HKTI Pusat Minta Cegah
Rektor Univ Dwijendra Pimpin HKTI Bali
DENPASAR, NusaBali
Rektor Universitas Dwijendra Denpasar, Dr Ir I Gede Sedana MSc MMA, 57, terpilih menjadi Ketua DPD Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Provinsi Bali 2021-2026.
Gede Sedana terpilih secara aklamasi dalam Musyawarah Daerah (Musda) HKTI Bali yang digelar di Kampus Universitas Dwijendra, Jalan Kamboja Denpasar, Rabu (3/11). Dalam Musda yang digelar secara hybrid kemarin, DPP HKTI minta cegah alih fungsi lahan pertanian di Bali.
Dalam Musda HKTI Bali kemarin, Gede Sedana tampil sebagai kandidat tunggal, karena tidak ada penantang. Seluruh pemilik suara yakni 9 DPC HKTI Kabupaten/Kota se-Bali dukung Gede Sedana sebagai Ketua HKTI Bali 2021-2026.
Sebelumnya, Gede Sedana menjabat sebagai Ketua DPC HKTI Kabupaten Buleleng. Dalam Musda HKTI Bali, akademisi asal Singaraja, Buleleng jebolan Fakultas Pertanian Unud angkatan 1982 ini sejak awal sudah diprediksi akan terpilih sebagai ketua. Pasalnya, akademisi yang juga mantan pelari jarak jauh andalan Bali kelahiran 1 Desember 1964 ini mendapat restu dari DPD HKTI Bali dan DPP HKTI.
Prediksi itu jadi kenyataan, dengan terpilihnya Gede Sedana secara aklamasi sebagai Ketua DPD HKTI Bali 2021-2026. Gede Sedana menggantikan Prof Dr Ir Nyoman Suparta, akademisi dari Fakultas Peternakan Unud yang sudah cukup lama menjadi Ketua DPD HKTI Bali.
Sementara itu, Sekjen DPP HKTI, Sadar Subagyo, yang menghadiri Musda HKTI Bali, Rabu kemarin, mendorong pemerintah daerah di Bali untuk membuat kebijakan pro pertanian dan petani, dengan serius mencari solusi terkait masalah alih fungsi lahan yang dinilainya sudah sangat parah. Sadar Subagyo mengakui saat ini sekitar 600 hektare hingga 1.000 hektare per tahun lahan pertanian di Bali beralih fungsi, karena tidak adanya kebijakan kuat yang mencegah fenomena tersebut.
Sadar Subagyo menyebutkan, HKTI selama ini selalu menyampaikan supaya alih fungsi lahan dicegah dengan pola menciptakan lahan pertanian baru alias gali lobang tutup lobang. "Kalau ada 100 hektare lahan pertanian yang beralih fungsi, ya harus diupayakan menciptakan 100 hektare lahan baru. Jadi, menutupi yang sudah hilang sebelumnya," ujar Sadar.
Mantan anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Gerindra ini menegaskan, alih fungsi lahan juga bisa dicegah dengan membuat regulasi yang memperketat jual beli tanah untuk pemukiman. "Ini hanya menyangkut kebijakan dan keseriusan pemangku kebijakan serta yang punya kewenangan. Kalau menjual tanah oleh masyarakat kan nggak mungkin kita larang. Tapi, kebijakan ketat perlu dibuat, untuk mencegah laju alih fungsi lahan pertanian, terutama lahan yang produktif," kata-nya.
Menurut Sadar, di sejumlah daerah, lahan hutan diubah menjadi lahan pertanian. Lalu, lahan itu dijual murah-murah dan siap pakai untuk pemukiman. "Hutan dirabas, lalu dijual murah-murah dengan status lahan pertanian. Hal ini juga menjadikan fenomena ludesnya lahan pertanian. Selain membuat kita kehilangan lahan produktif, ini berbahaya bagi perubahan iklim," jelas politisi yang juga anggota Dewan Penasihat DPP Gerindra ini.
Sementara, Ketua DPD HKTI Bali (demisioner), Prof Nyoman Suparta, mengakui lahan pertanian di Bali berkurang sampai 600 hektare per tahun, karena banyak faktor. "Kalau menyangkut lahan pertanian menyusut karena banyak yang menjual tanah, itu sepenuhnya ada di Badan Pertanahan Nasional (BTN), karena memang tidak ada regulasi yang bisa mencegah orang menjual tanah termasuk lahan pertanian," ujar Prof Suparta.
Namun, kata dia, HKTI Bali selama ini selalu menyuarakan kepada pemerintah supaya ada kebijakan yang berpihak kepada petani, agar tidak sampai terjadi fenomena menjual lahan secara masif. Misalnya, dengan memberikan keringanan pajak tanah, terutama untuk lahan pertanian. “Kemudian, perhatian serius terhadap nasib petani, kesejahteraan petani, dengan melibatkan organisasi subak," tegas akademisi asal Desa Selat Duda, Kecamatan Selat, Karangasem ini.
Prof Suparta menyebutkan, pekerjaan rumah yang serius bagi Ketua HKTI Bali yang baru terpilih, salah satunya adalah masalah fenomena alih fungsi lahan pertanian ini. "Saya juga berharap Ketua HKTI Bali terpilih menjadikan masalah alih fungsi lahan ini sebagai salah satu persoalan yang dicarikan solusi, bersinergi dengan pemerintah daerah," saran Prof Suparta. *nat
1
Komentar