Pelebon Ida Pedanda Nabe Dwija Libatkan 720 Pengayah
DENPASAR, NusaBali
Upacara palebon Ida Pedanda Nabe Gede Dwija Ngenjung, 87, sulinggih dari Griya Gede Keniten, Desa Sanur Kaja, Kecamatan Denpasar Selatan yang juga pioner pariwisata Bali, telah dilaksanakan pada Sukra Paing Gumbreg, Jumat (8/10) siang.
Prosesi dari rumah duka di Griya Gede Keniten Sanur hingga Setra Desa Adat Sanur libatkan 720 orang pengayah. Urutan prosesi dari Griya Gede Keniten menuju setra di Jalan Matahari Terbit Sanur dibagi dalam lima kelompok. Kelompok pertama, terdiri dari pemundut tirta, tambur, ubon-ubon, damar kurung, kaki patuk, dan nini patuk, diiringi gamelan angklung, dengan jumlah pengayah sebanyak 85 orang. Kelompok kedua, terdiri dari pemundut tiga sampir, eteh-eteh pebersihan, bale pamuspan, dan ogoh-ogoh, diiringi te-tangguran gambang, dengan jumlah pengayah 58 orang.
Kelompok ketiga, terdiri dari penyunggi (penggotong) lembu bale pebasmian, eteh-eteh layon, 3 unit jempana, diiringan tabuh baleganjur, dengan total pengayah 180 orang. Kelompok keempat, terdiri dari penyunggi padmasana setinggi 16 meter, eteh-eteh pamrelina, saang kali kukun, baris katekok jago, tulup penuntun, dan lelancingan, diiringi tabuh valeganjur, dengan jumlah pengayah 266 orang. Kelompok kelima, terdiri dari pembawa sesaji, ubon-ubon, tiga sampir, dan panca rengga, diringi gamelan angklung, dengan jumlah pengayah 131 orang. Jadi, secara keseluruhan terlibat 720 orang pengayah. Selain itu, ribuan krama menyaksikan prosesi ini dengan protokol kesehatan.
Prosesi palebon ini dimulai Jumat siang pukul 11.00 Wita. Kelompok paling akhir berangkat dari rumah duka di Griya Gede Keniten Sanur menuju Setra Adat Sanur adalah kelompok keempat untuk prosesi pengarakan padmasana setinggi 16 meter, siang sekitar pukul 13.00 Wita. Di atas padmasana inilah layon (jenazah) Ida Pedanda Nabe Dwija Ngenjung ditempatkan.
Puncak palebon di setra dipuput oleh 7 sulinggih Siwa dan Budha. Termasuk di antaranya Yajmana Karya Ida Pedanda Gede Putra Kemenuh (sulinggih dari Griya Kemenuh, Desa Kemenuh, Kecamatan Sukawati, Gianyar) dan Ida Pedanda Jelantik Dwaja (sulinggih dari Griya Budakeling, Desa Budakeling, Kecamatan Bebandem, Karangasem). Sebelum dilakukan pembakaran jenazah di setra, diawali dengan berbagai prosesi, seperti pentas sakrat Tari Baris Katekok Jago dan Tari Gambuh.
Salah seorang putra almarhum Ida Pedanda Nabe Gede Dwija Ngenjung, Ida Bagus Gede Sidharta Putra, mengatakan pihaknya selalu berkoordinasi dengan berbagai pihak dalam pelaksanaan palebon ini, termasuk Satgas Penanganan Covid-19. Menurut Gus Sidharta, pihak keluarga sangat koperatif dengan situasi pandemi Covid-19. Karena itu, bagi krama yang masuk ke area upacara di griya, disediakan peralatan cegah penularan Covid-19, mulai dari masker hingga imbauan jaga jarak.
Krama yang masuk area upacara juga harus menggunakan aplikasi PeduliLindungi, “Hari ini (kemarin) ada dari pihak Kementerian Kesehatan datang untuk melihat dan mengawasi langsung pelaksanaan pelebon,” jelas Gus Sidharta yang juga Ketua BPC PHRI Denpasar.
Menurut Gus Sidharta, pihaknya juga selalu berkoordinasi dengan petugas terkait. Karena itu, prosesi pengarakan lembu dan padmasana pemaremen yang awalnya akan disunggi krama pengayah, diputuskan untuk menggunakan roda, sehingga jumlah pengayah bisa dikurangi. “Ini semua untuk mengurangi kerumunan,” katanya.
Ida Pedanda Nabe Gede Dwija Ngenjung sendiri menghembuskan napas terakhir dalam usia 87 tahun di Griya Gede Keniten Sanur, 28 Maret 2021. Saat lebar, almarhum didampingi oleh sang istri yakni Ida Pedanda Istri, anak-anak, menantu, dan para cucu. Sulinggih kelahiran 26 Mei 1934 ini berpulang buat selamanya dengan meninggalkan seorang istri dan 4 putra: Ida Bagus Ngurah Agung Kumbayana, Ida Bagus Gede Agung Sidharta Putra, Ida Bagus Agung Partha Adnyana, dan Ida Bagus Agung Awatara Putra. Dari keempat putranya itu, almarhum dikaruniai 15 orang cucu.
Menjadi sulinggih sejak 21 September 2009, sewaktu walaka Ida Pedanda Nabe bernama Ida Bagus Tjethana Putra BSc. Dia memiliki peran penting sebagai pioner bidang pariwisata. Sebelum jadi sulinggih, almarhum aktif dalam berbagai organisasi, seperti PHRI Bali, Kadin Bali, PATA Bali, Apindo Bali, dan Lions Club International dan sebagainya. Almarhum sempat menjadi Ketua PHRI Bali 1985-1995 dan Ketua Lions Club Bali 1994-1995.
Sempat bekerja di Hotel Bali Beach (1965-1972), almarhum kemudian merintis usaha Hotel Santrian Beach Cottages (1972) yang menjadi cikal bakal Griya Santrian Resort dan selanjutnya berkembang menjadi lini bisnis pariwisata Santrian Group. Selain Griya Santrian Resort, grup ini juga memiliki Puri Santrian Resort, The Royal Santrian Luxury Beach Villas, dan lainnya. Ida Pedanda Nabe juga menjadi salah satu penggagas berdirinya Yayasan Pembangunan Sanur (YPS).
Awalnya, palebon Ida Padenda Nabe Gede Dwija Ngenjung sempat direncanakan digelar Agustus 2021 lalu. Namun, karena situasi pandemi Covid-19, maka palebon ditunda sampai 8 Oktober 2021 ini. *k17
Kelompok ketiga, terdiri dari penyunggi (penggotong) lembu bale pebasmian, eteh-eteh layon, 3 unit jempana, diiringan tabuh baleganjur, dengan total pengayah 180 orang. Kelompok keempat, terdiri dari penyunggi padmasana setinggi 16 meter, eteh-eteh pamrelina, saang kali kukun, baris katekok jago, tulup penuntun, dan lelancingan, diiringi tabuh valeganjur, dengan jumlah pengayah 266 orang. Kelompok kelima, terdiri dari pembawa sesaji, ubon-ubon, tiga sampir, dan panca rengga, diringi gamelan angklung, dengan jumlah pengayah 131 orang. Jadi, secara keseluruhan terlibat 720 orang pengayah. Selain itu, ribuan krama menyaksikan prosesi ini dengan protokol kesehatan.
Prosesi palebon ini dimulai Jumat siang pukul 11.00 Wita. Kelompok paling akhir berangkat dari rumah duka di Griya Gede Keniten Sanur menuju Setra Adat Sanur adalah kelompok keempat untuk prosesi pengarakan padmasana setinggi 16 meter, siang sekitar pukul 13.00 Wita. Di atas padmasana inilah layon (jenazah) Ida Pedanda Nabe Dwija Ngenjung ditempatkan.
Puncak palebon di setra dipuput oleh 7 sulinggih Siwa dan Budha. Termasuk di antaranya Yajmana Karya Ida Pedanda Gede Putra Kemenuh (sulinggih dari Griya Kemenuh, Desa Kemenuh, Kecamatan Sukawati, Gianyar) dan Ida Pedanda Jelantik Dwaja (sulinggih dari Griya Budakeling, Desa Budakeling, Kecamatan Bebandem, Karangasem). Sebelum dilakukan pembakaran jenazah di setra, diawali dengan berbagai prosesi, seperti pentas sakrat Tari Baris Katekok Jago dan Tari Gambuh.
Salah seorang putra almarhum Ida Pedanda Nabe Gede Dwija Ngenjung, Ida Bagus Gede Sidharta Putra, mengatakan pihaknya selalu berkoordinasi dengan berbagai pihak dalam pelaksanaan palebon ini, termasuk Satgas Penanganan Covid-19. Menurut Gus Sidharta, pihak keluarga sangat koperatif dengan situasi pandemi Covid-19. Karena itu, bagi krama yang masuk ke area upacara di griya, disediakan peralatan cegah penularan Covid-19, mulai dari masker hingga imbauan jaga jarak.
Krama yang masuk area upacara juga harus menggunakan aplikasi PeduliLindungi, “Hari ini (kemarin) ada dari pihak Kementerian Kesehatan datang untuk melihat dan mengawasi langsung pelaksanaan pelebon,” jelas Gus Sidharta yang juga Ketua BPC PHRI Denpasar.
Menurut Gus Sidharta, pihaknya juga selalu berkoordinasi dengan petugas terkait. Karena itu, prosesi pengarakan lembu dan padmasana pemaremen yang awalnya akan disunggi krama pengayah, diputuskan untuk menggunakan roda, sehingga jumlah pengayah bisa dikurangi. “Ini semua untuk mengurangi kerumunan,” katanya.
Ida Pedanda Nabe Gede Dwija Ngenjung sendiri menghembuskan napas terakhir dalam usia 87 tahun di Griya Gede Keniten Sanur, 28 Maret 2021. Saat lebar, almarhum didampingi oleh sang istri yakni Ida Pedanda Istri, anak-anak, menantu, dan para cucu. Sulinggih kelahiran 26 Mei 1934 ini berpulang buat selamanya dengan meninggalkan seorang istri dan 4 putra: Ida Bagus Ngurah Agung Kumbayana, Ida Bagus Gede Agung Sidharta Putra, Ida Bagus Agung Partha Adnyana, dan Ida Bagus Agung Awatara Putra. Dari keempat putranya itu, almarhum dikaruniai 15 orang cucu.
Menjadi sulinggih sejak 21 September 2009, sewaktu walaka Ida Pedanda Nabe bernama Ida Bagus Tjethana Putra BSc. Dia memiliki peran penting sebagai pioner bidang pariwisata. Sebelum jadi sulinggih, almarhum aktif dalam berbagai organisasi, seperti PHRI Bali, Kadin Bali, PATA Bali, Apindo Bali, dan Lions Club International dan sebagainya. Almarhum sempat menjadi Ketua PHRI Bali 1985-1995 dan Ketua Lions Club Bali 1994-1995.
Sempat bekerja di Hotel Bali Beach (1965-1972), almarhum kemudian merintis usaha Hotel Santrian Beach Cottages (1972) yang menjadi cikal bakal Griya Santrian Resort dan selanjutnya berkembang menjadi lini bisnis pariwisata Santrian Group. Selain Griya Santrian Resort, grup ini juga memiliki Puri Santrian Resort, The Royal Santrian Luxury Beach Villas, dan lainnya. Ida Pedanda Nabe juga menjadi salah satu penggagas berdirinya Yayasan Pembangunan Sanur (YPS).
Awalnya, palebon Ida Padenda Nabe Gede Dwija Ngenjung sempat direncanakan digelar Agustus 2021 lalu. Namun, karena situasi pandemi Covid-19, maka palebon ditunda sampai 8 Oktober 2021 ini. *k17
1
Komentar