Pemprov Tetap Rogoh Rp 110 M
Terintegrasinya program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) ke Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), bukan berarti Pemprov Bali tidak keluar dana urusan kesehatan masyarakat.
Setelah Program JKBM Terintegrasi ke JKN
DENPASAR, NusaBali
Pemprov Bali tetap harus merogoh kocek Rp 110 miliar dari APBD 2017 untuk buat mensubsidi krama Bali yang belum masuk daftar Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Kadis Kesehatan Provinsi Bali, dr I Ketut Suarjaya, mengatakan Pemprov Bali masih anggarkan Rp 110 miliar di APBD 2017 untuk membayar premi 400.749 krama yang belum masuk PBI. Premi dengan asumsi sebesar Rp 23.000 per orang sebulan bagi krama yang belum mendapatkan PBI ini berlaku untuk di luar Kabupaten Badung.
“Khusus Kabupaten Badung, kita tidak anggarkan karena di sana sudah ada KBS (Kartu Badung Sehat). Di luar Badung, ada 400.749 krama yang belum tercover PBI. Nah, Pemprov Bali membayarkan Rp 110 miliar dari dana APBD 2017 untuk premi mereka,” ujar dr Ketut Suarjaya di Denpasar, Minggu (29/1).
Menurut dr Suarjaya, ketika masih diberlakukannya JKBM, Pemprov Bali harus mengeluarkan dana sekitar Rp 200 miliar per tahun buat membayar biaya pengobatan gratis bagi masyarakat ber-KTP Bali. Jumlah Rp 200 miliar tersebut belum termasuk tambahan (sharing) dengan Kabupaten/Kota se-Bali yang jumlahnya mencapai total (Pemprov Bali + Kabupaten/Kota) Rp 390 miliar.
“Kalau sharing dengan Kabupaten/Kota, dana JKBM total Rp 390 miliar per tahun. JKBM berlaku di seluruh Kabupaten/Kota, di mana masyarakat tidak bayar iuran apa pun. Tapi sekarang, kita harus mengikuti mekanisme aturan dari pusat (JKBM terintegrasi ke JKN, Red),” tandas dr Suarjaya.
Dengan terintegrasinya JKBM ke JKN, kata Suarjaya, penggunaan anggaran dari APBD Bali memang lebih hemat hampir Rp 90 miliar per tahun. Namun, masyarakat Bali cenderung bermemori dan menginginkan JKBM. “Mungkin karena ditanggung penuh atau tidak bayar iuran kali ya?” kelakar birokrat asal Desa Pengastulan, Kecamatan Seririt, Buleleng ini.
Suarjaya menambahkan, dari kriteria WHO (World Health Organization), negara wajib memberikan tanggungan kesehatan bagi warganya yang berpenghasilan rendah minimal sampai 40 persen dari jumlah penduduk. Saat ini, penduduk Bali mencapai 4,2 juta jiwa. Kalau 40 persennya, berarti ada 1,6 juta jiwa yang seharusnya ditanggung pemerintah.
Dari 1,6 juta jiwa penduduk Bali ini, kata Suarjaya, ada yang sudah mendapatkan PBI dari pemerintah pusat. “Yang belum menerima PBI dari pusat itulah yang kita subsidi,” tegas Suarjaya.
Sementara itu, Gubernur Made Mangku Pastika meminta masyarakat Bali segera mengurus kartu terkait dengan terintegrasinya JKBM ke JKN. Dengan terintegrasinya JKBM ke JKN yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) per 1 Januari 2017, maka otomatis kartu JKBM tidak dapat digunakan lagi untuk berobat.
“Makanya, pemegang kartu JKBM harus mengurus pergantiannya ke dalam kartu JKN,” ujar Gubernur Pastika saat berorasi di Podium Bali Bebas Bicara Apa Saja (PB3AS) di Lapangan Puputan Margarana Niti Mandala Denpasar, Minggu (29/1) pagi.
Pastika menyatakan, Pemprov Bali tahun ini tetap mengalokasikan anggaran mencapai Rp 110 miliar untuk pembiayaan iuran BPJS bagi masyarakat yang tidak mampu dan namanya tidak termasuk dalam daftar sebagai PBI. Pastika pun meminta para aparatur desa untuk membantu mensosialisasikan kepada masyarkat tentang pengintegrasian JKBM ke JKN tersebut, sehingga tidak terjadi kesimpangsiuran informasi.
“Saya minta masyarakat segera mengurus penggantian kartu JKBM ke dalam JKN. Sedangkan aparatur desa aktif sosialisasikan dan segera mendaftarkan warganya yang tidak mampu dan tidak masuk daftar PBI ke Dinas Sosial, sehingga iuran BPJS mereka bisa dibayarkan oleh Provinsi,” ujar mantan Kapolda Bali berpangkat Komisaris Jenderal Polisi (Purn) ini.
Menurut Pastika, semua elemen masyarakat juga harus jemput bola. “Jangan menunggu sakit dulu, baru buat kartu. Sediakan payung sebelum hujan,” Pastika mengingatkan. Di samping, para petugas kesehatan baik di Puskesmas maupun rumah sakit juga diminta jangan terlalu ‘saklek’ kepada pasien yang memang memerlukan penanganan, tapi belum memiliki kartu JKN.
“Saya harapakan semua pihak turut bersama-sama mengawal proses pengintegrasian JKM ke JKN ini, jangan sampai mengorbankan masyarakat yang sedang sakit dan memerlukan perawatan,” tandas Gubernur Bali asal Desa Sanggalangit, Kecamatan Gerokgak, Buleleng ini. * nat
1
Komentar