Petugas Gabungan Gencarkan Pengawasan Gacong
Ditengarai Sejumlah Perusahaan Masih Memanfaatkan Jasa Mereka
MANGUPURA, NusaBali
Petugas gabungan mulai dari prajuru Desa Adat Tanjung Benoa, Sabha Desa, Pecalang, Jagabaya, Satpol PP BKO Kecamatan Kuta Selatan (Kutsel), gencar melakukan pengawasan guide liar alias gacong.
Pasalnya, meski sudah ada kesepakatan dengan pihak pengusaha, untuk tidak menggunakan jasa gacong, nyatanya masih ditemuk para gacong berkeliaran.
Bendesa Adat Tanjung Benoa I Made Wijaya, mengatakan sesuai keputusan rapat bersama (parum) antara prajuru desa, para pengusaha wisata bahari dan pecalang, menolak keberadaan gacong yang banyak menuai keluhan wisatawan. Untuk itu, petugas gabungan gencarkan pengawasan mengantisipasi munculnya para gacong.
“Pengawasan kami sudah kami lakukan sejak 9 Oktober 2021. Yang kami awasi di pintu masuk wilayah Tanjung Benoa, dari pukul 09.00 Wita sampai 17.00 Wita. Penjagaan dibagi menjadi 2 shift, yaitu shift 1 bertugas dari pukul 09.00 Wita sampai 13.00 Wita dan shift 2 dari pukul 13.00 Wita sampai 17.00 Wita,” kata Wijaya.
Menurut Wijaya, yang juga anggota DPRD Badung, pengawasan itu dilakukan untuk mencari bukti atas aktivitas gacong yang masih ditemukan sampai saat ini di lapangan. Ini demi mencegah adanya saling tuduh dan kecurigaan atas masih beroperasinya gacong, walaupun beberapa kali sudah ditertibkan. Sebab, katanya, disadari keberadaan gacong dipicu karena masih adanya temapt usaha yang menikmati layanan jasa gacong. “Kami di Desa Adat selalu konsisten atas penolakan gacong ini. Jadi yang tidak konsisten ini yang kita buktikan di lapangan,” tegasnya.
Ditengarai, lanjut Wijaya, masih ada 3 perusahaan yang menggunakan jasa gacong. Padahal perusahaan terkait diketahui ikut menandatangani kesepakatan bersama untuk tidak memakai jasa gacong lagi. “Kami masih temukan yang gunakan jasa gacong. Makanya kami ingin ada keseriusan dalam kesepakatan yang telah dibuat,” tegas Wijaya.
Menurutnya, komitmen bersama yang dilakukan bersama Muspika Kecamatan Kutsel, tiga desa adat dan pengusaha terkait harusnya diimplementasikan dengan baik di lapangan. Hal itu merupakan komitmen untuk menuntaskan permasalahan gacong. Namun kenyataannya, selama ini masih ada perusahaan yang kucing-kucingan dengan menerima jasa gacong. “Masalah gacong ini harus diselesaikan permasalahannya segera, sebelum tahun baru ini (2022). Sebab akhir tahun diperkirakan potensi kunjungan wisata ke Bali akan ramai,” kata Wijaya.
Pemberian sanksi kepada perusahaan yang masih menerima layanan gacong dinilai merupakan salah satu cara lain untuk menuntaskan masalah tersebut. Jika penertiban tidak mampu membuat mereka jera, tegas Wijaya, maka perlu mengevaluasi perizinan oleh instansi terkait. *dar
“Pengawasan kami sudah kami lakukan sejak 9 Oktober 2021. Yang kami awasi di pintu masuk wilayah Tanjung Benoa, dari pukul 09.00 Wita sampai 17.00 Wita. Penjagaan dibagi menjadi 2 shift, yaitu shift 1 bertugas dari pukul 09.00 Wita sampai 13.00 Wita dan shift 2 dari pukul 13.00 Wita sampai 17.00 Wita,” kata Wijaya.
Menurut Wijaya, yang juga anggota DPRD Badung, pengawasan itu dilakukan untuk mencari bukti atas aktivitas gacong yang masih ditemukan sampai saat ini di lapangan. Ini demi mencegah adanya saling tuduh dan kecurigaan atas masih beroperasinya gacong, walaupun beberapa kali sudah ditertibkan. Sebab, katanya, disadari keberadaan gacong dipicu karena masih adanya temapt usaha yang menikmati layanan jasa gacong. “Kami di Desa Adat selalu konsisten atas penolakan gacong ini. Jadi yang tidak konsisten ini yang kita buktikan di lapangan,” tegasnya.
Ditengarai, lanjut Wijaya, masih ada 3 perusahaan yang menggunakan jasa gacong. Padahal perusahaan terkait diketahui ikut menandatangani kesepakatan bersama untuk tidak memakai jasa gacong lagi. “Kami masih temukan yang gunakan jasa gacong. Makanya kami ingin ada keseriusan dalam kesepakatan yang telah dibuat,” tegas Wijaya.
Menurutnya, komitmen bersama yang dilakukan bersama Muspika Kecamatan Kutsel, tiga desa adat dan pengusaha terkait harusnya diimplementasikan dengan baik di lapangan. Hal itu merupakan komitmen untuk menuntaskan permasalahan gacong. Namun kenyataannya, selama ini masih ada perusahaan yang kucing-kucingan dengan menerima jasa gacong. “Masalah gacong ini harus diselesaikan permasalahannya segera, sebelum tahun baru ini (2022). Sebab akhir tahun diperkirakan potensi kunjungan wisata ke Bali akan ramai,” kata Wijaya.
Pemberian sanksi kepada perusahaan yang masih menerima layanan gacong dinilai merupakan salah satu cara lain untuk menuntaskan masalah tersebut. Jika penertiban tidak mampu membuat mereka jera, tegas Wijaya, maka perlu mengevaluasi perizinan oleh instansi terkait. *dar
Komentar