Aksi Kamisan Bali Minta Undang-Undang Cipta Kerja Dicabut
DENPASAR, NusaBali.com - Aksi Kamisan Bali kembali mengadakan orasi di depan Monumen Perjuangan Rakyat Bali, Bajra Sandhi, Kamis (7/10/2021) sore.
Kali ini mereka menggugat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau dikenal sebagai Undang-Undang Omnibus Law yang sampai kini masih kontroversial. “Tema yang kita bawa hari ini adalah satu tahun disahkannya omnibus law, tentu tuntutan besar kita adalah cabut omnibus law karena kita tahu dari proses penyusunannya, pembentukannya, hingga substansinya itu melanggar aturan dan cacat secara formil,” ujar salah seorang anggota Komite Aksi Kamisan Bali, Riski Dimastio.
Riski mengatakan, pembentukan undang-undang (UU) Cipta Kerja pada dasarnya telah mendapat banyak penolakan oleh berbagai elemen masyarakat baik dari para akademisi, praktisi hingga pihak-pihak yang berkepentingan terkait. Hal tersebut ditambah lagi dengan pembahasan yang cenderung terburu-buru serta tanpa transparansi oleh rakyat. Hal ini pun menimbulkan banyak dugaan bahwa ada yang sedang disembunyikan oleh wakil rakyat kita.
Disebutkan, hingga hari ini dosa besar tersebut terus berlanjut, imajinasi besar kekuasaan pada saat itu nyatanya hanya omong kosong bagi kesejahteraan negara. Harapan bahwa UU Cipta Kerja sebagai konsep produk omnibus law akan mengundang investasi, mempercepat kemakmuran dan menangkal terjadinya krisis ekonomi yang besar hanya bualan mereka yang selalu diglorifikasikan.
“Nyatanya pasca berlakunya UU Cipta Kerja, justru terjadi sederet permasalahan terkait kesejahteraan rakyat. Fenomena konflik agraria, pembangunan yang tidak berpihak terhadap perspektif ekologis, semakin terpinggirnya hak masyarakat adat menjadi pemandangan yang hari ini masih terjadi. Eksistensi omnibus law yang jelas lebih menghendaki memakmurkan kelas atas,” kata Riski.
Tidak begitu mengherankan, ujar Riski, bila UU ini memiliki legitimasi di kalangan pengusaha maupun kaum pemodal. Narasi-narasi prematur pemerintah terkait obesitas regulasi, lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi maupun kemakmuran yang nyatanya semu musti dilawan.
Sementara ditanya terkait adanya usaha membubarkan aksi oleh sejumlah anggota ormas, Riski pun menyayangkan hal tersebut. Anggota ormas disebutnya telah berlaku diskriminatif terhadap peserta aksi yang berasal dari Papua.
“Aksi Kamisan Bali pamfletnya kita publikasikan secara umum, sehingga siapapun yang sadar dan ingin bersolidaritas bisa datang pada Aksi Kamisan Bali ini, tidak terbatas mahasiswa tapi juga elemen masyarakat sipil lainnya,” ujar Riski.*adi
Riski mengatakan, pembentukan undang-undang (UU) Cipta Kerja pada dasarnya telah mendapat banyak penolakan oleh berbagai elemen masyarakat baik dari para akademisi, praktisi hingga pihak-pihak yang berkepentingan terkait. Hal tersebut ditambah lagi dengan pembahasan yang cenderung terburu-buru serta tanpa transparansi oleh rakyat. Hal ini pun menimbulkan banyak dugaan bahwa ada yang sedang disembunyikan oleh wakil rakyat kita.
Disebutkan, hingga hari ini dosa besar tersebut terus berlanjut, imajinasi besar kekuasaan pada saat itu nyatanya hanya omong kosong bagi kesejahteraan negara. Harapan bahwa UU Cipta Kerja sebagai konsep produk omnibus law akan mengundang investasi, mempercepat kemakmuran dan menangkal terjadinya krisis ekonomi yang besar hanya bualan mereka yang selalu diglorifikasikan.
“Nyatanya pasca berlakunya UU Cipta Kerja, justru terjadi sederet permasalahan terkait kesejahteraan rakyat. Fenomena konflik agraria, pembangunan yang tidak berpihak terhadap perspektif ekologis, semakin terpinggirnya hak masyarakat adat menjadi pemandangan yang hari ini masih terjadi. Eksistensi omnibus law yang jelas lebih menghendaki memakmurkan kelas atas,” kata Riski.
Tidak begitu mengherankan, ujar Riski, bila UU ini memiliki legitimasi di kalangan pengusaha maupun kaum pemodal. Narasi-narasi prematur pemerintah terkait obesitas regulasi, lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi maupun kemakmuran yang nyatanya semu musti dilawan.
Sementara ditanya terkait adanya usaha membubarkan aksi oleh sejumlah anggota ormas, Riski pun menyayangkan hal tersebut. Anggota ormas disebutnya telah berlaku diskriminatif terhadap peserta aksi yang berasal dari Papua.
“Aksi Kamisan Bali pamfletnya kita publikasikan secara umum, sehingga siapapun yang sadar dan ingin bersolidaritas bisa datang pada Aksi Kamisan Bali ini, tidak terbatas mahasiswa tapi juga elemen masyarakat sipil lainnya,” ujar Riski.*adi
1
Komentar