Kepala BNPT: Tragedi Bom Bali Sejarah Kelam Bangsa Indonesia
MANGUPURA, NusaBali.com - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Boy Rafli Amar mengatakan bahwa tragedi Bom Bali I pada 12 Oktober 2002 merupakan sejarah kelam bangsa Indonesia.
"Kejadian 12 Oktober 2002 telah membuat dunia berduka, Pulau Bali yang dikenal damai dan harmonis sebagai tempat tujuan wisata yang sangat dicintai oleh wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, menjadi porak-poranda dalam sekejap akibat diguncang oleh satu ton bahan peledak yang dengan sengaja diledakkan oleh kelompok teroris," ucap Boy Rafli, Selasa (12/10/2021).
Guna mengingat tragedi tersebut, BNPT bersama dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), menggelar doa bersama untuk Korban Bom Bali di Monumen Ground Zero Legian, Selasa (12/10/2021) petang.
Kepala BNPT juga mengatakan bahwa kejahatan terorisme ini harus menjadi perhatian semua pihak. Semua pihak harus bekerja sama dan berkolaborasi menghadapi ancaman terorisme. "Kejahatan terorisme adalah kejahatan yang extraordinary (luar biasa),” kata Boy Rafli saat menghadiri peringatan 19 tahun Bom Bali I yang terjadi pada 12 Oktober 2002 silam.
“Momen yang kita hadiri bersama ini adalah tentu mengingatkan kepada kita semua, bahwa kejahatan terorisme sebagai kejahatan yang extraordinary, kejahatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan,” ujar Boy Rafli Amar.
Ia menambakan peristiwa Bom Bali I tentunya merupakan peristiwa yang tidak diharapkan terulang kembali di masa yang akan datang. Boy Rafli mengajak semua pihak untuk bersama-sama bergandeng tangan dan bekerja berkolaborasi menghalau segala potensi ancaman yang ada berkaitan dengan benih-benih lahirnya kejahatan terorisme.
Dikatakannya, ada program mitigasi yang perlu dilakukan bersama-sama antarunsur kementerian, lembaga, dan masyarakat beserta tokoh-tokohnya.
Boy Rafli mengatakan, kita semua harus menjadikan peristiwa kekerasan perkara di masa lalu ini sebagai modal bagi kita semua untuk membangun keidupan masyarakat yang lebih baik, jauh dari segala kekerasan, jauh dari keinginan saling menyakiti satu sama lain.
“Semangat hari ini adalah bagaimana kita terus berkolaborasi bersinergi mengantisipasi sekecil apapun potensi ancaman kejahatan terorisme harus kita bersama-sama untuk mengeliminasi segala potensi yang mungkin timbul dalam masyarakat,” ucap mantan Kadivhumas Polri ini.
Hal itu tentu tidak mudah, terbukti misalnya bagaimana napi terorisme (napiter) yang telah mendapat pembinaan atau deradikalisasi, namun setelah keluar dari tahaanan justru kembali melakukan kejahatan terorisme. Mengenai itu, Boy Rafli menyebut deradikalisasi memanglah suatu hal tidak mudah untuk dilakukan. Namun pihaknya memastikan jika terus melakukan upaya pendekatan-pendekatan yang lebih maskimal.
“Bangsa kita punya nilai-nilai luhur bangsa yang harus kita jadikan acuan bersama, kalau ada hal-hal yang tidak sejalan dengan nilai luhur bangsa tidak perlu kita jadikan contoh,” tambahnya.
Disinggung mengenai banyaknya akun-akun media sosial yang memberikan narasi ke arah kekerasan ataupun tindak terorisme, Boy Rafli meyebut masyarakat dapat memberikan kontra narasi terhadap narasi-narasi yang mengarah kepada tindak terorisme.
Meski terhadap akun-akun seperti itu pemerintah telah dan akan menindak dengan tegas, ia yakin masyarakat bisa melakukan tindakan tegas tanpa menunggu arahan pemerintah.
Boy mengatakan radikalisasi pada umumnya mengarahkan pemikiran kita untuk terjebak pada tindakan kekerasan, aksi kekerasan yang bisa melanggar norma-norma hukum yang ada di negara kita termasuk norma agama. “Masyarakat bisa mencegah dirinya agar tidak termakan dengan radikalisasi yang berjalan dan ikut turut serta melakukan kontra narasi itu,” tandas Boy Rafli. *adi
1
Komentar