Bakar Siswa Hidup-hidup, Sigit Dihukum Mati
Sigit Budi Santoso (26) dihukum mati oleh Pengadilan Negeri Tuban, Jawa Timur.
TUBAN, NusaBali
Sigit terbukti menghabisi nyawa dengan sadis siswa kelas XI SMK, Ahmad Gilang Ramadhani (17). Gilang juga dibakar hidup-hidup saat menjelang ajalnya.
Kasus bermula saat Gilang didatangi Sigit pada 21 Juli 2016. Tanpa curiga, Gilang menerima ajakan itu dengan naik sepeda motor. Ikut dalam rombongan itu teman Sigit, yaitu Sandi Purnawan dan Aris Efriyanto.
Saat melintasi Dusun Pangklangan, Desa Mandirejo, Kecamatan Merakurak, Tuban, sepeda motor mengarah ke sebuah kebun pisang, tidak jauh di belakang warung.
Di tempat sepi itulah Gilang secara bergilir dianiaya, dipukuli, dan ditendang. Belum puas, Sigit mengeluarkan pisau dan menusuk Gilang di punggung dan perut.
Darah yang mengucur dan napas Gilang yang tersengal-sengal tidak membuat iba Sigit, Sandi, dan Aris. Mereka malah menyiramkan bensin yang ada di botol air mineral yang telah disiapkan sebelumnya ke tubuh Gilang.
Mancis pun dilempar. Burrr... Api menyambar tubuh Gilang yang meregang nyawa. Pembakaran itu bertujuan menghilangkan jejak karena muka korban akan susah dikenali. Setelah selesai melakukan kejahatannya, ketiganya kabur.
Keesokan harinya, mayat Gilang membuat geger Tuban. Polisi langsung mengejar para pelaku dan membekuk ketiganya sepekan kemudian. Selidik punya selidik, motif pembunuhan biadab itu adalah dendam dan amarah. Proses hukum harus dilalui Sigit dkk.
Awal Januari 2017, jaksa menuntut Sigit dengan hukuman penjara seumur hidup, sedangkan Sandi dituntut 18 tahun penjara dan Aris dituntut 15 tahun penjara. Tapi palu hakim berbicara lain.
"Menjatuhkan hukuman mati kepada Terdakwa I Sigit Budi Santoso," kata majelis hakim Donovan Akbar dalam sidang terbuka untuk umum di PN Tuban, Jalan RM Suryo, Sendangharjo, Tuban, Selasa (17/1/2017).
Pertimbangan majelis yaitu Sigit berbelit-belit dalam memberikan keterangan. Ia mengakui membunuh Gilang, tapi tidak mengakui bila perbuatannya direncanakan. Sigit mengelak bila bukti bensin dan pisau telah disiapkan sebelumnya.
"Tidak ada hal yang meringankan," kata Donovan, yang diamini anggota majelis Perela de Esperanza dan Kiki Yuristian.
Hukuman mati yang diterima Sigit dinilai tepat karena Gilang sehari-hari menjadi tulang punggung keluarga karena ayahnya telah tiada. Sambil sekolah, Gilang bekerja untuk menghidupi keluarganya.
"Korban merupakan harapan masa depan keluarganya. Korban selalu berprestasi di sekolahnya dan selalu ranking kelas," ujar majelis mempertimbangkan alasan hukuman mati tersebut.
Keluarga korban yang datang ke sidang menyambut gembira putusan itu. Baik jaksa maupun terdakwa mengaku pikir-pikir atas hukuman itu, apakah menerima atau banding. Di kasus itu, Sandi dan Aris dijatuhi hukuman sesuai tuntutan jaksa.*
Kasus bermula saat Gilang didatangi Sigit pada 21 Juli 2016. Tanpa curiga, Gilang menerima ajakan itu dengan naik sepeda motor. Ikut dalam rombongan itu teman Sigit, yaitu Sandi Purnawan dan Aris Efriyanto.
Saat melintasi Dusun Pangklangan, Desa Mandirejo, Kecamatan Merakurak, Tuban, sepeda motor mengarah ke sebuah kebun pisang, tidak jauh di belakang warung.
Di tempat sepi itulah Gilang secara bergilir dianiaya, dipukuli, dan ditendang. Belum puas, Sigit mengeluarkan pisau dan menusuk Gilang di punggung dan perut.
Darah yang mengucur dan napas Gilang yang tersengal-sengal tidak membuat iba Sigit, Sandi, dan Aris. Mereka malah menyiramkan bensin yang ada di botol air mineral yang telah disiapkan sebelumnya ke tubuh Gilang.
Mancis pun dilempar. Burrr... Api menyambar tubuh Gilang yang meregang nyawa. Pembakaran itu bertujuan menghilangkan jejak karena muka korban akan susah dikenali. Setelah selesai melakukan kejahatannya, ketiganya kabur.
Keesokan harinya, mayat Gilang membuat geger Tuban. Polisi langsung mengejar para pelaku dan membekuk ketiganya sepekan kemudian. Selidik punya selidik, motif pembunuhan biadab itu adalah dendam dan amarah. Proses hukum harus dilalui Sigit dkk.
Awal Januari 2017, jaksa menuntut Sigit dengan hukuman penjara seumur hidup, sedangkan Sandi dituntut 18 tahun penjara dan Aris dituntut 15 tahun penjara. Tapi palu hakim berbicara lain.
"Menjatuhkan hukuman mati kepada Terdakwa I Sigit Budi Santoso," kata majelis hakim Donovan Akbar dalam sidang terbuka untuk umum di PN Tuban, Jalan RM Suryo, Sendangharjo, Tuban, Selasa (17/1/2017).
Pertimbangan majelis yaitu Sigit berbelit-belit dalam memberikan keterangan. Ia mengakui membunuh Gilang, tapi tidak mengakui bila perbuatannya direncanakan. Sigit mengelak bila bukti bensin dan pisau telah disiapkan sebelumnya.
"Tidak ada hal yang meringankan," kata Donovan, yang diamini anggota majelis Perela de Esperanza dan Kiki Yuristian.
Hukuman mati yang diterima Sigit dinilai tepat karena Gilang sehari-hari menjadi tulang punggung keluarga karena ayahnya telah tiada. Sambil sekolah, Gilang bekerja untuk menghidupi keluarganya.
"Korban merupakan harapan masa depan keluarganya. Korban selalu berprestasi di sekolahnya dan selalu ranking kelas," ujar majelis mempertimbangkan alasan hukuman mati tersebut.
Keluarga korban yang datang ke sidang menyambut gembira putusan itu. Baik jaksa maupun terdakwa mengaku pikir-pikir atas hukuman itu, apakah menerima atau banding. Di kasus itu, Sandi dan Aris dijatuhi hukuman sesuai tuntutan jaksa.*
Komentar