Tim Siswi SMAN 1 Denpasar Sukses Juarai Pekan Ilmiah Nasional
Berkat Penelitian ‘Super Kapasitor Sampah Daun Nangka sebagai Pengembangan Energi Terbarukan’
Tiga siswi SMAN 1 Denpasar yang jadi juara dalam Pekan Ilmiah Nasional adalah Sang Ayu Rania Callista Astarina (Kelas XI MIPA 1), Ketut Desta Pradnyaswari (Kelas XI MIPA 5), dan Made Annika Maheswari (Ke¬las XI MIPA 4)
DENPASAR, NusaBali
Tiga siswi SMAN 1 Denpasar berhasil menjuarai kompetisi Pekan Ilmiah Nasional (PIN) kategori siswa yang diselenggarakan Universitas Lampung (Unila) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), 26 September 2021 lalu. Mereka berjaya berkat penelitian berjudul ‘Super Kapasitor Berbahan Dasar Sampah Daun Nangka sebagai Salah Satu Bentuk Pengembangan Energi Terbarukan’.
Ketiga siswi SMAN 1 Denpasar yang sukses menjuarai kompetisi PIN tersebut, masing-masing Sang Ayu Rania Callista Astarina, 16 (Kelas XI MIPA 1), Ketut Desta Pradnyaswari, 15 (Kelas XI MIPA 5), dan Made Annika Maheswari, 16 (Kelas XI MIPA 4). Bertindak sebagai ketua tim penelitian ‘Super Kapasitor Berbahan Dasar Sampah Daun Nangka sebagai Salah Satu Bentuk Pengembangan Energi Terbarukan’ adalah Sang Ayu Rania Callista Astarina.
Sang Ayu Rania Callista Astarina mengungkapkan, ketertarikan untuk mengangkat daun nangka sebagai komponen super kapasitor dalam penelitiannya, karena melihat saat ini energi listrik menjadi kebutuhan utama yang tidak dapat dielakkan. Sedangkan sumber energi listrik yang ada saat ini, dominan masih berasal dari minyak bumi, bukan merupakan energi terbarukan.
“Jadi, jika minyak bumi dan bahan fosil lainnya habis, maka kita akan kehilangan 70 persen energi yang ada di dunia. Karena itu kami mengembangkan sumber energi listrik yang berasal dari alam, sehingga dapat diperbaharui,” tutur Rania Callista saat ditemui NusaBali di SMAN 1 Denpasar, beberapa hari lalu.
Rania Callista menyebutkan, sampah daun nangka setelah diteliti ternyata memiliki banyak kandungan seperti selulosa, flavonoid, saponin, tannin, dan karbon. Selama ini, daun nangka terbuang sia-sia karena dianggap sebagai sampah. Kondisi itu pun dilihat langsung di kampung halaman Rania Callista di Banjar Pande, Kelurahan Cempaga, Kecamatan Bangli, yang mana banyak daun nangka berakhir menjadi sampah.
“Sebenarnya, ini merupakan pengembangan dari penelitian waktu kami SMP. Cuma, bahannya kami bedakan dan uji coba yang lebih banyak. Kalau waktu SMP, kami pakai daun ketapang, sekarang daun nangka. Hasilnya, tegangan (volt) yang dihasilkan justru lebih tinggi yang berbahan daun nangka,” jelas siswi kelahiran 1 Juni 2005 yang merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan dr Sang Nyoman Suryana dan Sang Ayu Ketut Ratwiasri ini.
Sedangkan anggota tim peneliti lainnya, Made Annika Maheswari, mengatakan pihaknya melakukan beberapa kali uji coba. Daun nangka sebanyak 10 karung besar terlebih dulu dibakar dalam suhu 500-600 derajat celsius untuk mendapatkan kandungan karbon. Kemudian, daun nangka dalam dua kresek besar itu ditumbuk agar menjadi lebih halus, selanjutnya diayak dan siap menjadi karbon aktif.
Ada pun indikator yang diuji, kata Made Annika Maheswari, adalah mengukur tegangan menggunakan multitester (volt) dan indikator lampu LED menyala. “Dari uji coba yang kami lakukan, karbon dari daun nangka dengan aktivasi HCl menjadi perlakuan paling bagus dengan nilai tegangan rata-rata berkisar 3,1-3.8 volt. Lampu LED juga menyala lebih terang,” tutur siswi kelahiran 21 Juni 2005 asal Banjar Siladarma, Desa Mengwitani, Kecamatan Mengwi, Badung ini.
Annika Maheswari berkeyakinan penelitian ‘Super Kapasitor Berbahan Dasar Sampah Daun Nangka sebagai Salah Satu Bentuk Pengembangan Energi Terbarukan’ ini bisa dikembangkan lebih jauh. Dia yakin ini berguna untuk menjadi solusi energi terbarukan di masa depan.
“Untuk memaksimalkan potensinya, perlu dilakukan uji SEM (Scanning Inpedance Microscopy) dan uji EIS (Electrochemical Inpedance Spectroscopy), serta perlu pengemasan yang lebih sempurna agar energi listrik yang telah disimpan oleh super kapasitor tidak menghilang,” tandas anak kedua dari tiga bersausara pasangan I Made Agus Ariawan dan Cokorda Sri Kesuma Wijaya ini.
Tim Peneliti SMAN 1 Denpasar seniri sebenarnya sempat pesimistis bisa meraih juara dalam konpetisi PIN yang digelar LIPI dan Unila tersebut. Pasalnya, peserta lain menyajikan ide penelitian yang tak kalah kreatif.
Mereka harus bersaing dengan 200 tim peneliti dari seluruh Indonesia. Proses yang mereka lalui cukup panjang untuk bisa mengalahkan rival-rivalnya. “Penelitian ini ada best paper dan best video presentasinya. Kami tidak dapat keduanya, baik best paper maupun best video. Kami pun sempat pesimis. Tapi, bersyukur sekali justru yang kami dapat malah dapat juara satu dan piala bergilir,” papar anggota tim lainnya, Ketut Desta Pradnyaswari.
Desta Pradnyaswari menyebutkan, timnya berupaya keras menampilkan video presentasi terbaik. Bahkan, mereka harus begadang sampai subuh untuk mengerjakan penelitian ini. Belum lagi harus membagi waktu untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah yang merupakan kewajibannya sebagai siswi.
“Kami take video itu banyak pengulangan dan sampai begadang sampai subuh, sehingga menurut kami itu yang terberat. Meski akhirnya dari raihan like video di youtube, kami dapat like lebih banyak tapi view kami lebih sedikit,” tutur siswi kelahiran 31 Desember 2005 asal Banjar Kembangsari, Desa Satra, Kecamatan Kintamani, Bangli ini.
“Jadinya, tidak bisa menyabet best video. Pun tidak dapat best paper,” lanjut Desta Pradnyaswari, yang merupakan anak bungsu dari empat bersaudara pasangan Made Mustika dan Ni Made Puspawati ini. *ind
Tiga siswi SMAN 1 Denpasar berhasil menjuarai kompetisi Pekan Ilmiah Nasional (PIN) kategori siswa yang diselenggarakan Universitas Lampung (Unila) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), 26 September 2021 lalu. Mereka berjaya berkat penelitian berjudul ‘Super Kapasitor Berbahan Dasar Sampah Daun Nangka sebagai Salah Satu Bentuk Pengembangan Energi Terbarukan’.
Ketiga siswi SMAN 1 Denpasar yang sukses menjuarai kompetisi PIN tersebut, masing-masing Sang Ayu Rania Callista Astarina, 16 (Kelas XI MIPA 1), Ketut Desta Pradnyaswari, 15 (Kelas XI MIPA 5), dan Made Annika Maheswari, 16 (Kelas XI MIPA 4). Bertindak sebagai ketua tim penelitian ‘Super Kapasitor Berbahan Dasar Sampah Daun Nangka sebagai Salah Satu Bentuk Pengembangan Energi Terbarukan’ adalah Sang Ayu Rania Callista Astarina.
Sang Ayu Rania Callista Astarina mengungkapkan, ketertarikan untuk mengangkat daun nangka sebagai komponen super kapasitor dalam penelitiannya, karena melihat saat ini energi listrik menjadi kebutuhan utama yang tidak dapat dielakkan. Sedangkan sumber energi listrik yang ada saat ini, dominan masih berasal dari minyak bumi, bukan merupakan energi terbarukan.
“Jadi, jika minyak bumi dan bahan fosil lainnya habis, maka kita akan kehilangan 70 persen energi yang ada di dunia. Karena itu kami mengembangkan sumber energi listrik yang berasal dari alam, sehingga dapat diperbaharui,” tutur Rania Callista saat ditemui NusaBali di SMAN 1 Denpasar, beberapa hari lalu.
Rania Callista menyebutkan, sampah daun nangka setelah diteliti ternyata memiliki banyak kandungan seperti selulosa, flavonoid, saponin, tannin, dan karbon. Selama ini, daun nangka terbuang sia-sia karena dianggap sebagai sampah. Kondisi itu pun dilihat langsung di kampung halaman Rania Callista di Banjar Pande, Kelurahan Cempaga, Kecamatan Bangli, yang mana banyak daun nangka berakhir menjadi sampah.
“Sebenarnya, ini merupakan pengembangan dari penelitian waktu kami SMP. Cuma, bahannya kami bedakan dan uji coba yang lebih banyak. Kalau waktu SMP, kami pakai daun ketapang, sekarang daun nangka. Hasilnya, tegangan (volt) yang dihasilkan justru lebih tinggi yang berbahan daun nangka,” jelas siswi kelahiran 1 Juni 2005 yang merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan dr Sang Nyoman Suryana dan Sang Ayu Ketut Ratwiasri ini.
Sedangkan anggota tim peneliti lainnya, Made Annika Maheswari, mengatakan pihaknya melakukan beberapa kali uji coba. Daun nangka sebanyak 10 karung besar terlebih dulu dibakar dalam suhu 500-600 derajat celsius untuk mendapatkan kandungan karbon. Kemudian, daun nangka dalam dua kresek besar itu ditumbuk agar menjadi lebih halus, selanjutnya diayak dan siap menjadi karbon aktif.
Ada pun indikator yang diuji, kata Made Annika Maheswari, adalah mengukur tegangan menggunakan multitester (volt) dan indikator lampu LED menyala. “Dari uji coba yang kami lakukan, karbon dari daun nangka dengan aktivasi HCl menjadi perlakuan paling bagus dengan nilai tegangan rata-rata berkisar 3,1-3.8 volt. Lampu LED juga menyala lebih terang,” tutur siswi kelahiran 21 Juni 2005 asal Banjar Siladarma, Desa Mengwitani, Kecamatan Mengwi, Badung ini.
Annika Maheswari berkeyakinan penelitian ‘Super Kapasitor Berbahan Dasar Sampah Daun Nangka sebagai Salah Satu Bentuk Pengembangan Energi Terbarukan’ ini bisa dikembangkan lebih jauh. Dia yakin ini berguna untuk menjadi solusi energi terbarukan di masa depan.
“Untuk memaksimalkan potensinya, perlu dilakukan uji SEM (Scanning Inpedance Microscopy) dan uji EIS (Electrochemical Inpedance Spectroscopy), serta perlu pengemasan yang lebih sempurna agar energi listrik yang telah disimpan oleh super kapasitor tidak menghilang,” tandas anak kedua dari tiga bersausara pasangan I Made Agus Ariawan dan Cokorda Sri Kesuma Wijaya ini.
Tim Peneliti SMAN 1 Denpasar seniri sebenarnya sempat pesimistis bisa meraih juara dalam konpetisi PIN yang digelar LIPI dan Unila tersebut. Pasalnya, peserta lain menyajikan ide penelitian yang tak kalah kreatif.
Mereka harus bersaing dengan 200 tim peneliti dari seluruh Indonesia. Proses yang mereka lalui cukup panjang untuk bisa mengalahkan rival-rivalnya. “Penelitian ini ada best paper dan best video presentasinya. Kami tidak dapat keduanya, baik best paper maupun best video. Kami pun sempat pesimis. Tapi, bersyukur sekali justru yang kami dapat malah dapat juara satu dan piala bergilir,” papar anggota tim lainnya, Ketut Desta Pradnyaswari.
Desta Pradnyaswari menyebutkan, timnya berupaya keras menampilkan video presentasi terbaik. Bahkan, mereka harus begadang sampai subuh untuk mengerjakan penelitian ini. Belum lagi harus membagi waktu untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah yang merupakan kewajibannya sebagai siswi.
“Kami take video itu banyak pengulangan dan sampai begadang sampai subuh, sehingga menurut kami itu yang terberat. Meski akhirnya dari raihan like video di youtube, kami dapat like lebih banyak tapi view kami lebih sedikit,” tutur siswi kelahiran 31 Desember 2005 asal Banjar Kembangsari, Desa Satra, Kecamatan Kintamani, Bangli ini.
“Jadinya, tidak bisa menyabet best video. Pun tidak dapat best paper,” lanjut Desta Pradnyaswari, yang merupakan anak bungsu dari empat bersaudara pasangan Made Mustika dan Ni Made Puspawati ini. *ind
Komentar