Terapi Anak Sindrom Down agar Bisa Hidup Mandiri
DENPASAR, NusaBali.com - Siapapun tidak ada yang ingin memiliki anak dengan sindrom down, namun beberapa orang harus berbesar hati karena buah hatinya mengalami sindrom yang diakibatkan oleh lebihnya jumlah kromosom nomor 21 pada tubuhnya.
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seharusnya tidak membuat orang tua dengan anak mengalami sindrom down menjadi putus asa. Anak dengan sindrom down jika mendapatkan terapi dengan tepat dan segera juga dapat hidup dengan mandiri seperti anak-anak normal lainnya.
Hal tersebut dikatakan oleh dokter spesialis anak, dr Yanitama Putri SpA, pada Jumat (22/10/2021), dalam talk show secara daring yang diselenggarakan Rumah Sakit Bhayangkara Denpasar untuk memperingati bulan Oktober sebagai bulan peringatan sindrom down.
“Harapannya bagaimana kita menyikapi anak dengan down syndrome ini memiliki masa depan yang lebih baik,” ujar dr Yanitama.
Orangtua yang memiliki anak dengan sindrom down, kata dokter Yanitama, harus siap dengan berbagai kekurangan-kekurangan yang dimiliki sang anak, termasuk intelegensi yang akan berada di bawah rata-rata anak normal.
“Paling tinggi IQ-nya cuma 80, tapi itupun dia masih bisa sekolah lho, bisa dididik,” ungkap dr Yanitama.
Dr Yanitama yang praktik di BIMC Kuta menambahkan, dengan IQ yang lebih rendah dari 80 pun sesungguhnya seorang anak masih bisa dilatih untuk setidaknya bisa melayani dirinya sendiri. Jadi tidak akan sampai membebani orang tuanya. Aktivitas seperti makan sendiri, memakai pakaian sendiri, bisa dilatih kepada anak dengan sindrom down.
Menurut dr Yanitama, seorang anak dengan sindrom down sangat senang meniru perilaku dari orangtuanya, belajar dengan cara melihat kemudian mengerjakannya sendiri. Jika ditambah dengan dukungan lingkungan yang memberikan perhatian kepada anak dengan sindrom down, maka tujuan agar anak dengan sindrom down menjadi mandiri akan lebih mudah tercapai.
“Anak dengan sindrom down juga punya hak untuk hidup lebih layak,” tambah dr Yanitama.
Untuk itu, mendeteksi seorang anak menderita sindrom down menjadi langkah penting untuk orang tua agar bisa memberikan terapi sedini mungkin, sehingga hasil dari terapi dapat lebih maksimal dan cepat diraih. “Terapinya pun sekarang ada banyak sekali yang bisa dilakukan. Zaman sekarang sudah maju sekali,” ungkap dr Yanitama.
Untuk diketahui, sindrom down merupakan kelainan genetik, tepatnya kelainan kromosom, di mana pada kromosom nomor 21 yang seharusnya ada sepasang atau dua, pada seseorang yang mengalami sindrom down jumlahnya melebihi, yakni memiliki tiga kromosom.
Diketahui manusia pada umumnya memiliki 23 pasang kromosom atau total ada 46 kromosom. Anak dengan sindrom down sangat mudah dikenali dari wajahnya yang seragam, dikenal sebagai wajah mongol.
Beberapa hal diduga menjadi penyebab seseorang melahirkan anak dengan sindrom down ini. Ibu yang mengandung dalam usia lebih dari 35 tahun dikatakan memiliki faktor risiko untuk melahirkan anak dengan sindrom down.
Selain itu adanya infeksi virus selama masa awal kehamilan menjadi salah satu hal yang diduga terkait dengan sindrom down selain juga faktor lain seperti calon ibu terpapar radiasi berbahaya. *adi
Hal tersebut dikatakan oleh dokter spesialis anak, dr Yanitama Putri SpA, pada Jumat (22/10/2021), dalam talk show secara daring yang diselenggarakan Rumah Sakit Bhayangkara Denpasar untuk memperingati bulan Oktober sebagai bulan peringatan sindrom down.
“Harapannya bagaimana kita menyikapi anak dengan down syndrome ini memiliki masa depan yang lebih baik,” ujar dr Yanitama.
Orangtua yang memiliki anak dengan sindrom down, kata dokter Yanitama, harus siap dengan berbagai kekurangan-kekurangan yang dimiliki sang anak, termasuk intelegensi yang akan berada di bawah rata-rata anak normal.
“Paling tinggi IQ-nya cuma 80, tapi itupun dia masih bisa sekolah lho, bisa dididik,” ungkap dr Yanitama.
Dr Yanitama yang praktik di BIMC Kuta menambahkan, dengan IQ yang lebih rendah dari 80 pun sesungguhnya seorang anak masih bisa dilatih untuk setidaknya bisa melayani dirinya sendiri. Jadi tidak akan sampai membebani orang tuanya. Aktivitas seperti makan sendiri, memakai pakaian sendiri, bisa dilatih kepada anak dengan sindrom down.
Menurut dr Yanitama, seorang anak dengan sindrom down sangat senang meniru perilaku dari orangtuanya, belajar dengan cara melihat kemudian mengerjakannya sendiri. Jika ditambah dengan dukungan lingkungan yang memberikan perhatian kepada anak dengan sindrom down, maka tujuan agar anak dengan sindrom down menjadi mandiri akan lebih mudah tercapai.
“Anak dengan sindrom down juga punya hak untuk hidup lebih layak,” tambah dr Yanitama.
Untuk itu, mendeteksi seorang anak menderita sindrom down menjadi langkah penting untuk orang tua agar bisa memberikan terapi sedini mungkin, sehingga hasil dari terapi dapat lebih maksimal dan cepat diraih. “Terapinya pun sekarang ada banyak sekali yang bisa dilakukan. Zaman sekarang sudah maju sekali,” ungkap dr Yanitama.
Untuk diketahui, sindrom down merupakan kelainan genetik, tepatnya kelainan kromosom, di mana pada kromosom nomor 21 yang seharusnya ada sepasang atau dua, pada seseorang yang mengalami sindrom down jumlahnya melebihi, yakni memiliki tiga kromosom.
Diketahui manusia pada umumnya memiliki 23 pasang kromosom atau total ada 46 kromosom. Anak dengan sindrom down sangat mudah dikenali dari wajahnya yang seragam, dikenal sebagai wajah mongol.
Beberapa hal diduga menjadi penyebab seseorang melahirkan anak dengan sindrom down ini. Ibu yang mengandung dalam usia lebih dari 35 tahun dikatakan memiliki faktor risiko untuk melahirkan anak dengan sindrom down.
Selain itu adanya infeksi virus selama masa awal kehamilan menjadi salah satu hal yang diduga terkait dengan sindrom down selain juga faktor lain seperti calon ibu terpapar radiasi berbahaya. *adi
Komentar