Tidak Laku, Pelukis Daun Rontal Konsisten Berkarya
AMLAPURA, NusaBali
Para pelukis di Desa Adat Tenganan Pagringsingan, Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Karangasem tetap konsisten berkarya di daun rontal.
Karya mereka pun menumpuk jadi stok karena tidak laku imbas nihil kunjungan wisatawan ke Objek Wisata Desa Adat Tenganan Pagringsingan. Harga lukisan bervariasi tergantung ukuran dari puluhan ribu rupiah hingga puluhan juta rupiah.
Salah seorang pelukis, I Made Astawa, mengaku sejak pandemi Covid-19 belum dapat jualan. “Hasil karya berbagai ukuran menumpuk,” ungkap Made Astawa, Rabu (29/9). Warga Banjar/Desa Ngis, Kecamatan Manggis ini tiap hari tetap ke Objek Wisata Desa Adat Tenganan Pagringsingan walaupun selama dua tahun nihil kunjungan. Hampir setiap hari melukis di daun rontal dengan pisau, pensil, dan minyak kemiri. Pensil digunakan untuk membuat sketsa gambar kemudian diperjelas dengan pisau. Oleskan minyak kemiri agar lukisan tampak hitam.
Made Astawa mengaku paling rumit melukis Dewi Saraswati. Lukisan Dewi Saraswati ukuran 60 cm x 30 cm dikerjakan selama dua bulan. Lukisan itu dijual Rp 8 juta. Lukisan koleksi lainnya, ukuran 30 cm x 20 cm dikerjakan selama 5 hari seharga Rp 250.000. “Saya mematok harga untuk lukisan Dewi Saraswati Rp 8 juta, bisa ditawar,” ungkap Made Astawa. Biasanya, wisatawan yang membeli lukisan minta namanya ditulis di daun rontal dengan aksara Bali.
Pelukis lainnya, I Ketut Sumartawan mengaku selama dua tahun hasil karyanya belum ada yang laku. Dia mencontohkan, lukisan di daun rontal ukuran 40 cm x 20 cm seharga Rp 400.000 dikerjakan sekitar 5 hari. Sementara Ketua PHRI Karangasem, I Wayan Kariasa, mengakui belum ada kunjungan wisatawan manca negara berkunjung ke objek wisata di Karangasem. “Dampak pandemi Covid-19 dirasakan di semua sektor pariwisata, mulai dari hotel, restoran, travel, hingga perajin daun lontar,” ungkap Wayan Kariasa. *k16
1
Komentar