Tiga Tersangka Pemalsu Dokumen PCR Ditangkap
Dijuk di Bandara Ngurah Rai Saat Mau Terbang ke Jakarta
Tersangka Anggie Chaerunnisa Azhari, Muhammad Firdaus, dan Lutfi Lanisya gunakan dokumen PCR editan untuk syarat penerbangan
DENPASAR, NusaBali
Tiga tersangka pemalsu dokumen Real Time Polymerase Chain Reaction (RT PCR) ditangkap petugas di Bandara Internasional Ngurah Rai Tuban, Kecamatan Kuta, Badung. Ketiga tersangka diringkus dalam waktu berbeda saat hendak meninggalkan Bali melalui jalur udara di Terminal Keberangkatan Domestik Bandara Ngurah Rai. Mereka masing-masing Anggie Chaerunnisa Azhari, 26, Muhammad Firdaus, 25, dan Lutfi Lanisya, 24.
Dua dari tiga tersangka ditangkap di Terminal Keberangkatan Bandara Ngurah Rai, Jumat (29/10) malam pukul 22.30 Wita, masing-masing Anggiem Chaerunnisa Azhari dan Muhammad Firdaus. Keduanya berasal dari Ibukota Jakarta. Sedangkan tersangka Lutfi Lanisya, asal Ciamis, Jawa Barat ditangkap dua hari berikutnya, Minggu (31/10) pagi pukul 08.00 Wita.
Kapolresta Denpasar, Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan, mengatakan aksi kejahatan yang dilakukan ketiga tersangka yang terdidi dari dua perempuan dan satu lelaki ini berhasil diungkap oleh petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I Denpasar, Putu Nabila Shanti Diah Pramesti Putri, 24. Pemalsuan dokumen PCR oleh tiga tersangka tersebut modusnya berbeda-beda. Tapi, intinya para tersangka memanfaatkan dokumen PCR palsu untuk persyaratan penerbangan dari Bali ke Jakarta.
Tersangka Anggie Chaerunnisa (perempuan) dan Muhammad Firdaus (laki-laki) memalsukan dokumen PCR dengan cara mengedit dokumen swab antigen yang bukan miliknya. Dokumen swab antigen itu ditempelkan barcode hasil PCR yang dikeluarkan oleh Farma Lab. Setelah diedit, dokumen palsu itu terlihat seperti dokumen asli.
Nah, saat kedua tersangka asal Jakarta itu diperiksa petugas validasi penumpang di Terminal Keberangkatan Domestik Bandara Ngurah Rai, ternyata data yang ditampilkan oleh barcode tersebut atas nama orang lain. “Awalnya, diduga terjadi sistem error. Petugas mencoba melakukannya berulangkali, namun hasilnya tetap atas nama orang lain,” papar Kombes Jansen saat gelar rilis perkara di Mapolresta Denpasar, Senin (1/11) sore.
Karena curiga, kata Kombes Jansen, petugas kemudian melakukan pemeriksaan mendalam terhadap kedua tersangka. Akhirnya, kedua tersangka mengakui terus terang mereka memang tidak pernah melakukan tes PCR dan swab antigen. Dokumen PCR yang mereka gunakan itu katanya didapat dari orang lain. Hanya saja, belum diungkap siapa orang lain dimaksud.
Mendengar pengakuan kedua tersangka seperti itu, petugas KKP Ngurah Rai langsung membuat laporan ke Polresta Denpasar. Malam itu juga, tersangka Angie dan Firdaus yang diketahui berteman langsung diamankan polisi ke Mapolresta Denpasar. Mereka diamankan berikut barang bukti berupa 2 lembar dokumen PCR palsu dan 2 unit HP merk Iphone.
"Untuk mengungkap kasus ini, kami memeriksa banyak pihak, termasuk salah satunya Farma Lab. Hasil pemeriksaan terhadap pihak Farma Lab, terungkap mereka ternyata sudah tidak lagi beroperasi di Bali sejak Maret 2021. Pihak Farma Lab pun merasa dirugikan. Nah, kami kejar siapa orang yang memberikan dokumen palsu ini kepada kedua tersangka," tegas Kombes Jansen dalam rilis perkara yang dihadiri pula Sekretaris Satgas Penanganan Covid-19 Provinsi Bali, I Made Rentin, tersebut.
Sementara itu, modus pemalsuan dokumen RT PCR yang dilakukan tersangka Lutfi Lanisya berbeda lagi. Perempuan berusia 24 tahun asal Ciamis, Jawa Barat ini memalsukan hasil tes swab antigen milik sendiri. Dokumen hasil swab antigen yang dilakukan di RS Siloam Kuta itu diedit, seolah-olah dokumen PCR. Sayangnya, dokumen hasil editan tersangka tidak memiliki barcode.
Nah, saat dicek petugas KKP Ngurah Rai bagian validasi penumpang di Terminal Keberangkatan Domestuk Bandara Ngurah Rai ketika tersangka Lutfi Lanisya hendak terbang ke Jakarta, petugas tidak temukan barcode pada kertas dokumen PCR tersebut. Keanehan itu membuat petugas curiga, hingga kemudian mengecek aplikasi PeduliLindungi milik tersangka.
Di aplikasi itu, petugas tidak menemukan tersangka Lutfi Lanisya pernah melakukan tes PCR. Petugas pun langsung memeriksa tersangka. Dari pemeriksaan, tersangka mengakui dokumen yang digunakannya untuk terbang ke Jakarta adalah dokumen palsu hasil editan sendiri.
"Kalau dokumen PCR yang asli, pasti ada barcodenya," tegas Kombes Jansen, yang dalam rilis perkara kemarin didampingi Koordinator Substansi Pengendalian Karantina dan surveilans Epidemologi KKP Kelas 1 Denpasar, I Wayan Suberatha.
Disebutkan, mendengar pengakuan tersangka seperti ity, petugas KKP langsung berkoordinasi dengan Polresta Denpasar. Pagi itu juga, tersangka Lutfi Lanisya diamankan ke Mapolresta Denpasar, berikur barang bukti berupa 1 unit HP Iphone 12 Pro, selembar hasil pemeriksaan Sars Cov-2 Antigen yang dikeluarkan RS Siloam Kuta, selembar invoice dengan harga Rp 99.000, selembar surat editan hasil pemeriksaan tercantum RT-PCR Lab No.21112445 yang dikeluarkan oleh RS Siloam, selembar surat editan invoice tercantum RT-PCR dengan harga Rp 495.000, dan sebuah koper pakaian miliknya.
Menurut Kombes Jansen, ketiga tersangka pemalsu dokumen RT PCR yang ditangkap di Bandara Ngurah Rai ini dijerat Pasal 268 ayat 2 KUHP tentang Pemalsuan, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara. “Kepada masyarakat luas, saya minta jangan coba-coba melakukan tidak terpuji seperti para tersangka ini," pinta Kombes Jansen.
Sementara, Koordinator Substansi Pengendalian Karantina dan Surveilans Epidemologi KKP Kelas 1 Denpasar, I Wayan Suberatha, mengatakan kecurigaan petugas di Terminal Keberangkatan Domestik Bandara Ngurah Rai muncul karena para tersangka masih membawa surat keterangan. Padahal, saat ini sudah menggunakan aplikasi. Ternyata, memang benar para tersangka melakukan pemalsuan dokumen PCR.
"Kami betul-betul bersinergi dengan berbagai pihak dalam mengatasi Covid-19 saat ini. Meskipun anggota kami lelah bekerja 24 jam, tetapi kami tetap konsentrasi dengan melihat keanehan-keanehan calon penumpang," jelas Wayan Suberatha saat rilis perkara di Mapolresta Denpasar, Senin kemarin.
Paparan senada juga disampaikan Sekretaris Penanganan Covid-19 Provinsi Bali, I Made Rentin. Menurut Made Rentin. meskipun saat ini ada berbagai persyaratan perjalanan, tetapi tetap diberi kemudahan oleh pemerintah, demi kepentingan bersama.
Made Rentin kemudian membeberkan penurunan tarif uji PCR. Awalnya, tarif PCR relatif mahal. “Kini, harga tes PCR sudah diturunkan menjadi Rp 275.000 untuk Jawa-Bali dan Rp 300.000 untuk luar Jawa-Bali. Masa berlakunya pun diperpanjang dari semula 2x24 jam menjadi 3x24 jam menjelang keberangkatan," tandas Made Rentin.
Made Rentin mengaku sangat menyayangkan perbuatan ketiga tersangka pemalsu dokumen PCR ini, padahal pemerintah sudah memberikan keringanan. "Saya ajak kita semua untuk taat terhadap regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Kita perangi Covid-19. Kita semua punya kepentingan untuk memulihkan situasi saat ini," papar birokrat asal Desa Werdi Bhuana, Kecamatan Mengwi, Badung yang juga Kepala BPBD Provinsi Bali ini. *pol
Dua dari tiga tersangka ditangkap di Terminal Keberangkatan Bandara Ngurah Rai, Jumat (29/10) malam pukul 22.30 Wita, masing-masing Anggiem Chaerunnisa Azhari dan Muhammad Firdaus. Keduanya berasal dari Ibukota Jakarta. Sedangkan tersangka Lutfi Lanisya, asal Ciamis, Jawa Barat ditangkap dua hari berikutnya, Minggu (31/10) pagi pukul 08.00 Wita.
Kapolresta Denpasar, Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan, mengatakan aksi kejahatan yang dilakukan ketiga tersangka yang terdidi dari dua perempuan dan satu lelaki ini berhasil diungkap oleh petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I Denpasar, Putu Nabila Shanti Diah Pramesti Putri, 24. Pemalsuan dokumen PCR oleh tiga tersangka tersebut modusnya berbeda-beda. Tapi, intinya para tersangka memanfaatkan dokumen PCR palsu untuk persyaratan penerbangan dari Bali ke Jakarta.
Tersangka Anggie Chaerunnisa (perempuan) dan Muhammad Firdaus (laki-laki) memalsukan dokumen PCR dengan cara mengedit dokumen swab antigen yang bukan miliknya. Dokumen swab antigen itu ditempelkan barcode hasil PCR yang dikeluarkan oleh Farma Lab. Setelah diedit, dokumen palsu itu terlihat seperti dokumen asli.
Nah, saat kedua tersangka asal Jakarta itu diperiksa petugas validasi penumpang di Terminal Keberangkatan Domestik Bandara Ngurah Rai, ternyata data yang ditampilkan oleh barcode tersebut atas nama orang lain. “Awalnya, diduga terjadi sistem error. Petugas mencoba melakukannya berulangkali, namun hasilnya tetap atas nama orang lain,” papar Kombes Jansen saat gelar rilis perkara di Mapolresta Denpasar, Senin (1/11) sore.
Karena curiga, kata Kombes Jansen, petugas kemudian melakukan pemeriksaan mendalam terhadap kedua tersangka. Akhirnya, kedua tersangka mengakui terus terang mereka memang tidak pernah melakukan tes PCR dan swab antigen. Dokumen PCR yang mereka gunakan itu katanya didapat dari orang lain. Hanya saja, belum diungkap siapa orang lain dimaksud.
Mendengar pengakuan kedua tersangka seperti itu, petugas KKP Ngurah Rai langsung membuat laporan ke Polresta Denpasar. Malam itu juga, tersangka Angie dan Firdaus yang diketahui berteman langsung diamankan polisi ke Mapolresta Denpasar. Mereka diamankan berikut barang bukti berupa 2 lembar dokumen PCR palsu dan 2 unit HP merk Iphone.
"Untuk mengungkap kasus ini, kami memeriksa banyak pihak, termasuk salah satunya Farma Lab. Hasil pemeriksaan terhadap pihak Farma Lab, terungkap mereka ternyata sudah tidak lagi beroperasi di Bali sejak Maret 2021. Pihak Farma Lab pun merasa dirugikan. Nah, kami kejar siapa orang yang memberikan dokumen palsu ini kepada kedua tersangka," tegas Kombes Jansen dalam rilis perkara yang dihadiri pula Sekretaris Satgas Penanganan Covid-19 Provinsi Bali, I Made Rentin, tersebut.
Sementara itu, modus pemalsuan dokumen RT PCR yang dilakukan tersangka Lutfi Lanisya berbeda lagi. Perempuan berusia 24 tahun asal Ciamis, Jawa Barat ini memalsukan hasil tes swab antigen milik sendiri. Dokumen hasil swab antigen yang dilakukan di RS Siloam Kuta itu diedit, seolah-olah dokumen PCR. Sayangnya, dokumen hasil editan tersangka tidak memiliki barcode.
Nah, saat dicek petugas KKP Ngurah Rai bagian validasi penumpang di Terminal Keberangkatan Domestuk Bandara Ngurah Rai ketika tersangka Lutfi Lanisya hendak terbang ke Jakarta, petugas tidak temukan barcode pada kertas dokumen PCR tersebut. Keanehan itu membuat petugas curiga, hingga kemudian mengecek aplikasi PeduliLindungi milik tersangka.
Di aplikasi itu, petugas tidak menemukan tersangka Lutfi Lanisya pernah melakukan tes PCR. Petugas pun langsung memeriksa tersangka. Dari pemeriksaan, tersangka mengakui dokumen yang digunakannya untuk terbang ke Jakarta adalah dokumen palsu hasil editan sendiri.
"Kalau dokumen PCR yang asli, pasti ada barcodenya," tegas Kombes Jansen, yang dalam rilis perkara kemarin didampingi Koordinator Substansi Pengendalian Karantina dan surveilans Epidemologi KKP Kelas 1 Denpasar, I Wayan Suberatha.
Disebutkan, mendengar pengakuan tersangka seperti ity, petugas KKP langsung berkoordinasi dengan Polresta Denpasar. Pagi itu juga, tersangka Lutfi Lanisya diamankan ke Mapolresta Denpasar, berikur barang bukti berupa 1 unit HP Iphone 12 Pro, selembar hasil pemeriksaan Sars Cov-2 Antigen yang dikeluarkan RS Siloam Kuta, selembar invoice dengan harga Rp 99.000, selembar surat editan hasil pemeriksaan tercantum RT-PCR Lab No.21112445 yang dikeluarkan oleh RS Siloam, selembar surat editan invoice tercantum RT-PCR dengan harga Rp 495.000, dan sebuah koper pakaian miliknya.
Menurut Kombes Jansen, ketiga tersangka pemalsu dokumen RT PCR yang ditangkap di Bandara Ngurah Rai ini dijerat Pasal 268 ayat 2 KUHP tentang Pemalsuan, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara. “Kepada masyarakat luas, saya minta jangan coba-coba melakukan tidak terpuji seperti para tersangka ini," pinta Kombes Jansen.
Sementara, Koordinator Substansi Pengendalian Karantina dan Surveilans Epidemologi KKP Kelas 1 Denpasar, I Wayan Suberatha, mengatakan kecurigaan petugas di Terminal Keberangkatan Domestik Bandara Ngurah Rai muncul karena para tersangka masih membawa surat keterangan. Padahal, saat ini sudah menggunakan aplikasi. Ternyata, memang benar para tersangka melakukan pemalsuan dokumen PCR.
"Kami betul-betul bersinergi dengan berbagai pihak dalam mengatasi Covid-19 saat ini. Meskipun anggota kami lelah bekerja 24 jam, tetapi kami tetap konsentrasi dengan melihat keanehan-keanehan calon penumpang," jelas Wayan Suberatha saat rilis perkara di Mapolresta Denpasar, Senin kemarin.
Paparan senada juga disampaikan Sekretaris Penanganan Covid-19 Provinsi Bali, I Made Rentin. Menurut Made Rentin. meskipun saat ini ada berbagai persyaratan perjalanan, tetapi tetap diberi kemudahan oleh pemerintah, demi kepentingan bersama.
Made Rentin kemudian membeberkan penurunan tarif uji PCR. Awalnya, tarif PCR relatif mahal. “Kini, harga tes PCR sudah diturunkan menjadi Rp 275.000 untuk Jawa-Bali dan Rp 300.000 untuk luar Jawa-Bali. Masa berlakunya pun diperpanjang dari semula 2x24 jam menjadi 3x24 jam menjelang keberangkatan," tandas Made Rentin.
Made Rentin mengaku sangat menyayangkan perbuatan ketiga tersangka pemalsu dokumen PCR ini, padahal pemerintah sudah memberikan keringanan. "Saya ajak kita semua untuk taat terhadap regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Kita perangi Covid-19. Kita semua punya kepentingan untuk memulihkan situasi saat ini," papar birokrat asal Desa Werdi Bhuana, Kecamatan Mengwi, Badung yang juga Kepala BPBD Provinsi Bali ini. *pol
Komentar