Berkesenian Adalah Sebuah Yadnya
Dengan asesoris kaca mata, Wayan Suryawan, sebagai penasar punta, dalam grup Susik CS, tampak tidak banyak berbicara. Ia dengan penampilan polosnya, dikenal lebih banyak menarikan tari Topeng Sidakarya dalam setiap penampilan.
Wayan Suryawan sebagai Penasar Punta
SINGARAJA, NusaBali
Sesuai dengan lakonnya ia menilai dalam berkesenian adalah tidak dapat terlepas dari yadnya.
“Bagi saya berkesenian itu adalah sebuah yadnya. Karena melalui seni kita dapat menghibur masyarakat banyak, selain juga menghibur diri sendiri dan keluarga,” katanya. Ia yang juga jebolan sanggar Dwi Mekar tersebut, mengakui perjalanan berkeseniannya cukup sederhana.
Suryawan yang berasal dari Desa Pacung, Kecamatan Tejakula ini mengaku sudah menyukai seni sejak kecil. Namun karena ia tinggal di desa yang jauh dari perkotaan, untuk belajar seni pun sangat susah. Awal ketertarikannya dimulai saat menonton pertunjukan topeng di desanya.
Saat itu, ia masih duduk di bangku SD, dan bibit berkesenian sudah melekat padanya saat itu. Karena jarak untuk berlatih berkenian sangat jauh dari rumah, ia pun akhirnya memendam bibit tersebut, hingga pada tahun 1989 ia masuk di salah satu sekolah SMK yang berbau seni.
Disana, saat itu ia mengambil jurusan Karawitan, dan mulai menyalurkan bakat-bakat seni yang selama ini ia pendam. Dalam perjalanan waktu yang sangat cepat, pada tahun 2012 silam, ia bergabung dalam Sanggar Dwi Mekar. Saat itu, ia yang diajak dalam bondres memerankan peran ‘Bongol’.
“Saya saat itu pun awalnya belum tahu banyak, dan mungkin masih sama sampai sekarang. Awalnya hanya meniru-niru saja. Lama kelamaan setelah dilakukan evaluasi terus berbenah dan mulai mendalami kesenian bondres,’ imbuh dia.
Dalam kesibukannya menjalani kesenian, ia pun mengaku memiliki panutan tokoh seni yang sangat ia kagumi. Yakni Gusti Ngurah Windya dan Durpa, sebagai salah satu guru pembimbingnya. Setelah bergabung dua tahun di Dwi Mekar, ia pun memutuskan untuk keluar dan berhenti sementara untuk berkesenian. Ia beralasan, bahwa jarak tempuh dari rumah ke kota cukup memakan waktu. Selain itu, ia yang merupakan orangtua tunggal dari anaknya, menyita lebih banyak waktunya untuk keluarga. Belum lagi urusan ngayah di desa.
“Karena suatu hal, yakni waktu yang terbatas, karena saya sering diperlukan di desa, belum lagi urusan keluarga, yang menyebbakan saya tidak sanggup mengikuti jadwal pentas yang sangat padat disana. Daripada saya mengganggu dan merusak penampilan, lebih baik mengundurkan diri,” katanya.
Selanjutya...
Komentar