Lahan Bangunan yang Dirobohkan akan Dikelola Krama Desa Adat Pakudui
GIANYAR, NusaBali.com – Ratusan krama Desa Adat Pakudui dengan menggunakan pakaian adat serta ikat kepala merah mengawal proses pembongkaran bangunan yang berdiri di atas tanah Desa Adat Pakudui di Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar.
Sekurangnya ada 13 bangunan berlokasi di sebelah Utara objek wisata Ceking Rice Terrace, diratakan dengan tanah pada Rabu (13/10/2021). Bangunan ini sebelumnya dimanfaatkan oleh Krama Tempek Pakudui Kangin untuk membuka toko souvenir.
“Pembongkaran serta perobohan tersebut berlandaskan putusan Mahkamah Agung Nomor 2421 K/PDT/2013, serta surat putusan Pengadilan Negeri Gianyar tanggal 19 September 2021 Nomor 09/PDT.G/2021/PN Gir,” kata I Ketut Karma Wijaya, Bendesa Adat Pakudui.
Perbekel Desa Kedisan Dewa Ketut Raka menambahkan bahwa bekas lokasi yang dibongkar nantinya ditata ulang, agar dapat dimanfaatkan bersama oleh krama Desa Adat Pakudui.
Sebelum proses eksekusi perobohan, Kadus Pakudui I Wayan Puaka menyatakan bahwa dirinya telah memberikan kelonggaran kepada warga yang menempati bangunan tersebut, dengan memberikan tenggang waktu mengosongkan bangunan, karena dirinya serta krama Desa Adat Pakudui juga telah dinyatakan sebagai pihak yang menang dalam pengadilan, dan ia hanya menuruti perintah sesuai keputusan yang sudah dikeluarkan oleh proses pengadilan.
“Sudah dari dulu sebenarnya kami mengarahkan agar pada saat 10 hari menjelang proses perobohan, bangunan sudah harus dikosongkan. Selain krama Desa Adat Pakudui, Pengadilan pun juga sudah menginformasikan kepada warga penghuni bangunan,” ujarnya.
I Wayan Puaka menerangkan bahwa 13 bangunan yang dirobohkan tersebut, masing-masing memiliki ukuran rata-rata 4x6 meter, 3x3 meter dan 5x6 meter. “Sebelumnya difungsikan oleh krama Pakudui Kangin untuk mencari nafkah secara pribadi. Namun kini kawasan itu akan ditata dan akan dibuatkan perusahaan Banjar Adat milik bersama, dan akan dikelola oleh Bendesa Adat Pakudui serta krama Desa Adat Pakudui,” lanjutnya.
Terkait ganti rugi bangunan, I Wayan Puaka pun menyatakan bahwa karena tanah atau lahan tersebut telah dimenangkan oleh Desa Adat Pakudui, maka belasan bangunan yang dirobohkan tersebut pun otomatis beralih menjadi milik Desa Adat Pakudui. “Sebelumnya kami tidak ada musyawarah terkait pembuatan bangunan tersebut, jadi kami tidak ada biaya ganti rugi bangunan atau apa pun itu,” tegasnya.
Sedangkan dari warga Tempek Pakudui Kangin terlihat tidak hadir di lokasi. Namun menurut I Wayan Puaka, warga yang menempati bangunan tersebut sebelumnya sempat datang untuk mengambil barang-barang yang ada pada bangunan tersebut.
Dari total keseluruhan lahan sekitar 2,5 hektare yang menjadi persoalan, I Wayan Puaka mengaku telah sempat mengajak warga Tempek Pakudui Kangin untuk berdamai. Namun setelah diberikan tenggang waktu perwakilan warga Tempek Pakudui tak kunjung menjawab ajakan perdamaian tersebut. “Seolah-olah perdamaian ini diulur-ulur,” ujarnya.
Sementara itu, warga Tempek Pakudui Kangin tidak dapat berbuat banyak atas eksekusi perobohan bangunan yang telah dilakukan tersebut. Perwakilan warga Tempek Pakudui Kangin, I Wayan Subawa mengatakan bahwa pembongkaran menggunakan alat berat sudah di luar kesepakatan saat eksekusi damai, sehingga pihaknya menunggu petunjuk tim asistensi Pemkab Gianyar untuk menyikapi hal tersebut.
Kendatipun demikian, warga Pakudui Kangin memilih menyikapi hal tersebut dengan kepala dingin. “Seminggu yang lalu memang diberi batas waktu pengosongan, tapi merujuk pada kesepakatan damai, kami dalam posisi masih berharap," ujar pria yang juga Penyarikan Pura Puseh Pakudui tersebut.
Lebih lanjut I Wayan Subawa menjelaskan bahwa kesepakatan damai yang berisikan beberapa aspek kesepakatan tersebut, menyatakan bahwa salah satu aspek yang ada di dalamnya yakni sebelum eksekusi perobohan bangunan berlangsung, akan diadakan revisi awig-awig terlebih dahulu. “Awig-awig masih berproses, tapi eksekusi sudah dilaksanakan. Kami tidak mau melewati batasan, karena kalau kami melewati batasan-batasan, kami rasa kurang elok, bertentangan dengan butir-butir atau aspek yang sudah dicantumkan dalam surat kesepakatan tersebut,” paparnya.
Maka dari itu, I Wayan Subawa mengaku masih menunggu kesepakatan krama Pakudui Kangin dan petunjuk dari tim asistensi Pemkab Gianyar. Lebih lanjut ia mengatakan jika bangunan yang dirobohkan sudah dibangun sebelum tahun 1994. Di mana kios-kios yang ada dimanfaatkan oleh perorangan. “Kami akan hadapi persoalan ini dengan kepala dingin,” tutupnya. *rma
Komentar