Rancangan RDTR Ubah Trase Jalan Lingkar Selatan
Diperkirakan anggaran untuk pembebasan lahan masyarakat dibutuhkan Rp 500 miliar.
MANGUPURA, NusaBali
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Badung menggelar konsultasi publik terhadap Rancangan Peraturan Bupati Badung tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di wilayah Kecamatan Kuta Selatan 2021-2041, Selasa (28/9) di Aula Kantor Camat Kuta Selatan. Perubahan RDTR itu dilakukan terkait UU Cipta Kerja, di mana ketentuan terdahulu menyangkut RDTR Kuta Selatan belum mengikuti ketentuan kemudahan investasi yang diamanatkan UU Omnibuslaw itu. Adapun salah satu yang mengalami perubahan adalah terkait trase Jalan Lingkar Kuta Selatan.
Kadis PUPR Badung IB Surya Suamba, mengatakan dalam konsultasi publik tersebut hal yang menjadi point penting pembahasan adalah terkait trase Jalan Lingkar Selatan. Khususnya dari ruas titik jalan lingkar di wilayah Desa Ungasan sampai ke Desa Pecatu. Semula trase jalan sepanjang 5 kilometer itu direncanakan berada di pinggir pantai, namun kini berubah, yakni melewati sejumlah lahan milik masyarakat, sehingga harus melakukan pembebasan lahan. “Ini kami masukan ke dalam RDTR yang baru. Jadi ke depan tinggal pembebasan lahan,” ungkapnya.
Pihaknya memastikan bahwa pergeseran tersebut tidak akan mempengaruhi proses KPBU. Sebab, perubahan itu pada dasarnya adalah menyempurnakan dasar hukumnya. Dengan pergeseran itu, nantinya akan ada pembebasan lahan di titik yang akan dilalui. Diperkirakan anggaran yang diperlukan nantinya sekitar Rp 500 miliar. Namun, pembebasan itu belum dilakukan, karena masih menunggu kondisi normal (terbebas dari pandemi Covid-19).
“Setelah proses ini, nanti akan dilanjutkan pembahasan lintas sektor di kementerian oleh bapak bupati, baru kemudian proses finalisasi. Nanti juga akan ada proses rekomendasi dari gubernur, terkait mekanisme peraturan bupati,” jelas Surya Suamba.
Sementara Anggota DPRD Badung Dapil Kutsel Made Sumerta, menegaskan sangat setuju jika titik Jalan Lingkar Selatan yang berada dipinggir pantai digeser agak ke dalam. Sebab pantai di wilayah Kuta Selatan merupakan maskot daya tarik dan kebanggan. Jika dipinggir pantai ada jalan lingkar, hal itu berpotensi menghilang keasrian daya tarik itu sendiri. “Masyarakat memang berharap agar titik jalan di pinggir pantai itu bisa digeser. Bisa dibilang harapan di bawah ini terkabul, karena pemerintah mendengar kondis di lapangan,” katanya.
Kendati demikian, titik pemindahan eksisting jalan yang dimaksud belum diketahui lokasinya secara persis. Karena itu, Sumerta berharap agar titik yang dimaksud bisa diperjelas ke depannya, dengan demikian masyarakat juga mengetahui lahan mana yang akan dipakai. Untuk itu, pihaknya menilai diperlukan sosialisasi terkait lokasi titik tersebut dan bagaimana eksistingnya, agar masyarakat tidak lebih dulu membangun atau menjualnya kepada broker yang bisa memainkan harga tanah.
Sumerta yang juga Bendesa Adat Pecatu itu berharap dalam penyusunam RDTR, pemerintah bisa menyosialisasikan terkait lahan yang berpotensi dipergunakan. Seperti rencana pembuatan jalur kereta api, holtikultura, pembuatan ruang terbuka hijau dengan tanah negara dan TPS 3R. Termasuk melakukan pendataan perumahan, agar fasum dan fasos mereka diserahkan nantinya. “Jangan sampai ada perumahan yang terkesan ekslusif dan tidak bisa membaur dengan warga,” tandas Sumerta. *dar
Kadis PUPR Badung IB Surya Suamba, mengatakan dalam konsultasi publik tersebut hal yang menjadi point penting pembahasan adalah terkait trase Jalan Lingkar Selatan. Khususnya dari ruas titik jalan lingkar di wilayah Desa Ungasan sampai ke Desa Pecatu. Semula trase jalan sepanjang 5 kilometer itu direncanakan berada di pinggir pantai, namun kini berubah, yakni melewati sejumlah lahan milik masyarakat, sehingga harus melakukan pembebasan lahan. “Ini kami masukan ke dalam RDTR yang baru. Jadi ke depan tinggal pembebasan lahan,” ungkapnya.
Pihaknya memastikan bahwa pergeseran tersebut tidak akan mempengaruhi proses KPBU. Sebab, perubahan itu pada dasarnya adalah menyempurnakan dasar hukumnya. Dengan pergeseran itu, nantinya akan ada pembebasan lahan di titik yang akan dilalui. Diperkirakan anggaran yang diperlukan nantinya sekitar Rp 500 miliar. Namun, pembebasan itu belum dilakukan, karena masih menunggu kondisi normal (terbebas dari pandemi Covid-19).
“Setelah proses ini, nanti akan dilanjutkan pembahasan lintas sektor di kementerian oleh bapak bupati, baru kemudian proses finalisasi. Nanti juga akan ada proses rekomendasi dari gubernur, terkait mekanisme peraturan bupati,” jelas Surya Suamba.
Sementara Anggota DPRD Badung Dapil Kutsel Made Sumerta, menegaskan sangat setuju jika titik Jalan Lingkar Selatan yang berada dipinggir pantai digeser agak ke dalam. Sebab pantai di wilayah Kuta Selatan merupakan maskot daya tarik dan kebanggan. Jika dipinggir pantai ada jalan lingkar, hal itu berpotensi menghilang keasrian daya tarik itu sendiri. “Masyarakat memang berharap agar titik jalan di pinggir pantai itu bisa digeser. Bisa dibilang harapan di bawah ini terkabul, karena pemerintah mendengar kondis di lapangan,” katanya.
Kendati demikian, titik pemindahan eksisting jalan yang dimaksud belum diketahui lokasinya secara persis. Karena itu, Sumerta berharap agar titik yang dimaksud bisa diperjelas ke depannya, dengan demikian masyarakat juga mengetahui lahan mana yang akan dipakai. Untuk itu, pihaknya menilai diperlukan sosialisasi terkait lokasi titik tersebut dan bagaimana eksistingnya, agar masyarakat tidak lebih dulu membangun atau menjualnya kepada broker yang bisa memainkan harga tanah.
Sumerta yang juga Bendesa Adat Pecatu itu berharap dalam penyusunam RDTR, pemerintah bisa menyosialisasikan terkait lahan yang berpotensi dipergunakan. Seperti rencana pembuatan jalur kereta api, holtikultura, pembuatan ruang terbuka hijau dengan tanah negara dan TPS 3R. Termasuk melakukan pendataan perumahan, agar fasum dan fasos mereka diserahkan nantinya. “Jangan sampai ada perumahan yang terkesan ekslusif dan tidak bisa membaur dengan warga,” tandas Sumerta. *dar
1
Komentar