Isak Tangis Keluarga Iringi Pengabenan Pemimpin Umum NusaBali
Ngaben Digelar di Krematorium Sanak Sapta Resi Desa Sulang, Dipuput Ida Pandita Mpu Istri Iti Pradnyani
Versi Ketua MGPSSR Klungkung I Wayan Sudiarsa, Gede Muliarsana adalah sosok pemimpin kharismatik yang selalu menekankan konsep ideologi kepasekan. Selama ini, almarhum aktif bertindak nyata dan mengarahkan sameton Pasek pada tatanan prinsip pasemetonan
SEMARAPURA, NusaBali
Upacara ngaben ngelanus jenazah Pemimpin Umum (PU) Harian NusaBali, I Gede Muliarsana SH, 53, telah dilaksanakan di Krematorium Yayasan Sanak Sapta Resi, Desa Adat Sulang, Kecamatan Dawan, Klungkung pada Buda Umanis Julungwangi, Rabu (27/1). Isak tangis keluarga duka sempat mengiringi prosesi, terutama saat kain bungkusan jenazah dibuka untuk prosesi nyiramang watangan (memandikan jenazah).
Pantauan di lapangan, jenazah almarhum Gede Muliarsana dijemput oleh mobil ambulans dari Yayasan Sanak Sapta Resi di rumah duka RS Dharma Yadnya Denpasar, Rabu pagi pukul 05.00 Wita, untuk selanjutnya dibawa menuju krematorium di Desa Adat Sulang. Begitu tiba di Krematorium Yayasan Sanak Sapta Resi sekitar pukul 06.30 Wita, jenazah almarhum langsung ditempatkan di Bale Pengaskaran.
Selanjutnya, perwakilan dari keluarga mapiuning di Pura Dalem Desa Adat Sulang sekitar pukul 07.00 Wita. Sarana penuntun ngaben dibawa keponakan almarhum, Komang Krishna Putra Markhandhya Arianto, 19, didampingi istri almarhum, Kadek Erlina Dewi, 41.
Di belakang mereka, tampak 4 anak almarhum (3 perempuan, 1 laki-laki), masing-masing Nanditamaha Mulia Alodia Saraswati, 19, Maha Dewi Mulia Gangga,18, Jelita Mulia Nilotama,15, dan I Gede Abi Sekha Mulia Dewananta, 9. Usai mapiuning di Pura Dalem Setra Desa Adat Sulang, dilanjutkan prosesi nyiramang watangan. Saat itulah isak tangis dari keluarga dan kerabat almarhum pecah.
Sejumlah karyawan NusaBali yang ikut dalam prosesi kemarin juga tampak sedih. Mereka semua tercekam, seperti belum menerima kepergian almarhum untuk selama-lamanya. Istri almarhum, Kadek Erlina Dewi, tampak berusaha tabah dan tegar. Toh, ibu empat anak berusia 41 tahun ini tak kuasa menahan air mata hingga menangis.
Hal sama juga terjadi pada anak-anak almarhum yang masih remaja. ”Saya masih sangat terbayang sosok bapak (almarhum). Bapak orang yang tak pernah marah saat memberitahu kami jika bersalah,” utur anak kedua lamarhum, Maha Dewi Mulai Gagga.
Dengan mata berkaca-kaca, gadis berusia 18 tahun yang akrab disapa Kiki ini menyebutkan, banyak cara pikir, kata, dan tindakan nyata sang ayah yang patut ditiru keluarga. Terutama dalam hal membantu orang, baik secara material maupun non materi. “Bapak selalu ikhlas kalau membantu orang lain. Tindakannya ini yang layak kami tiru,” tutur siswi Kelas XII SMAN 3 Denpasar yang bercita-cita jadi hakim ini.
Upacara ngaben ngelanus almarhum Gede Muliarsana---yang sebelumnya meninggal mendadak akibat serangan jantung, Minggu (24/10) siang---di Krematorium Yayasan Sanak Sapta Resi kemarin, dipuput oleh Ida Pandita Mpu Istri Iti Pradnyani, sulinggih dari Griya Watujineng, Banjar Tengah, Desa Tegak, Kecamatan Klungkung. Prosesi diawali dengan mapiuning di Pura Dalem Desa Adat Sulang sekitar pukul 07.00 Wita.
Selanjutnya, prosesi nyiramang watangan (pukul 08.30 Wita-09.00 Wita), kemudian ngaskara (pukul 09.00 Wita-11.00 Wita), pangesengan/perabuan (pukul 11.00 Wita-13.00 Wita), lalu tarpana saji di krematorium (pukul 13.00 Wita-14.30 Wita). Sedangkan prosesi nganyut dan ngangkid dilaksanakan di segara Pantai Goa Lawah, Desa Pesinggahan, Kecamatan Dawan, Klungkung siang pukul 14.30 Wita hingga sore pukul 15.00 Wita.
Usai nganyut abu jenazah di segara, prosesi langsung dilanjutkan dengan upacara ngeroras (mamukur) sore pukul 16.00 Wita. “Sedangkan upacara nyegara gunung dari pukul 18.00 Wita hingga malam pukul 20.00 Wita. Rangkaian upacara ditutup dengan prosesi ngelinggihang malam sekitar pukul 21.00 Wita," ungkap Pengelola Krematorium Yayasan Sanak Sapta Resi, Jro Mangku Wayan Darsawan.
Sementara itu, prosesi pengabenan almarhum Gede Muliarsana di Krematorium Yayasan Sanak Sapta Resi, Ddesa Adat Sulang, Rabu kemarin, disaksikan pula sameton dari Pasemetonan Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi (MGPSSR) se-Bali dan para kolega. Termasuk di antaranya Sekretaris MGPSSR Provinsi Bali Pandu Lagosa, Ketua MGPSSR Klungkung I Wayan Sudiarsa, dan Ketua MGPSSR Kecamat-an Sidemen (Karangasem) Guru Wayan Sri Arta---yang juga saudara sepupu almarhum Gede Muliarsana.
Almarhum Gede Muliarsana selama ini sangat aktif di Pasemetonan MGPSSR. Dia bahkan menjadi Ketua Panitia Pembangunan Pura Penataran Agung Catur Parahyangan Ratu Pasek Linggih Ida Bhatara Mpu Gana di Banjar Punduk Dawa, Desa Pesinggahan, Kecamatan Dawan, Klungkung, Februari 2017-September 2020 lalu. "Beliau juga sekaligus sebagai Ketua Pangempon Pura di Punduk Dawa ini," ujar Ketua MGPSSR Klungkung, I Wayan Sudiarsa.
Sudiarsa menceritakan, sosok Gede Muliarsana adalah pemimpin kharismatik yang selalui menekankan konsep ideologi kepasekan. Selama ini, almarhum aktif bertindak nyata dan mengarahkan sameton Pasek pada tatanan prinsip pasemetonan. “Ini menurut tiang hal mendasar yang perlu kami lanjutkan ke depan, untuk meningkatkan sesana pasemetonan kepasekan," papar Sudiarsa.
Menurut Sudiarsa, almarhum Muliarsana juga pemimpin yang tegas, sehingga apa pun yang dirancang selalu berjalan lancar. Almarhum juga dikenal sebagai seorang motivator yang ulung. "Kalau ada beliau sampai berbicara di sebuah forum, orang akan terkesima dan prinsip-prinsip dari beliau pasti akan bisa diterima oleh audiens," katanya.
Bahkan, saat proses pembangunan Pura Penataran Agung Catur Parahyangan Ratu Pasek Linggih Ida Bhatara Mpu Gana di Banjar Punduk Dawa, kata Sudiarsa, perjuangan almarhum Muliarsana sampai keliling hampir ke seluruh Indonesia. "Ini untuk membangun, menggedor sameton kami mau bangkit di Punduk Dawa. Dan, hasilnya seperti yang bisa kita lihat sekarang ini."
Yang paling terkenang dari sosok Muliarsana, kata Sudiarsa, adalah sikap almarhum yang penuh perhatian dan sangat mengayomi. Bahkan, almarhum tidak segan menelepon ketika ada permasalahan. "Bahkan, durasinya di atas 30 menit, sampai HP panas. Jdi, beliau sangat memperhatikan apa yang kita butuhkan," papar Sudiarsa.
Sudiarsa berharap pihak keluarga, terutama istri dan keempat anak almarhum, bisa tetap bersabar dan tabah ke depan. "Kami juga sangat kehilangan beliau. Karena kita masih menata di sameton kepasikan, biar makin lama makin bagus. Semoga setelah ini ada lagi tampil sameton kita seperti beliau, yang mampu melanjutkan perjuangan beliau," harap Sudiarsa. *wan
Pantauan di lapangan, jenazah almarhum Gede Muliarsana dijemput oleh mobil ambulans dari Yayasan Sanak Sapta Resi di rumah duka RS Dharma Yadnya Denpasar, Rabu pagi pukul 05.00 Wita, untuk selanjutnya dibawa menuju krematorium di Desa Adat Sulang. Begitu tiba di Krematorium Yayasan Sanak Sapta Resi sekitar pukul 06.30 Wita, jenazah almarhum langsung ditempatkan di Bale Pengaskaran.
Selanjutnya, perwakilan dari keluarga mapiuning di Pura Dalem Desa Adat Sulang sekitar pukul 07.00 Wita. Sarana penuntun ngaben dibawa keponakan almarhum, Komang Krishna Putra Markhandhya Arianto, 19, didampingi istri almarhum, Kadek Erlina Dewi, 41.
Di belakang mereka, tampak 4 anak almarhum (3 perempuan, 1 laki-laki), masing-masing Nanditamaha Mulia Alodia Saraswati, 19, Maha Dewi Mulia Gangga,18, Jelita Mulia Nilotama,15, dan I Gede Abi Sekha Mulia Dewananta, 9. Usai mapiuning di Pura Dalem Setra Desa Adat Sulang, dilanjutkan prosesi nyiramang watangan. Saat itulah isak tangis dari keluarga dan kerabat almarhum pecah.
Sejumlah karyawan NusaBali yang ikut dalam prosesi kemarin juga tampak sedih. Mereka semua tercekam, seperti belum menerima kepergian almarhum untuk selama-lamanya. Istri almarhum, Kadek Erlina Dewi, tampak berusaha tabah dan tegar. Toh, ibu empat anak berusia 41 tahun ini tak kuasa menahan air mata hingga menangis.
Hal sama juga terjadi pada anak-anak almarhum yang masih remaja. ”Saya masih sangat terbayang sosok bapak (almarhum). Bapak orang yang tak pernah marah saat memberitahu kami jika bersalah,” utur anak kedua lamarhum, Maha Dewi Mulai Gagga.
Dengan mata berkaca-kaca, gadis berusia 18 tahun yang akrab disapa Kiki ini menyebutkan, banyak cara pikir, kata, dan tindakan nyata sang ayah yang patut ditiru keluarga. Terutama dalam hal membantu orang, baik secara material maupun non materi. “Bapak selalu ikhlas kalau membantu orang lain. Tindakannya ini yang layak kami tiru,” tutur siswi Kelas XII SMAN 3 Denpasar yang bercita-cita jadi hakim ini.
Upacara ngaben ngelanus almarhum Gede Muliarsana---yang sebelumnya meninggal mendadak akibat serangan jantung, Minggu (24/10) siang---di Krematorium Yayasan Sanak Sapta Resi kemarin, dipuput oleh Ida Pandita Mpu Istri Iti Pradnyani, sulinggih dari Griya Watujineng, Banjar Tengah, Desa Tegak, Kecamatan Klungkung. Prosesi diawali dengan mapiuning di Pura Dalem Desa Adat Sulang sekitar pukul 07.00 Wita.
Selanjutnya, prosesi nyiramang watangan (pukul 08.30 Wita-09.00 Wita), kemudian ngaskara (pukul 09.00 Wita-11.00 Wita), pangesengan/perabuan (pukul 11.00 Wita-13.00 Wita), lalu tarpana saji di krematorium (pukul 13.00 Wita-14.30 Wita). Sedangkan prosesi nganyut dan ngangkid dilaksanakan di segara Pantai Goa Lawah, Desa Pesinggahan, Kecamatan Dawan, Klungkung siang pukul 14.30 Wita hingga sore pukul 15.00 Wita.
Usai nganyut abu jenazah di segara, prosesi langsung dilanjutkan dengan upacara ngeroras (mamukur) sore pukul 16.00 Wita. “Sedangkan upacara nyegara gunung dari pukul 18.00 Wita hingga malam pukul 20.00 Wita. Rangkaian upacara ditutup dengan prosesi ngelinggihang malam sekitar pukul 21.00 Wita," ungkap Pengelola Krematorium Yayasan Sanak Sapta Resi, Jro Mangku Wayan Darsawan.
Sementara itu, prosesi pengabenan almarhum Gede Muliarsana di Krematorium Yayasan Sanak Sapta Resi, Ddesa Adat Sulang, Rabu kemarin, disaksikan pula sameton dari Pasemetonan Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi (MGPSSR) se-Bali dan para kolega. Termasuk di antaranya Sekretaris MGPSSR Provinsi Bali Pandu Lagosa, Ketua MGPSSR Klungkung I Wayan Sudiarsa, dan Ketua MGPSSR Kecamat-an Sidemen (Karangasem) Guru Wayan Sri Arta---yang juga saudara sepupu almarhum Gede Muliarsana.
Almarhum Gede Muliarsana selama ini sangat aktif di Pasemetonan MGPSSR. Dia bahkan menjadi Ketua Panitia Pembangunan Pura Penataran Agung Catur Parahyangan Ratu Pasek Linggih Ida Bhatara Mpu Gana di Banjar Punduk Dawa, Desa Pesinggahan, Kecamatan Dawan, Klungkung, Februari 2017-September 2020 lalu. "Beliau juga sekaligus sebagai Ketua Pangempon Pura di Punduk Dawa ini," ujar Ketua MGPSSR Klungkung, I Wayan Sudiarsa.
Sudiarsa menceritakan, sosok Gede Muliarsana adalah pemimpin kharismatik yang selalui menekankan konsep ideologi kepasekan. Selama ini, almarhum aktif bertindak nyata dan mengarahkan sameton Pasek pada tatanan prinsip pasemetonan. “Ini menurut tiang hal mendasar yang perlu kami lanjutkan ke depan, untuk meningkatkan sesana pasemetonan kepasekan," papar Sudiarsa.
Menurut Sudiarsa, almarhum Muliarsana juga pemimpin yang tegas, sehingga apa pun yang dirancang selalu berjalan lancar. Almarhum juga dikenal sebagai seorang motivator yang ulung. "Kalau ada beliau sampai berbicara di sebuah forum, orang akan terkesima dan prinsip-prinsip dari beliau pasti akan bisa diterima oleh audiens," katanya.
Bahkan, saat proses pembangunan Pura Penataran Agung Catur Parahyangan Ratu Pasek Linggih Ida Bhatara Mpu Gana di Banjar Punduk Dawa, kata Sudiarsa, perjuangan almarhum Muliarsana sampai keliling hampir ke seluruh Indonesia. "Ini untuk membangun, menggedor sameton kami mau bangkit di Punduk Dawa. Dan, hasilnya seperti yang bisa kita lihat sekarang ini."
Yang paling terkenang dari sosok Muliarsana, kata Sudiarsa, adalah sikap almarhum yang penuh perhatian dan sangat mengayomi. Bahkan, almarhum tidak segan menelepon ketika ada permasalahan. "Bahkan, durasinya di atas 30 menit, sampai HP panas. Jdi, beliau sangat memperhatikan apa yang kita butuhkan," papar Sudiarsa.
Sudiarsa berharap pihak keluarga, terutama istri dan keempat anak almarhum, bisa tetap bersabar dan tabah ke depan. "Kami juga sangat kehilangan beliau. Karena kita masih menata di sameton kepasikan, biar makin lama makin bagus. Semoga setelah ini ada lagi tampil sameton kita seperti beliau, yang mampu melanjutkan perjuangan beliau," harap Sudiarsa. *wan
1
Komentar