Setting Terburu, Pentas Tetap Bermutu
Pentas Sanggar Seni Pancer Langit Serangkaian FSBJ III
Festival Seni Bali Jani III
Festival Seni Bali Jani 2021
Festival Seni Bali Jani
Sanggar Seni Pancer Langit
Tari Candra Murti Ning Wana
Gedung Ksirarnawa
Taman Budaya Provinsi Bali
DENPASAR, NusaBali
Sanggar Seni Pancer Langit berhasil menampilkan garapan tari terbaiknya ‘Candra Murti Ning Wana’ serangkaian Festival Seni Bali Jani (FSBJ) III Tahun 2021 di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, Jumat (29/10). Penampilannya tanpa kendala.
Namun durasi setting dan blocking panggungnya sebelum pentas begitu pendek. Akibatnya, beberapa konten harus dihapus dan tak ditampilkan saat pementasan. Toh, sanggar ini mampu menampilkan karya bermutu.
Pendiri Sanggar Seni Pancer Langit, AA Gede Agung Rahma Putra mengatakan semestinya penggarap karya dapat waktu leluasa untuk setting dan blocking panggung. Persiapan pentas juga menggunakan teknik mapping atau semacam analisis pemanggungan. Namun lagi-lagi, karena waktu yang diberikan sangat singkat, mapping pun sulit.
“Kami diberi waktu malam pukul 21.00 Wita sampai pagi sebelum pentas. Belum nyetting, belum lagi coba lighting, sound. Sedangkan sound dan listrik baru masuk pagi pukul 07.30 Wita. Sehingga kami cuma bisa blocking dan lighting cuma dua jam saja. Itu tidak cukup,” ujarnya ditemui usai pentas.
Karena kendala tersebut, mapping tidak bisa dilakukan. Mapping memerlukan waktu cukup lama untuk memadukan lighting dan konten. Gung Rahma pun mengakui ada beberapa konten dan video-video yang tidak bisa ditampilkan alias dipotong saat itu.
“Kami harus katakan. Harusnya lebih banyak waktu yang diberikan kepada kami untuk blocking, kemudian mencoba lampu, sound, dan pendukung lainnya. Karena kami ingin menampilkan yang maksimal di sini,” kata Gung Rahma.
Beruntungnya, para seniman muda yang tampil kemarin bisa bereksplorasi secara langsung. Mereka mengimprovisasi panggung yang sesungguhnya tidak ada di dalam garapan. Hal ini karena tayangan dari mapping yang berisi soal pengerusakan alam dan penghancuran hutan tersebut tidak masuk, sehingga mereka berupaya berimprovasi agar tidak sepi di atas panggung.
“Ini mungkin menjadi saran dari kami, agar ke depannya Disbud Bali sebagai pelaksana kegiatan seni agar memberikan kapasitas penari untuk melakukan blocking, setting, dan persiapan pendukung garapan lainnya. Tapi untuk acara ini, kami sangat apresiasi. Karena ruang untuk berkesenian diberikan kesempatan berkarya yang lebih lebih berkembang, lebih liar, dan lebih eksploratif lagi,” terang seniman asal Kelurahan Kapal, Kecamatan Mengwi ini.
Garapan tari ‘Candra Murti Ning Wana’ Jumat lalu itu, melibatkan sekitar 25 seniman muda yang memang benar-benar dibentuk dari nol oleh Sanggar Seni Pancer Langit. Sanggar ini aktif meregenerasi penari-penari sehingga muncul bibit-bibit seniman baru.
Terkait tema garapan, Gung Rahma mengatakan tema yang digarap merujuk pada tema besar FSBJ III Tahun 2021 yakni “Jenggala Sutra: Susastra Wana Kerthi” yang bermakna “Semesta Kreativitas Terkini: Harmoni Diri dan Bumi dalam Keluasan Penciptaan Baru”. Tema Candra atau bulan dipilih karena berkaitan dengan sastra dan lontar kuno yang berjudul Batur Kalawasan.
Di situ tertulis bahwa Candra atau bulan melahirkan alas (hutan). Setelah melaksanakan wawancara dengan narasumber terkait kalimat dalam lontar tersebut, Sanggar Seni Pancer Langit merumuskan ide yaitu “Candra Murti Ning Wana”. Secara garis besar, garapannya mengajak penonton untuk menghargai hutan beserta isinya, karena menghargai dan merawat hutan sama dengan menghargai alam semesta.
“Kami mengajak mari bersama-sama menjaga hutan, melestarikannya. Kalau hutan rusak, maka bencana akan datang. Itu yang akan berdampak merusak ekosistem yang ada, dan kita pun akan ikut terkena dampaknya jika hutan sampai rusak,” tandas Gung Rahma.7ind
1
Komentar