Mega Dipolisikan Terkait Dugaan Penistaan Agama
Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri, Senin (23/1), terkait dugaan penistaan agama.
JAKARTA, NusaBali
Megawati dipolisikan oleh Humas LSM Aliansi Anak Bangsa Gerakan Anti Penodaan Agama, Baharuzaman.
Dalam laporan yang terdaftar dengan nomor LP/79/1/2017/Bareskrim tanggal 23 Januari 2017 itu, Megawati dituduh telah melakukan tindak pidana penodaan agama sebagaimana dimaksud dengan Pasal 156 dan atau 156a KUHP. Baharuzaman menengarai ada unsur penodaan agama dalam ucapan yang dilontarkan Megawati dalam sambutannya di acara HUT ke-44 PDIP di Jakarta, 10 Januari 2017 lalu, yang ditayangkan televisi.
Adapun kata-kata Megawati yang menurut Baharuzaman diduga menodai agama, sebagaimana dilansir Antara, Selasa (24/1), adalah ‘Para pemimpin yang menganut ideologi tertutup memposisikan diri mereka sebagai pembawa 'self fulfilling prophecy', para peramal masa depan. Mereka dengan fasih meramalkan yang akan pasti terjadi di masa yang akan datang, termasuk dalam kehidupan setelah dunia fana, padahal notabene mereka sendiri tentu belum pernah melihatnya’
Dalam pelaporannya, Baharuzaman membawea 3 keping CD berisi video rekaman Megawati saat HUT ke-44 PDIP sebagai barang bukti yang diserahkan kepada pihak kepolisian. Hal ini diakui Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Martinus Sitompul, Selasa kemarin. "CD rekaman pidato Ibu Megawati ada 3 keping," jelas Martinus.
Menindaklanjuti laporan Baharuzaman, Bareskrim Polri pun akan panggil Megawati. "Pada waktunya (Megawati akan dipanggil, Red). Cuma, belum kita tahu kapan, karena memang dibutuhkan saksi ahli, termasuk saksi bahasa," jelas Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Rikwanto, ekpada detikcom secara terpisah di Jakarta, Selasa kemarin.
Sementara, DPP PDIP balik tuding pelapor Baharuzaman tidak paham persoalan. Ketua Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan DPP PDIP, Andreas Hugo Pareira, meminta Baharuzaman mempelajari dulu isi pidato Megawati.
"Apanya yang penistaan? Saya kira yang melaporkan itu tidak memahami persoalan isi dari pidato tersebut. Suruh pelajari dulu-lah pidato itu," kata Andreas susai mengikuti Rapat Paripurna di Gedung DPR Senayan, Jakarta kemarin.
Andreas mengatakan DPP PDIP tidak terlalu memusingkan laporan tersebut. Namun demikian, mau tak mau mereka juga harus bersiap melakukan pembelaan hukum untuk Megawati, "Cuma ya, apa ya, jadi terlalu naif," sindir Andreas.
Secara pribadi, Andreas berpendapat ada kelompok tertentu yang mendorong Baha-ruzaman untuk melaporkan Megawati, yang notabene Presiden RI ke-5. Namun, dia tidak mau menuding terlalu jauh. "Ya, kalau dilihat dari isi dan substansi, kelihatan ya mungkin faktor itu, kita nggak tahu."
Sedangkan Juru Bicara PDIP, Eva Kusuma Sundari, menduga ada orang lain yang menyuruh Baharuzaman untuk melaporkan Megawati. Hal ini disimpulkan karena usai pidato Megawati di HUT PDIP, ada orang yang memang berniat memperkarakan pidatonya.
Eva Kusuma pun membeberkan bukti bahwa tak ada rekam jejak Megawati melakukan penghinaan. "Ibu Mega tak punya track record melakukan penghinaan. Masa karena statement yang dimaknai secara subjektif, (Bu Mega) diproses (di kepolisian)? Masa orang disuruh laporkan ini, bukan kesadaran dirinya," kata Eva. "Polisi punya kewajiban menerima (laporan) dan (nanti) ada penelitian motifnya (melapor) apa. Kalau disuruh, kan aneh."
Terlepas dari kecurigaan motif pelapor, Eva menghormati proses hukum yang berjalan di Bareskrim Polri. Namun, secara pribadi, Eva mengaku tetap tak menemukan kalimat yang memenuhi unsur penistaan agama dalam pidato Megawati. "Begini, setiap orang berhak melaporkan apabila dia menjadi korban. Kalau melaporkan Bu Mega penistaan, itu di mana penistaannya?" pintanya.
Sementara itu, pelapor Baharuzaman mengatakan pernyataan Megawati menyakiti perasaannya sebagai umat Islam. Sebab, dalam ajaran Islam, setelah dunia fana, masih ada kehidupan lain yaitu surga dan neraka. "Saya sebagai umat Islam melihat dan mendengar pidato itu merasa tersakiti karena menyangkut akidah saya sebagai orang muslim," kata Baharuzaman dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa kemarin.
"Saya ulangi, saya sebagai orang Muslim tersinggung dengan kata 'para peramal masa depan'. Jadi, seolah-olah apa keyakinan saya sebagai Muslim tentang hari akhir yang disebut adalah hasil dari para peramal saya sangat kecewa. Dalam rukun iman tercantum tentang hari akhir. Bu Mega sudah menodai rukum iman ke-5 tentang hari akhir. Padahal, setelah dunia fana itu ada hari akhir. Setelah itu ada surga dan neraka," imbuhnya. *
Dalam laporan yang terdaftar dengan nomor LP/79/1/2017/Bareskrim tanggal 23 Januari 2017 itu, Megawati dituduh telah melakukan tindak pidana penodaan agama sebagaimana dimaksud dengan Pasal 156 dan atau 156a KUHP. Baharuzaman menengarai ada unsur penodaan agama dalam ucapan yang dilontarkan Megawati dalam sambutannya di acara HUT ke-44 PDIP di Jakarta, 10 Januari 2017 lalu, yang ditayangkan televisi.
Adapun kata-kata Megawati yang menurut Baharuzaman diduga menodai agama, sebagaimana dilansir Antara, Selasa (24/1), adalah ‘Para pemimpin yang menganut ideologi tertutup memposisikan diri mereka sebagai pembawa 'self fulfilling prophecy', para peramal masa depan. Mereka dengan fasih meramalkan yang akan pasti terjadi di masa yang akan datang, termasuk dalam kehidupan setelah dunia fana, padahal notabene mereka sendiri tentu belum pernah melihatnya’
Dalam pelaporannya, Baharuzaman membawea 3 keping CD berisi video rekaman Megawati saat HUT ke-44 PDIP sebagai barang bukti yang diserahkan kepada pihak kepolisian. Hal ini diakui Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Martinus Sitompul, Selasa kemarin. "CD rekaman pidato Ibu Megawati ada 3 keping," jelas Martinus.
Menindaklanjuti laporan Baharuzaman, Bareskrim Polri pun akan panggil Megawati. "Pada waktunya (Megawati akan dipanggil, Red). Cuma, belum kita tahu kapan, karena memang dibutuhkan saksi ahli, termasuk saksi bahasa," jelas Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Rikwanto, ekpada detikcom secara terpisah di Jakarta, Selasa kemarin.
Sementara, DPP PDIP balik tuding pelapor Baharuzaman tidak paham persoalan. Ketua Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan DPP PDIP, Andreas Hugo Pareira, meminta Baharuzaman mempelajari dulu isi pidato Megawati.
"Apanya yang penistaan? Saya kira yang melaporkan itu tidak memahami persoalan isi dari pidato tersebut. Suruh pelajari dulu-lah pidato itu," kata Andreas susai mengikuti Rapat Paripurna di Gedung DPR Senayan, Jakarta kemarin.
Andreas mengatakan DPP PDIP tidak terlalu memusingkan laporan tersebut. Namun demikian, mau tak mau mereka juga harus bersiap melakukan pembelaan hukum untuk Megawati, "Cuma ya, apa ya, jadi terlalu naif," sindir Andreas.
Secara pribadi, Andreas berpendapat ada kelompok tertentu yang mendorong Baha-ruzaman untuk melaporkan Megawati, yang notabene Presiden RI ke-5. Namun, dia tidak mau menuding terlalu jauh. "Ya, kalau dilihat dari isi dan substansi, kelihatan ya mungkin faktor itu, kita nggak tahu."
Sedangkan Juru Bicara PDIP, Eva Kusuma Sundari, menduga ada orang lain yang menyuruh Baharuzaman untuk melaporkan Megawati. Hal ini disimpulkan karena usai pidato Megawati di HUT PDIP, ada orang yang memang berniat memperkarakan pidatonya.
Eva Kusuma pun membeberkan bukti bahwa tak ada rekam jejak Megawati melakukan penghinaan. "Ibu Mega tak punya track record melakukan penghinaan. Masa karena statement yang dimaknai secara subjektif, (Bu Mega) diproses (di kepolisian)? Masa orang disuruh laporkan ini, bukan kesadaran dirinya," kata Eva. "Polisi punya kewajiban menerima (laporan) dan (nanti) ada penelitian motifnya (melapor) apa. Kalau disuruh, kan aneh."
Terlepas dari kecurigaan motif pelapor, Eva menghormati proses hukum yang berjalan di Bareskrim Polri. Namun, secara pribadi, Eva mengaku tetap tak menemukan kalimat yang memenuhi unsur penistaan agama dalam pidato Megawati. "Begini, setiap orang berhak melaporkan apabila dia menjadi korban. Kalau melaporkan Bu Mega penistaan, itu di mana penistaannya?" pintanya.
Sementara itu, pelapor Baharuzaman mengatakan pernyataan Megawati menyakiti perasaannya sebagai umat Islam. Sebab, dalam ajaran Islam, setelah dunia fana, masih ada kehidupan lain yaitu surga dan neraka. "Saya sebagai umat Islam melihat dan mendengar pidato itu merasa tersakiti karena menyangkut akidah saya sebagai orang muslim," kata Baharuzaman dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa kemarin.
"Saya ulangi, saya sebagai orang Muslim tersinggung dengan kata 'para peramal masa depan'. Jadi, seolah-olah apa keyakinan saya sebagai Muslim tentang hari akhir yang disebut adalah hasil dari para peramal saya sangat kecewa. Dalam rukun iman tercantum tentang hari akhir. Bu Mega sudah menodai rukum iman ke-5 tentang hari akhir. Padahal, setelah dunia fana itu ada hari akhir. Setelah itu ada surga dan neraka," imbuhnya. *
1
Komentar