Korban Dihabisi karena Tolak Ajak Adiknya
Kasus Bocah Kelas VI SD Dianiaya Ayahnya hingga Tewas
AMLAPURA, NusaBali
Motif di balik penganiayaan maut terhadap bocah SD hingga tewas oleh ayah kan-dungnya di Banjar Babakan, Desa Purwakerti, Kecamatan Abang, Karangasem akhirnya terungkap.
Korban I Kadek Sepi, 13, dianiaya oleh sang ayah, I Nengah Kicen, 43, gara-gara tolak mengajak adiknya, I Komang Hendra, 6. Hal ini terungkap dalam jumpa pers di Mapolres Karangasem, Jalan Bhayangkara Amlapura, Rabu (13/10). Kapolres Karangasem, AKBP Ricko AA Taruna, memaparkan tersangka Nengah Kicen melakukan penganiayaan berat terhadap anaknya hingga tewas seorang diri, tanpa dibantu orang lain. Penganiayaan berat itu dilakukan hanya gara-gara korban Kadek Sepi menolak mengajak adiknya, I Komang Hendra. Bovcah Kelas VI SD ini lebih memilih bermain air sepulang dari bermain-layang-layang, 21 September 2021 si-ang, ketimbang mengajak adiknya.
Menurut AKBP Rico, awalnya korban Kadek Sepi dianiaya menggunakan pedang mainan anaknya itu. Selanjutnya, bocah berusia 13 tahun ini dianiaya menggunakan sanan, sebilah bambu yang biasanya dipakai mengangkat keranjang.
“Setelah korban jatuh pingsan disertai kejang-kejang, mulutnya dibekap menggunakan kain, sehingga pernapasannya terganggu sampai kemudian meninggal dunia. Anaknya itu dibekap mulut agar tidak terdengar oleh tetangga,” ungkap AKBP Ricko.
Disedbutkan, mulut korban dibekap kain selama 5 menit. Setelah bekapan kain dilepas, korban Kadek Sepi sudah dalam keadaan meninggal. Selanjutnya, tersangka Nengah Kicen mencari balian (dukun). Pria berusia 43 tahun ini pun membuat skenario di mana anaknya dikabarkan meninggal karena diare dan sempat terjatuh di lantai teras rumahnya. Aksi penganiayaan maut ini terjadi 21 September 2021 petang sekitar pukul 18.00 Wita.
Kemudian, jenazah korban dikuburkan di Setra Desa Adat Linggawana, Kecamatan Abang, Karangasem dua hari kemudian, 23 September 2021. Sebelum dikuburkan, jenazahnya lebih dulu dimandikan. Nah, saat ritual memandikan jenazah itulah muncul kecurigaan dari kakak sepupu korban, I Ketut Eka Putra, 20, bahwa kematiannya tidak wajar. Masalahnya, leher korban diketahui patah, ada luka lebam di sejumlah organ tubuhnya.
Selanjutnya, Ketut Eka Putra melaporkan kasus ini ke Mapolres Karangasem, 28 September 2021. Polisi kemudian memutuskan untuk membongkar liang kubur korban untuk kepentingan otopsi jenazah. Pembongkaran liang kubur dilakukan di Setra Desa Adat Linggawana, Desa Kerta Mandala, Kecamatan Abang, 5 Oktober 2021 siang. Saat itu pula langsung dilakukan otopsi jenazah oleh Tim Kedoteran Forensik RSUP Sanglah, Denpasar dikoordinasikan dr Dudut Rustiadi SpF.
Berdasarkan hasil otopsi, terungkap korban Kadek Sepi tewas dianiaya. Dari hasil pengembangan, polisi kemudian menetapkan ayah korban, Nengah Kicen, sebagai tersangka, 8 Oktober 2021. "Jadi, korban meninggal terlebih dlu dianiaya secara bertubitubi yang dilakukan oleh ayahnya," jelas AKBP Ricko.
Sebenarnya, kata AKBP Ricko, setahun lalu korban Kadek Sepi juga pernah dianiaya ayahnya, hingga salah satu giginya patah. Ternyata, kali ini korban kembali dianiaya sampai meninggal.
Aksi penganiayaan maut itu disaksikan istri tersangka Ni Nyoman Sutini, 38, dan adik korban, I Komang Hendra. Nah, bocah Komang Hendra itulah sebagai petunjuk awal sehingga terungkap pembunuhan korban Kadek Sepi dilakukan oleh sang ayah.
Bocah Komang Hendra dimintai keterangan oleh polisi, 6 Oktober 2021 lalu. Dalam keterangannya kepada penyidik, Komang Hendra menyebutkan kakaknya, Kadek Sepi, dianiaya sang ayah menggunakan pedang mainan dan sanan, lalu mulutnya dibekap.
Sementara, tersangka Nengah Kicen juga mengakui menganiaya korfban Kadek Sepi hingga tewas. Menurut Nengah Kicen. Pemnganiayaan mau dilakukan karena dia kesal terhadap ulah anaknya. "Saya suruh mengajak adiknya (Kopmang Hendra, Red), eh dia malah asyik bermain air. Saya jadi emosi, lalu melakukan penganiayaan," tutur tersangka Nengah Kicen.
Atas perbuatannya, tersangka Nengah Kicen dijerat Pasal 80 dan Pasal 76 ayat (1), ayat (2), dan Ayat (3) UU Nomor 23 Tahun 2002 jo UU Nomor 25 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, subsider Pasal 44 ayat (3) UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara. Lebih subsider lagi, Pasal 170 atau Pasal 334 atau Pasal 338 KUHP yakni melakukan penganiayaan berat sehingga menyebabkan orang meninggal yang dilakukan secara berencana, dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara. *k16
Komentar