menanam pisang," lanjut Lurah Srikandi yang alumnus Fakultas Hukum Unud ini.
Nah, lewat percakapan yang cukup panjang, akhirnya pemilik ternak babi bersedia mengalihfungsikan kandang babinya menjadi lahan untuk menanam pisang. "Syukur, saat ini pisang yang ditanam tersebut selalu berbuah. Tak jarang, pemiliknya menawarkan kepada saya untuk membeli pisang," tandas ibu dua anak dari pernikahannya dengan I Gusti Ngurah Agung Mahardika ini, staf Kantor Camat Mengwi, Badung ini.
Bagi Indahsari, menjadi Lurah telah memberikannya kesempatan untuk memperluas wawasan dan pengalaman. Seorang Lurah dituntut bekerja full 24 jam. Sebab, pekerjaan Lurah tak cukup hanya di belakang meja, tapi juga berinteraksi langsung dengan masyarakat. Maka itu, Indahsari punya tugas berat untuk meyakinkan sang suami dan kedua anaknya ketika waktu bersama keluarga harus dirampas demi kepentingan masyarakat.
"Kadang kalau ada kebakaran, bencana, atau sidak malam hari, saya harus hadir. Saya sadari pekerjaan Lurah dituntut 24 jam, karena sewaktu-waktu kita diperlukan. Kadang, Sabtu dan Minggu selalu ada kegiatan, entah itu menghadiri acara atau rapat. Jadinya, waktu liburan sangat sedikit," ujarnya.
Meski hanya sedikit waktu bersantai, Indahsari selalu manfaatkannya untuk berkumpul bersama keluarga. "Kesibukan sebagai Lurah tidak saya anggap beban, melainkan sebagai amanah. Prinsipnya, tugas ini harus saya jalani, nikmati, dan syukuri," jelas ibu dari I Gusti Ngurah Bagus Indra Permana (siswa SMA) dan I Gusti Ngurah Bagus Krisna Mahaputra (siswa SMP) ini. Dia mengaku bersyukur karena sang suami dan kedua anaknya sangat pengertian. Bahkan, sang suami pasti ikut mengantarnya setiap ada kegiatan malam.
Ade Indahsari Putri sendiri bisa mencapai sekarang berkat perjuangan panjang dalam kariernya. Semula, dia hanya berstatus pegawai kontrak di Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Provinsi Bali. Maklum, setiap tahun dia ikut tes CPNS, namun selalu gagal. Barulah di tahun kelima ikut tes CPNS, Indahsari akhirnya diterima menjadi PNS di Dispenda Kota Denpasar pada 1998. Sejak itu, dia berkali-kali kena mutasi jabatan.
Pada 2008, Indahsari sempat menjadi staf di Kecamatan Denpasar Barat, lanjut promosi menjadi Kasi Kesra Kelurahan Tonja pada 2009. Sampai akhirnya Indahsari ditunjuk menjadi Plt Lurah Kuta tahun 2012 untuk mengisi kekosongan setelah pejabat sebelumnya, I Made Sugiarta, pensiun. “Akhirnya, saya dilantik sebagai Lurah tahun 2014," cerita Srikandi yang mengaku awalnya bercita-cita menjadi notaris ini.
Di bawah kepemimpinannya, Kelurahan Tonja disulap menjadi Kelurahan Terbersih se-Kota Denpasar Tahun 2014 dan predikat itu masih dipegang sampai sekarang. Padahal, Kelurahan Tonja sempat sandang predikat buruk sebagai Kelurahan Terkotor se-Kota Denpasar tahun 2013.
Salah satu trik yang dicetuskan Indahsari adalah membungkus sampah saat dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPPS). "Dulu masyarakat buang sampah sembarangan, sehingga berserakan dan bahkan beterbangan ke jalanan. Maka, kami keluarkan kebijakan supaya sampah dibungkus sebelum dibuang," ungkap Indashari.
Kebijakan soal sampah ini awalnya mendapat penolakan keras dari warga Kelurahan Tonja. Bahkan, warga meminta pihak kelurahan untuk menyediakan kantong plastik untuk membungkus sampah. "Tapi, setelah diberi pemahaman, saat ini pola pikir masyarakat sudah berubah. Pada 2014, kami dapat predikat Kelurahan Terbersih yang disandang terus sampai sekarang," katanya. * nvi
Komentar