Tarif Test Antigen di Jembrana Disepakati Rp 70.000
Kesepakatan lainnya, pengelola klinik rapid test tidak memanfaatkan jasa pihak lain atau semacam calo, dengan mencegat pengendara di tengah jalan. Dan sepakat untuk memastikan kualitas layanan.
NEGARA, NusaBali
Masalah perang tarif rapid test antigen di Kabupaten Jembrana dimediasi pihak Satgas Penanganan Covid-19 Jembrana, Rabu (3/11). Dalam rapat mediasi yang dilaksanakan di Kecamatan Negara tersebut, disepakati untuk menyeragamkan tarif rapid test antigen sebesar Rp 70.000.
Rapat mediasi yang dipimpin Sekretaris II Satgas Penanganan Covid-19 Jembrana I Putu Agus Artana, itu dilaksanakan pada pukul 11.10 Wita hingga 12.50 Wita. Hadir dalam rapat tersebut, Kasat Pol PP Jembrana I Made Leo Agus Jaya, perwakilan dari Dinas Kesehatan, Polres, Kodim1617/Jembrana, serta 11 pengelola klinik swasta penyedia rapid test antigen se-Jembrana. Sebanyak 11 klinik itu, 9 di antaranya berada di Kelurahan Gilimanuk, satu klinik di Kelurahan Dauhwaru, Kecamatan Jembrana dan satu klinik Desa Kaliakah, Kecamatan Negara.
Ditemui usai rapat tersebut, Agus Artana mengatakan, rapat dengan para pengelola klinik rapid test itu bertujuan membahas beberapa permasalahan layanan rapid test di Jembrana. Salah satunya mengenai persaingan tarif rapid test yang dikeluhkan masyarakat, termasuk sesama pengelola klinik rapid test.
“Kami undang mereka untuk membuat kesepakatan tarif rapid test. Kesepakatannya kita serahkan ke mereka (pemilik klinik),” ujar Agus Artana.
Sesuai dengan aturan dari pemerintah pusat, ditentukan tarif maksimal rapid test antigen sebesar Rp 99.000. Karena hanya diatur tarif maksimal, para pengelola klinik rapid test menerapkan tarif beragam. Ada yang Rp 90.000 hingga ada yang berusaha memasang tarif Rp 50.000, hingga akhirnya memicu keributan antar-sesama pemilik klinik rapid test.
“Persaingan harga itu juga membuat seolah rapid test hanya main-main dan mempengaruhi kualitas layanannya. Itu kita hindari,” ucap Agus Artana yang juga Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jembrana.
Saat rapat mediasi tersebut, sambung Agus Artana, beberapa pengelola klinik rapid test sempat mengusulkan harga berbeda-beda. Ada yang mengusulkan Rp 60.000, Rp 70.000 hingga Rp 85.000. Akhirnya untuk menentukan standar harga yang digunakan, diberikan kesempatan untuk melalukan voting. Hasilnya, suara terbanyak memilih tarif Rp 70.000 yang kemudian dijadikan kesepakatan bersama.
Di samping menetapkan tarif, ada dua hal lain yang disepakati para pengelola klinik rapid test se-Jembrana itu. Yakni sepakat untuk tidak memanfaatkan jasa pihak lain atau semacam calo, dengan mencegat pengendara di tengah jalan. Hal itu membahayakan bagi yang bersangkutan ataupun pengendara. Kemudian juga sepakat untuk memastikan kualitas ataupun keakuratan layanan rapid test antigen sesuai standar yang ditetapkan pemerintah.
“Sesuai kesepakatan, terhadap pengelola yang melanggar kesepakatan itu, diberikan sanksi berupa penutupan sementara sampai dengan pencabutan izin. Kami, Satgas dari TNI, Polri, Dinas Kesehatan, Satpol PP termasuk BPBD juga sepakat untuk melakukan pengawasan secara rutin ke lokasi-lokasi layanan rapid test,” tegas Agus Artana. *ode
Rapat mediasi yang dipimpin Sekretaris II Satgas Penanganan Covid-19 Jembrana I Putu Agus Artana, itu dilaksanakan pada pukul 11.10 Wita hingga 12.50 Wita. Hadir dalam rapat tersebut, Kasat Pol PP Jembrana I Made Leo Agus Jaya, perwakilan dari Dinas Kesehatan, Polres, Kodim1617/Jembrana, serta 11 pengelola klinik swasta penyedia rapid test antigen se-Jembrana. Sebanyak 11 klinik itu, 9 di antaranya berada di Kelurahan Gilimanuk, satu klinik di Kelurahan Dauhwaru, Kecamatan Jembrana dan satu klinik Desa Kaliakah, Kecamatan Negara.
Ditemui usai rapat tersebut, Agus Artana mengatakan, rapat dengan para pengelola klinik rapid test itu bertujuan membahas beberapa permasalahan layanan rapid test di Jembrana. Salah satunya mengenai persaingan tarif rapid test yang dikeluhkan masyarakat, termasuk sesama pengelola klinik rapid test.
“Kami undang mereka untuk membuat kesepakatan tarif rapid test. Kesepakatannya kita serahkan ke mereka (pemilik klinik),” ujar Agus Artana.
Sesuai dengan aturan dari pemerintah pusat, ditentukan tarif maksimal rapid test antigen sebesar Rp 99.000. Karena hanya diatur tarif maksimal, para pengelola klinik rapid test menerapkan tarif beragam. Ada yang Rp 90.000 hingga ada yang berusaha memasang tarif Rp 50.000, hingga akhirnya memicu keributan antar-sesama pemilik klinik rapid test.
“Persaingan harga itu juga membuat seolah rapid test hanya main-main dan mempengaruhi kualitas layanannya. Itu kita hindari,” ucap Agus Artana yang juga Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jembrana.
Saat rapat mediasi tersebut, sambung Agus Artana, beberapa pengelola klinik rapid test sempat mengusulkan harga berbeda-beda. Ada yang mengusulkan Rp 60.000, Rp 70.000 hingga Rp 85.000. Akhirnya untuk menentukan standar harga yang digunakan, diberikan kesempatan untuk melalukan voting. Hasilnya, suara terbanyak memilih tarif Rp 70.000 yang kemudian dijadikan kesepakatan bersama.
Di samping menetapkan tarif, ada dua hal lain yang disepakati para pengelola klinik rapid test se-Jembrana itu. Yakni sepakat untuk tidak memanfaatkan jasa pihak lain atau semacam calo, dengan mencegat pengendara di tengah jalan. Hal itu membahayakan bagi yang bersangkutan ataupun pengendara. Kemudian juga sepakat untuk memastikan kualitas ataupun keakuratan layanan rapid test antigen sesuai standar yang ditetapkan pemerintah.
“Sesuai kesepakatan, terhadap pengelola yang melanggar kesepakatan itu, diberikan sanksi berupa penutupan sementara sampai dengan pencabutan izin. Kami, Satgas dari TNI, Polri, Dinas Kesehatan, Satpol PP termasuk BPBD juga sepakat untuk melakukan pengawasan secara rutin ke lokasi-lokasi layanan rapid test,” tegas Agus Artana. *ode
1
Komentar