nusabali

Pesatnya Penggunaan Teknologi Untuk Berkesenian di Masa Pandemi

Timbang Rasa FSBJ III Angkat 'Alih Media dalam Seni'

  • www.nusabali.com-pesatnya-penggunaan-teknologi-untuk-berkesenian-di-masa-pandemi

DENPASAR, NusaBali
Sejak merebaknya pandemi Covid-19, adaptasi dengan digitalisasi makin kental terasa di hampir semua lini kehidupan.

Termasuk di bidang kesenian yang selama hampir dua tahun mulai beradaptasi dengan cara-cara daring atau virtual. Perkembangan digitalisasi ini pun dikhawatirkan mengerus peradaban di bidang berkesenian.

Hal tersebut terungkap dalam Timbang Rasa (Sarasehan) Festival Seni Bali Jani (FSBJ) III secara daring, Selasa (2/11). Mengangkat tema ‘Alih Media dalam Seni’ yang menghadirkan dua narasumber seniman, yakni penulis Agus Noor dan sastrawan Putu Fajar Arcana. Acara dipandu oleh moderator, I Gusti Agung Ayu Novitasari.

Pembicara Agus Noor menyampaikan, semua seniman tentunya mempunyai sikap idealisme atas gagasan. Namun di jaman digital ini, diperlukan cara menyikapi media dan kesiapan untuk berkolaborasi. “Kemampuan teknik seniman sebenarnya sudah siap. Hanya cara kita menyikapinya, dengan cara berkolaborasi dan memanfaatkan teknologi. Pada prinsipnya, menyikapi dunia digital atau serba alih media ini tidak ada masalah,” ungkapnya.

Penulis yang juga sastrawan asal Kota Yogyakarta itu meyakini, di zaman digital ini seni pertunjukan tidak akan kehilangan penonton. Tugas seniman sebagai kreator adalah membangun pencitraan, menarasikan konten seni pertunjukan itu lebih kreatif, sehingga semakin dicintai, dan penonton ingin menikmati pengalaman berbeda. “Inilah peran kreator di zaman digital, ada fenomenal digital yang menjadi ketergantungan. Saya kira dibutuhkan penguatan secara kultural,” katanya.

Agus Noor menambahkan, saat dunia penuh dengan batasan, memang terjadi kegamangan secara sosial. Dunia berkesenian pun sangat merasakan hal itu, di mana tidak boleh berkumpul, sedangkan ada jarak yang harus diikuti. “Di satu sisi teknologi juga hadir memberikan pemecahan, tampil secara virtual dan bisa juga dinikmati secara langsung melalui media digital,” imbuh Agus Noor.

Sementara itu, Putu Fajar Arcana menekankan para pemikir kebudayaan di Bali mampu merumuskan tata kelola berkesenian di Bali secara berkelanjutan. Pemikir kebudayaan harus membuat strategi dan mencari rumusan kebudayaan secara matang menyikapi peradaban seni kekinian yang tetap diwadahi teknologi. “Namun tidak mendegradasi kehidupan berkesenian yang diwariskan adi luhung di masa mendatang,” kata Fajar Arcana.

Perubahan Bali dalam seni, ia menilai pola pengelolaan seni di Bali cukup baik seperti pagelaran Festival Seni Bali Jani menjadi metode penting dalam proses berkesenian khususnya seni modern. Untungnya di Bali seni seni tradisi masih tetap terjaga. “Lokal genius pola seni tradisi yang masih dijumpai di pedesaan masih terjaga. Tinggal bagaimana upaya memeliharanya. Kalau ini dirawat dengan baik dari investasi pariwisata, maka pagelaran  seperti Pesta Kesenian Bali (PKB) selama  40 tahun lebih akan terjaga , dan Festival Bali Jani  akan berlanjut,”  ungkap redaktur budaya itu.

Fajar menyebut, media digital telah membuat masyarakat sangat ketergantungan. Dalam soal ketergantungan Bali terlanjur sangat jauh, kesadaran akan potensi lokal sebagai bagian masyarakat semua tergerus. Baik alam, lingkungan dan sebagainya. Akan tetapi masyarakat lokal untungnya tidak meninggalkan tradisi lokal itu. “Buktinya, profesi masyarakat lokal tetap bertahan, ada yang berprofesi nelayan, petani tetap dilakoni meski pandemi menghantam,” pungkasnya. *ind

Komentar