Polda Bali Klarifikasi Ketua DPRD Badung Belum Jadi Tersangka
Kabid Humas Polda Bali, AKBP Hengky Widjaja, mengklarifikasi terkait status Ketua DPRD Badung 2015-2019, I Putu Parwata, yang sebelumnya disebut sudah menjadi tersangka kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pengurusan izin kondotel di wilayah Kuta Selatan.
DENPASAR, NusaBali
AKBP Hengky menyatakan status Putu Parwata belum resmi jadi tersangka. Menurut AKBP Hengky, penyidik Subdit IV Tipikor Polda Bali saat ini masih melakukan pemeriksaan saksi-saksi secara pro justitia agar sah demi hukum, terkait kasus Putu Parwata. “Ada 14 saksi yang diperiksa. Apabila pemeriksaan saksi selesai, kemungkinan besar statusnya dinaikkan menjadi tersangka,” ujar AKBP Hengky di Denpasar, Selasa (31/1).
Sedangkan Kasubdit IV Tipikor Polda Bali, AKBP Wedana Jati, menyatakan penyidik sudah meningkatkan status perkara dugaan jual beli perizinan kondotel ini dari penyelidikan menjadi penyidikan. Menurut Wedana Jati, penyidik sudah memiliki 2 alat bukti untuk menaikkan status perkara ini. Namun, sampai saat ini status Parwata disebutkan masih sebagai saksi. “Belum (tersangka) dan masih saksi,” papar Wedana Jati saat dihubungi NusaBali terpisah, Selasa kemarin.
Wedana Jati menambahkan, penyidik masih membutuhkan bukti penguat dari keterangan saksi dan ahli yang dirumuskan dalam gelar perkara. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi permohonan gugatan pra-preradilan, apabila dalam perkara ini ada penetapan tersangka.
“Tunggu hasil gelar perkara dulu untuk menentukan statusnya. Kemungkinan akhir bulan Februari 2017 ini dilaksanakan gelar perkara untuk penetapan tersangka,” tandas Wedana Jati, yang ketika dihubungi per telepon kemarin mengaku sedang berada di Jakarta.
Sebelumnya, Senin (30/1), Dir Reskrimsus Polda Bali, Kombes Kenedy, mengatakan Putu Parwata sudah jadi tersangka kasus dugaan jual beli perizinan kondotel. Sebelum menetapkan Parwata sebagai tersangka, penyidik telah melakukan penyelidikan kasus ini selama 3 bulan. “Sekarang (Parwata) sudah resmi jadi tersangka,” ungkap Kombes Ke-nedy di Mapolda Bali, Jalan WR Supratman Denpasar.
Kombes Kenedy menyebutkan, dalam kasus yang terjadi tahun 2016 ini, Parwata diduga meminta sejumlah uang kepada salah satu pengusaha kondotel untuk memuluskan perizinannya di wilayah Kuta Selatan. Namun, setelah uang diterima, izin yang dijanjikan politisi PDIP ini tidak kunjung keluar.
Akibatnya, kata Kombes Kenedy, pengusaha kondotel tersebut merugi dan akhirnya melaporkan kasus ini ke Polda Bali. “Sekarang masih dilakukan pendalaman terkait kasus ini,” papar Kombes Kenedy yang belum mau menyebut angka kerugian dalam dugaan penyalahgunaan wewenang terkait jual beli perizinan kondotel ini.
Informasi yang dihimpun NusaBali, kasus yang menjerat Parwata ini terjadi tahun 2014 lalu. Saat itu sebuah perusahaan properti akan membangun kondotel di wilayah Kuta Selatan, Badung. Direktur perusahaan berinisial CR lalu bertemu dengan Parwata yang saat itu masih menjadi anggota DPRD Badung.
Pertemuan tersebut membahas keinginan perusahaan yang berencana mencari izin prinsip untuk pembangunan kondotel. Parwata sendiri menyatakan kesiapannya membantu. “Saat itu, Parwata menjanjikan akan membantu mencarikan ijin prinsip yang diperlukan,” ujar sumber di lapangan, Selasa kemarin.
Dalam pengurusan izin, pihak perusahaan melalui CR memberikan uang kepada Parwata. Total uang yang diduga diberikan untuk mengurus izin prinsip tersebut mencapai Rp 3,3 miliar. “Jadi, di awal sempat minta Rp 1 miliar. Lalu saat pengurusan hingga selesai sempat minta uang beberapa kali,” imbuh sumber tersebut, Selasa kemarin.
Izin prinsip yang dijanjikan Parwata akhirnya selesai. Namun, masalah muncul akhir 2016 lalu setelah ada surat kaleng yang masuk ke meja Dit Reskrimsus Polda Bali yang mengungkap adanya jual beli izin tersebut. Beberapa pejabat perusahaan properti itu lalu dipanggil penyidik Dit Reskrimsus Polda Bali untuk dimintai keterangan terkait dugaan jual beli periizinan.
Pemeriksaan juga dilakukan penyidik terhadap mantan direktur berinisial CR. “Jadi, pihak perusahaan ini tidak tahu masalah dan tiba-tiba diperiksa. Termasuk CR yang kini berada di LP Kerobokan (Kecamatan Kuta Utara, Badung) karena kena kasus penipuan cek kosong,” katanya.
Sementara itu, Putu Parwata masih enggan berkomentar terkait kasus yang menimpanya. “Saya tidak mau berkomentar dulu,” ujar Parwata yang juga Sekretaris DPC PDIP Badung 2015-2020 saat dihubungi NusaBali per telepon, Selasa kemarin. * rez,asa
Sedangkan Kasubdit IV Tipikor Polda Bali, AKBP Wedana Jati, menyatakan penyidik sudah meningkatkan status perkara dugaan jual beli perizinan kondotel ini dari penyelidikan menjadi penyidikan. Menurut Wedana Jati, penyidik sudah memiliki 2 alat bukti untuk menaikkan status perkara ini. Namun, sampai saat ini status Parwata disebutkan masih sebagai saksi. “Belum (tersangka) dan masih saksi,” papar Wedana Jati saat dihubungi NusaBali terpisah, Selasa kemarin.
Wedana Jati menambahkan, penyidik masih membutuhkan bukti penguat dari keterangan saksi dan ahli yang dirumuskan dalam gelar perkara. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi permohonan gugatan pra-preradilan, apabila dalam perkara ini ada penetapan tersangka.
“Tunggu hasil gelar perkara dulu untuk menentukan statusnya. Kemungkinan akhir bulan Februari 2017 ini dilaksanakan gelar perkara untuk penetapan tersangka,” tandas Wedana Jati, yang ketika dihubungi per telepon kemarin mengaku sedang berada di Jakarta.
Sebelumnya, Senin (30/1), Dir Reskrimsus Polda Bali, Kombes Kenedy, mengatakan Putu Parwata sudah jadi tersangka kasus dugaan jual beli perizinan kondotel. Sebelum menetapkan Parwata sebagai tersangka, penyidik telah melakukan penyelidikan kasus ini selama 3 bulan. “Sekarang (Parwata) sudah resmi jadi tersangka,” ungkap Kombes Ke-nedy di Mapolda Bali, Jalan WR Supratman Denpasar.
Kombes Kenedy menyebutkan, dalam kasus yang terjadi tahun 2016 ini, Parwata diduga meminta sejumlah uang kepada salah satu pengusaha kondotel untuk memuluskan perizinannya di wilayah Kuta Selatan. Namun, setelah uang diterima, izin yang dijanjikan politisi PDIP ini tidak kunjung keluar.
Akibatnya, kata Kombes Kenedy, pengusaha kondotel tersebut merugi dan akhirnya melaporkan kasus ini ke Polda Bali. “Sekarang masih dilakukan pendalaman terkait kasus ini,” papar Kombes Kenedy yang belum mau menyebut angka kerugian dalam dugaan penyalahgunaan wewenang terkait jual beli perizinan kondotel ini.
Informasi yang dihimpun NusaBali, kasus yang menjerat Parwata ini terjadi tahun 2014 lalu. Saat itu sebuah perusahaan properti akan membangun kondotel di wilayah Kuta Selatan, Badung. Direktur perusahaan berinisial CR lalu bertemu dengan Parwata yang saat itu masih menjadi anggota DPRD Badung.
Pertemuan tersebut membahas keinginan perusahaan yang berencana mencari izin prinsip untuk pembangunan kondotel. Parwata sendiri menyatakan kesiapannya membantu. “Saat itu, Parwata menjanjikan akan membantu mencarikan ijin prinsip yang diperlukan,” ujar sumber di lapangan, Selasa kemarin.
Dalam pengurusan izin, pihak perusahaan melalui CR memberikan uang kepada Parwata. Total uang yang diduga diberikan untuk mengurus izin prinsip tersebut mencapai Rp 3,3 miliar. “Jadi, di awal sempat minta Rp 1 miliar. Lalu saat pengurusan hingga selesai sempat minta uang beberapa kali,” imbuh sumber tersebut, Selasa kemarin.
Izin prinsip yang dijanjikan Parwata akhirnya selesai. Namun, masalah muncul akhir 2016 lalu setelah ada surat kaleng yang masuk ke meja Dit Reskrimsus Polda Bali yang mengungkap adanya jual beli izin tersebut. Beberapa pejabat perusahaan properti itu lalu dipanggil penyidik Dit Reskrimsus Polda Bali untuk dimintai keterangan terkait dugaan jual beli periizinan.
Pemeriksaan juga dilakukan penyidik terhadap mantan direktur berinisial CR. “Jadi, pihak perusahaan ini tidak tahu masalah dan tiba-tiba diperiksa. Termasuk CR yang kini berada di LP Kerobokan (Kecamatan Kuta Utara, Badung) karena kena kasus penipuan cek kosong,” katanya.
Sementara itu, Putu Parwata masih enggan berkomentar terkait kasus yang menimpanya. “Saya tidak mau berkomentar dulu,” ujar Parwata yang juga Sekretaris DPC PDIP Badung 2015-2020 saat dihubungi NusaBali per telepon, Selasa kemarin. * rez,asa
1
Komentar