Hari Rabies Sedunia, Bali Belum Bebas Rabies
DENPASAR, NusaBali.com - Kasus orang digigit anjing yang terinfeksi rabies masih ditemukan di Bali. Pada April 2021, seekor anjing liar menyerang lima warga di Desa Tihingan, Kabupaten Klungkung.
Anjing tersebut ternyata positif mengidap rabies sehingga pada akhirnya anjing tersebut terpaksa dieliminasi. Upaya vaksinasi rabies massal telah dilakukan terhadap anjing-anjing yang ada di Bali, namun dengan banyaknya jumlah anjing yang mencapai 600 ribuan, terutama anjing liar, menjadi tantangan tersendiri untuk mencapai herd immunity dari virus rabies.
Dalam momentum Hari Rabies Sedunia 28 September 2021, masyarakat diajak lebih memiliki kesadaran akan bahaya rabies dan juga mendukung upaya pemerintah untuk memberantas rabies.
“Penyelesaian masalah rabies harus fokus di hulu, yakni pada hewan anjing. Data Kemenkes RI menyebutkan penular utama rabies di Indonesia adalah anjing, sekitar 98 persen, dan hanya sekitar dua persen terjadi pada kucing dan kera,” ujar praktisi hewan kecil di Denpasar, drh Soeharsono DTVS PhD, Selasa (28/9/2021).
Menurut mantan penyidik penyakit hewan tersebut, ada tiga kelompok anjing, pertama bertuan dan jinak hingga mudah ditangkap. Kedua bertuan namun dibiarkan lepas, sebagian besar sulit ditangkap oleh pemiliknya. Dan ketiga tidak bertuan juga sangat sulit ditangkap meskipun memakai jaring.
“Karena vaksin yang dipakai harus disuntikkan, maka cakupan vaksinasi pada kelompok dua dan tiga tidak mencapai 70 persen, sehingga sulit mencapai herd immunity,” ujar dokter Soeharsono yang menempuh pendidikan doktoralnya di Murdoch University, Perth, Australia ini.
Dari hasil diagnosis laboratorium dan cakupan vaksinasi, dokter Soeharsono melihat rantai penularan rabies terjadi pada anjing kelompok tiga. Anjing kelompok tiga dapat menulari anjing kelompok dua yang belum divaksin karena tidak bisa ditangkap.
Alhasil untuk mengurangi populasi anjing kelompok tiga lebih cepat, elimasi tertarget secara manusiawi perlu diintensifkan. “Kebiasaan membuang anak anjing betina yang tidak dikehendaki, membuat populasi anjing kelompok tiga makin bertambah, hingga siklus rabies berlanjut,” terang dokter Soeharsono.
Dikatakan, meski belum bebas rabies 100 persen, Bali cukup berpengalaman dalam menekan kasus rabies sampai titik terendah. Sejak 2008, Bali telah berjuang menekan penularan rabies melalui vaksinasi massal dan pengendalian populasi. Semisal di Pulau Nusa Penida yang pernah tertular rabies, namun berhasil dibebaskan dalam tempo singkat melalui eliminasi anjing jalanan.
Dengan jumlah dokter hewan lebih dari 900 orang, mempunyai institusi FKH-Unud, sistem masyarakat banjar, serta dukungan sektor pariwisata, Bali berpeluang besar bebas rabies sebelum 2030.
Di sisi lain, dokter Soeharsono menambahkan, para ahli juga telah menemukan vaksin berbasis kultur sel yang aman tanpa efek samping dan mempunyai efikasi (kemanjuran) yang relatif tinggi. “Jumlah kematian relatif kecil dibandingkan jumlah gigitan. Hal ini dimungkinkan akibat meningkatnya kesadaran orang untuk menangani luka gigitan dengan benar, kemudian segera mendapatkan vaksinasi pasca gigitan (post exposure vaccination),” ujar dokter Soeharsono.
Untuk mencapai Indonesia bebas rabies 2030, ujarnya, Direktorat Jenderal Peternakan, Kementerian Pertanian RI telah membuat Masterplan Nasional Pemberantasan Rabies di Indonesia pada Mei 2019, melalui pendekatan zona dan pendekatan tahapan.
Ada bermacam-macam zona, yakni zona bebas, bebas terancam, tertular, serta berbagai tahapan, mulai dari tahapan ringan, sedang, berat, dan tidak diketahui. Disamping itu dikatakannya ada keberagaman kondisi masyarakat yang juga memerlukan pendekatan yang berbeda-beda.
Setiap tanggal 28 September diperingati sebagai Hari Rabies Sedunia. Penggagasnya adalah Global Alliance for Rabies Control, sebuah organisasi nirlaba di Amerika pada tahun 2007. Gagasan ini didukung oleh WHO, FAO, dan beberapa organisasi kesehatan lainnya.
Di seluruh dunia, kematian orang akibat rabies diperkirakan 59.000 per tahun, terjadi di lebih dari 150 negara. Sebagian besar (sekitar 31.000) terjadi di Asia, dan sekitar 25.000 di Afrika. *adi
Komentar