Hotel dan Restoran Wajib Menggunakan Uyah Bali
Gubernur Berlakukan SE 'Pemanfaatan Garam Tradisional Bali'
SINGARAJA, NusaBali
Pemprov Bali berlakukan Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 17 Tahun 2021 tentang ‘Pemanfaatan Produk Garam Tradisional Lokal Bali’.
Dengan SE tersebut, nantinya perusahaan swasta, pelaku usaha hotel dan restoran, katering, pasar modern, dan pasar rakyat, serta masyarakat Bali diimbau menggunakan uyah (garam) Bali untuk konsumsi sehari-hari.
Pencanangan diberlakukannya SE Nomor 17 Tahun 2021 ini dilakukan Gubernjur Bali Wayan Koster dengan penandatanganan MoU antara kelompok petani garam, kelompok usaha, dan instansi terkait di areal Kelompok Usaha Garam Sarining Periwi kawasan Dusun Suka Darma, Desa/Kecamatan Tejakula, Buleleng pada Anggara Paing Tolu, Selasa (28/9) pagi. Acara tersebut dihadiri pula Bupati Buleleng Putu Aguis Suradnyana. Kepala Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Denpasar, Ni Gusti Ayu Nengah Suarningsih, juga hadir.
Gubernur Koster mengatakan, dasar pertimbangan diberlakukannya SE Nomor 17 Tahun 2021 ini karena produk garam tradisional lokal Bali merupakan produk berbasis ekosistem alam Bali. Selain itu, garam tradisional Bali merupakan pengetahuan warisan budaya leluhur sebagai budaya kreatif krama pesisir yang wajib dilindungi, dilestarikan, dan diberdayakan.
Proses teknologi produksi uyah Bali ini unik dan khas, tidak ada duanya di dunia. Proses produksi uyah Bali menggunakan teknologi garam palung sebagai suatu varian dari teknologi garam tradisional, berbasis solar evaporation, yaitu memanfaatkan panas matahari untuk menguapkan air tua (Bahasa Bali: nyah) sampai terbentuk kristal garam. Teknologi ini digunakan secara turun-menurun oleh petani garam di Bali.
Lebih dari itu, garam tradisional Bali sudah terkenal sebagai garam yang higienis, berkualitas tinggi, dan memiliki cita rasa yang khas. Produk garam tradisional Bali sudah terbukti aman dikonsumsi krama Bali turun temurun. Bahkan, garam tradisonal Bali juga memperoleh pengakuan dunia kuliner. “Garam tradisonal Bali telah dipasarkan di lingkup nasional dan internasional, seperti ke negara Jepang, Korea, Thailand, Prancis, Swiss, dan Amerika Serikat,” jelas Gubernur Koster dalam sambutannya.
Gubernur Koster menegaskan, garam tradisional Bali sejauh diproduksi di sejumlah sentra penghasil garam pesisir Pulau Dewata. Sentra-sentra produksi garam tradisional Bali tersebut, antara lain, kawasan Desa Kusamba (Kecamatan Dawan, Klungkung), pesisir Pangtai Amed, Desa Purwekerti (Kecamatan Abang, Karangasem), pesisir Desa Kubu (Kecamatan Kubu, Karangasem) pesisir Desa Les (Kecamatan Tejakula, Buleleng), pesisir Desa Tejakula (Kecamatan Tejakula, Buleleng), pesisir Desa Pemuteran (Kecamatan Gerokgak, Buleleng), pesisir Desa Gumbrih (Kecamatan Pekutatan, Jembrana), pesisir Desa Kelating (Kecamatan Kerambitan, Tabanan), pesisir Desa Pedungan (Kecamatan Denpasar Selatan), dan pesisir Desa Pemogan (Kecamatan Denpasar Selatan).
Versi Gubernur Koster, produk garam tradisional Bali yang diproduksi di wilayah Desa Kusamba (Klungkung) dan pesisir Pantai Amed (Karangasem) bahkan telah dicatatkan dan mendapat pelindungan Indikasi Geografis (IG) dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) RI, masing-masing dengan Nomor 06/IG/IX/2015 tertanggal 22 September 2015 dan Nomor 003/F-IG/I/A/2020 tanggal 3 Januari 2020.
Gubernur Koster mengatakan, diterbitkannya SE Gubernur Bali Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pemanfaatan Produk Garam Tradisional Bali’ tersebut adalah sebagai upaya untuk melindungi Bali. Selama ini, Bali dibanjiri produk garam impor yang dikonsumsi krama Bali dan dimanfaatkan hotel serta restoran di Bali, kemudian dipasarkan oleh pasar modern yang mengancam keberadaan produk garam tradisional lokal Bali.
"Serbuan produk garam impor ini menurunkan sumber perekonomian dan pendapatan krama Bali, yang berdampak pada semakin ditinggalkannya kehidupan sebagai petani garam tradisional. Padahal, Bali sendiri memiliki potensi sangat besar sebagai daerah yang swa-sembada garam dengan produk lokalnya,” tandas Gubernur Koster.
Koster mengingatkan, pemerintah, pelaku usaha, dan krama Bali harus berpihak dan berkomitmen pada sumber daya lokal. “Harus ikut berperan aktif melindungi, melestarikan, memberdayakan, dan memanfaatkan produk garam lokal Bali sebagai salah satu basis penge-mbangan perekonomian Bali, dalam peningkatan kesejahteraan dan kebahagiaan krama Bali secara sekala-niskala,” lanjut Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.
Selama ini, kata Koster, pelaku usaha melakukan kegiatan usahanya hanya untuk mendapat manfaat bagi kepentingan ekonominya sendiri, tanpa menjadikan aktivitasnya sebagai sumber penghidupan yang memberi manfaat bagi krama Bali. Pelaku usaha lebih dominan mencari sumber kehidupan di Bali, namun tidak memberi sumber kehidupan bagi krama Bali di mana Bali hanya jadi objek.
Maka itu, diterbitkanlah SE Gubernur Bali Nomor 17 Tahun 2021. Menurut Koster, SE Nomor 17 Tahun 2021 ini diperkuat dengan per-timbangan secara yuridis. Salah satunya, UU Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidayaan Ikan, dan Petambak Garam. Kemudian, UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2020 tentang Penguatan dan Pemajuan Budaya Bali, serta Pergub Bali Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan, dan Industri Lokal Bali.
Atas dasar pertimbangan tersebut, Gubernur Koster mengeluarkan 7 butir imbauan yang harus ditaati untuk mendukung pelestarian dan pemberdayaan produk garam tradisional Bali. Pertama, seluruh perusahaan swasta, pelaku usaha hotel dan restoran, pelaku usaha jasa boga atau katering, pelaku usaha pasar modern, pelaku usaha pasar rakyat termasuk krama Bali diimbau untuk menggunakan produk garam tradisional Bali dalam kehidupan sehari-hari.
Kedua, Bupati/Walikota se-Bali mendorong dan memfasilitasi pengembangan Industri Kecil Menengah (IKM), Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), dan Koperasi sebagai lembaga usaha bagi krama Bali dari hulu sampai hilir, guna meningkatkan produksi garam tradisional lokal Bali. Ketiga, Bupati/Walikota se-Bali memfasilitasi pemasaran dan pemanfaatan produk garam tradisional lokal Bali sebagai basis pengembangan ekonomi kreatif, sehingga memberi manfaat sebesar-besarnya untuk kesejahteraan dan kebahagiaan krama Bali secara sakala-niskala.
Keempat, Bupati/Walikota se-Bali secara aktif mempromosikan dan membuka akses pasar produk garam tradisional lokal Bali di wilayah Bali, perdagangan antar daerah, dan ekspor ke mancanegara, guna meningkatkan perekonomian masyarakat Bali. Kelima, Bupati/Walikota se-Bali melindungi keberadaan sentra produksi garam tradisional lokal Bali dari ancaman penggusuran dan alih fungsi lahan untuk kepentingan usaha lain.
Keenam, mempertahankan lahan tambak garam di masing-masing sentra garam tradisional Bali yang sudah ada agar jangan sampai beralih fungsi untuk kepentingan usaha lainnya. Ketujuh Gubernur Koster memerintahkan kepada Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Kepala Dinas Koperasi dan UKM, serta Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali untuk berkoordinasi dan bersinergi dengan Pemkab/Pemkot se-Bali dan para pihak, agar SE Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pemanfaatan Prodok Garam Tradisional Bali ini terlaksana secara efektif, berdaya guna, dan berhasil guna.
Sementara itu, Ketua Kelompok Usaha Garam (Kugar) Sarining Pertiwi di Desa/Kecamatan Tejakula, I Made Widnyana, menyambut gembira terbitnya SE Gubernur Nomor 17 Tahun 2021 ini. Menurut Widnyana, selama ini produksi garamnya masih terkendala pemasaran di lokal Bali dan Indonesia. Padahal, produk garam Super Tejakula dan Garam Piramid sudah berhasil diekspor hingga ke Jepang dan Amerika Serikat.
“Kami terkendala masuk pasar perdagangan modern, karena masih terkendala perizinan dari BPOM. Kadar yodium pada garam yang bisa masuk pasar modern seperti supermarket hanya yang memiliki kandungan 20 ppm. Sedangkan standar SNI itu garam harus memiliki kandungan 40 ppm,” keluh Widnyana.
Dengan SE Gubernur Nomor 17 Tahun 2021 ini, Widnyana berharap banyak terutama untuk pemasaran garam Super Tejakula masuk dalam bumbu dapur di lokal Bali dan Indonesia. “Kalau bisa beredar banyak, kami juga bisa menyerap lebih banyak hasil produksi petani garam di sini. Sejauh ini, serapan produksinya baru 50 persen,” papar Widnyana.
Sedangkan Kepala BBPOM Denpasar, Ni Gusti Ayu Nengah Suarningsih, menjelaskan terkait kendala perizinan garam tradisional Bali, selama ini sudah beberapa kali didiskusikan bersama kelompok petani garam. Hanya saja, kata Suarningsih, BBPOM bekerja mengawasi kualitas sesuai dengan standar yang berlaku.
“Kami sangat mendukung kbijakan Gubernur Bali dan terobosan untuk meningkatkan kesejahteraan petani garam ini. Yang penting, sudah sesuai dengan syarat mutu dan keamanan. Kami harus mengacu Keppres,” jelas Suarningsih saat dimintai tanggapannya oleh Gubernur Koster dalam acara kemarin. *k23,nat
Komentar